Berita Bekasi Nomor Satu

Potongan Bakal Paling Tinggi, Buruh hingga Pengusaha Bekasi Tolak Iuran Tapera

RUMAH SUBSIDI: Seorang pekerja sedang berada di perumahan subsidi, di Setu, Kabupaten Bekasi, Rabu (21/4). Pertumbuhan sektor properti di Kabupaten Bekasi, mulai tumbuh. ARIESANT/RADAR BEKASI

RADARBEKASI.ID, BEKASI – Para pegawai swasta harus siap menanggung potongan lebih besar dari gajinya. Pasalnya, pemerintah mewajibkan potongan tiga persen dari gaji pekerja setiap bulan untuk iuran program Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera).

Potongan Tapera di Kota Bekasi bakal paling tinggi dibandingkan dengan daerah lainnya. Pasalnya, besaran Upah Minimum Kota (UMK) Kota Bekasi 2024 ini menjadi yang terbesar di Indonesia.

Ya, kedepan nanti paling lambat tanggal 10 setiap bulannya, iuran itu masuk ke rekening dana Tapera. Kebijakan itu menyulut berbagai reaksi penolakan dari buruh hingga pengusaha.

Aturan yang diteken Presiden Joko Widodo itu tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2024 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Tabungan Perumahan Rakyat. Beleid itu berlaku sejak ditetapkan pada  20 Mei 2024.

Bagi karyawan swasta dengan gaji setara UMR Kota Bekasi, yakni Rp5.343.430, maka iuran Tapera sebesar 2,5 persen yang akan dipotong senilai Rp133.58 per bulan. Adapun, iuran Tapera yang akan dibayarkan perusahaan pemberi kerja sebesar Rp 26.717 atau sekitar 0,5 persen dari gaji bulanan karyawan.

BACA JUGA: Berhitung Yuk, Dapat DP Rumah Tipe Berapa dari Potong Gaji Iuran Tapera 2,5 Persen

Dengan begitu, total iuran Tapera yang akan dibayarkan karyawan swasta di Kota Bekasi dengan gaji setara UMR sebesar Rp 159.775 per bulan. Iuran Tapera ini disebut akan menambah panjang daftar potongan upah bagi buruh atau pekerja di Kota Bekasi.

“Ya, itu sudah dipotong BPJS, JHT, masih dipotong Tapera sebesar 3 persen, banyak sekali potongan upah buruh,” kata Sekretaris DPC SPSI Kota dan Kabupaten Bekasi, Fajar Winarno.

Lahirnya Tapera ini kata dia, membuktikan bahwa pemerintah tidak peka terhadap kondisi masyarakat pekerja saat ini. Lebih lanjut, pengurus serikat pekerja di daerah akan membahas iuran Tapera ini dengan pengurus di tingkat pusat. Tujuannya, membatalkan kebijakan ini.

Sedianya, kebijakan yang berimbas kepada pekerja ini diputuskan bersama-sama. Antara pemerintah, buruh, dan pengusaha.

“Seharusnya ini dibicarakan di LKS Tripartit nasional terlebih dahulu, sehingga dampak dari keputusan ini tidak semakin membebani para pekerja akibat dari semakin banyaknya potongan upah,” tambahnya.

Sementara itu Koordinator Buruh Bekasi Melawan, Sarino menyampaikan bahwa iuran ini akan menambah beban pekerja. Selama ini, para pekerja telah memanggil beban pajak penghasilan, dan iuran-iuran lainnya.

“Meski terlihat bagus, tapi bagaimana jika kami yang hanya pekerja kontrak, Outsourcing, dan magang. Apakah kamu juga akan diwajibkan menjadi peserta Tapera,” ungkapnya.

BACA JUGA: BP Tapera Buka Suara Soal Potongan Gaji 3 Persen Setiap Bulan Pegawai Swasta

Terkait dengan kepemilikan rumah kata Sarino, kaum buruh saat ini bisa menggunakan manfaat yang diperoleh dari BPJS Ketenagakerjaan untuk membayar uang muka.

Dengan begitu, menurutnya tidak perlu aturan atau kebijakan baru. Sarino menyebut kepesertaan Tapera cukup untuk TNI, Polri, dan ASN.”Yang kami butuhkan adalah tentang kepastian masa depan kaum buruh mengenai status hubungan kerja, upah yang layak, dan pesangon yang layak jika Ter PHK,” tambahnya.

Terpisah, APINDO Kota Bekasi hingga saat ini belum secara formal membahas pendaftaran karyawannya menjadi peserta Tapera. Selama ini, pembahasan dilakukan secara informal, salah satunya terkait dengan penolakan dari serikat pekerja.

