RADARBEKASI.ID, BEKASI – Pakar psikologi forensik Reza Indragiri Amriel mengungkap beberapa indikator yang menyebabkan kecelakaan lalu lintas di Tol Jakarta-Cikampek KM pada Senin (8/4/2024). Kecelakaan itu mengakibatkan 12 orang meninggal.
Reza menyebut indikator pertama adalah kondisi dari sopir Gran Max yang mengalami oleng ke kanan saat jalur sedang diberlakukan rekayasa lalu lintas sistem contraflow (lawan arah).
”Apa ya kira-kira yang membuat pengemudi Gran Max tiba-tiba banting setir dari lajur contraflow ke lajur paling kanan?” ujar Reza seperti dilansir dari Antara.
Menurut Reza, peristiwa kecelakaan itu terjadi pagi hari sekitar pukul 07.04 WIB. Dari waktu kejadian itu perlu dikesampingkan kemungkinan sopir Gran Max dalam keadaan mabuk. Selain itu, juga kecil kemungkinan penumpang minibus Gran Max tersebut terdiri atas satu keluarga, yang membiarkan pengemudi menyetir dalam kondisi mabuk.
”Terdesak ingin buang air? kenapa sampai banting setir?” tutur Reza.
Melihat kondisi tersebut, Reza menduga, pengemudi tertidur atau setidaknya mengantuk berat. Kondisi tersebut membuat sopir Gran Max kehilangan orientasi atau kebingungan secara tiba-tiba terhadap situasi lalu lintas contraflow.
Untuk mengetahui penyebab kecelakaan itu, kata Reza, perlu dicek dari mana dan jam berapa kendaraan Gran Max itu berangkat.
”Ini petunjuk tentang kemungkinan pengemudi kelelahan. Cek, berapa panjang rute confraflow,” kata Reza.
BACA JUGA: Polri Tak Akan Autopsi 12 Jenazah Korban Kecelakaan di Tol Jakarta-Cikampek, Ini Alasannya
Reza mengatakan unsur-unsur tersebut menjadi petunjuk situasi monoton yang memudahkan pengemudi mengalami kejenuhan, terlena, lalu tertidur. Atau bisa juga dicari tahu seberapa jauh kendaraan menjadi penyebab banting stir. Apakah kondisi sedang pecah ban.
“Yang jelas, saya berpandangan bahwa butuh faktor majemuk di balik kecelakaan lalu lintas,” ujar Reza.
Lebih lanjut, Reza menerangkan dengan mengecek unsur-unsur itu, bisa jadi ada persoalan pidana di balik kecelakaan tersebut. Yakni jika pengemudi Gran Max dinilai mengemudi dengan cara yang membahayakan.
“Tapi ketika ada pengaruh faktor situasi, yakni misalnya lintasan contraflow yang terlalu panjang, bagaimana pertanggungjawaban atas faktor situasi yang berisiko itu?” tanya Reza.
Selain kronologis tersebut, Reza menyoroti kesiapsiagaan personel kepolisian, pemadam kebakaran, dan ambulans, dalam menangani peristiwa kecelakaan di jalan tol.
Dia mempertanyakan berapa lama bala bantuan datang ke lokasi karena tidak ada yang menyebutkan waktu tiba bala bantuan. Melihat kondisi akhir kendaraan yang bertabrakan dan terbakar hangus, hingga korban meninggal 12 orang dalam kondisi terbakar.
“Oh ya, saat mengulas ikhwal kronologi peristiwa, kenapa tidak disebut jam berapa bala bantuan (polisi, misalnya) menjejakkan langkah pertama di TKP. Ada data yang menunjukkan polisi butuh 15 hingga 20 menit. Bagaimana pula dengan ambulans, pemadam kebakaran, dan armada bantuan darurat lainnya?” papar Reza.
BACA JUGA: STNK Gran Max Kecelakaan Maut di Tol Jakarta-Cikampek Sudah Tiga Kali Ganti Nama
Reza menyebut, kapan tim bala bantuan datang menjadi pertanyaan penting. Sebab, ada tali-temali antara waktu respons dan tingkat fatalitas kecelakaan lalu lintas. Waktu respons yang lama berdampak pada meningginya tingkat fatalitas.
”Alhasil, bukan hanya kondisi kendaraan dan kondisi lalin serta faktor pengemudi yang perlu diinvestigasi. Waktu respons bala bantuan juga perlu dievaluasi,” ucap Reza. (jpc/ant)