“Memang ada beberapa anggota yang meminta pendapat terkait penolakan serikat pekerja, tapi masih persiapan sifatnya,” kata Ketua APINDO Kota Bekasi, Farid Elhakamy.

Pada Agustus 2023 lalu, jumlah penduduk yang bekerja di Kota Bekasi mencapai 1,2 juta orang. Sementara, saat ini terdapat 112 perusahaan yang menjadi anggota APINDO di Kota Bekasi, dengan jumlah pekerja mencapai 20 ribu orang.

BACA JUGA: Ada Iuran Baru Potong Gaji Karyawan Swasta 3 Persen Tiap Bulan, Katanya Buat Tapera, Apa Itu?

Komisioner BP Tapera Heru Pudyo Nugroho menjelaskan, beleid itu merupakan penyempurnaan dari aturan sebelumnya, dimana proses pengelolaan Tapera dilakukan melalui penyimpanan oleh Peserta secara periodik dalam jangka waktu tertentu, yang hanya dapat dimanfaatkan untuk pembiayaan perumahan dan/atau dikembalikan pokok simpanan berikut hasil pemupukannya setelah kepesertaan berakhir.

Dia menggarisbawahi, dana yang dihimpun dari peserta akan dikelola oleh BP Tapera sebagai simpanan yang akan dikembalikan kepada peserta. ’’Dana yang dikembalikan kepada peserta Tapera ketika masa kepesertaannya berakhir, berupa sejumlah simpanan pokok berikut dengan hasil pemupukannya,’’ jelas Heru di Jakarta, kemarin (28/5).

Lebih lanjut Heru menjelaskan, masyarakat yang masuk dalam kategori berpenghasilan rendah dan belum memiliki rumah pertama dapat mengajukan manfaat pembiayaan Tapera. ’’Sepanjang telah menjadi peserta Tapera,’’ imbuhnya.

Dalam pengelolaan dana Tapera dimaksud, BP Tapera mengedepankan transparansi dan akuntabilitas sesuai prinsip Good Corporate Governance (GCG) dan mendapat pengawasan langsung dari Komite Tapera, Otoritas Jasa Keuangan, serta Badan Pemeriksa Keuangan.

BACA JUGA: Khawatir Uang Iuran Tapera Hilang, Menteri Basuki Bilang Begini

BP Tapera mengemban amanah berupa penyaluran pembiayaan perumahan yang berbasis simpanan dengan berlandaskan gotong royong. Peserta yang yang termasuk dalam kategori Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) dapat memperoleh manfaat berupa Kredit Pemilikan Rumah (KPR), Kredit Bangun Rumah (KBR), dan Kredit Renovasi Rumah (KRR) dengan tenor panjang hingga 30 tahun dan suku bunga tetap di bawah suku bunga pasar.

Dalam Pasal 15 beleid itu, potongan Tapera ditetapkan sebesar 3 persen dari gaji yang diterima per bulan. Rinciannya yakni 0,5 persen dibayarkan pemberi kerja, dan 2,5 persen dibayarkan pekerja.

Pada aturan itu disebutkan bahwa peserta dana Tapera adalah setiap pekerja dan pekerja mandiri yang berusia minimal 20 tahun atau sudah kawin pada saat mendaftar. Pekerja mandiri artinya adalah karyawan dengan penghasilan di bawah upah minimum atau freelancer.

Berdasarkan Pasal 68 PP Nomor 25 Tahun 2020 dijelaskan bahwa pemberi kerja wajib mendaftarkan pekerja kepada Badan Pengelola Tapera paling lambat sejak 7 tahun sejak tanggal berlakunya peraturan tersebut. Artinya, pendaftaran kepesertaan dana Tapera wajib dilakukan paling lambat 2027.

Sementara itu dari kalangan buruh, sudah mulai keluar suara penolakan terhadap iuran Tapera. Ketua Umum DPP Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Jumhur Hidayat khawatir Tapera menjadi bancakan dengan modus investasi dari penggalangan uang masyarakat. Praktik seperti ini, sebelumnya terjadi pada Jiwasraya dan Asabri. Oleh manajemennya, iuran masyarakat ternyatakan disalahgunakan pada proses investasinya.

’’Pemerintah ini senengnya ngumpulin duit rakyat. Terus dari duit itu, digoreng-goreng dalam berbagai instrumen investasi,’’ katanya kemarin. Dia mengatakan masih belum hilang ingatan publik terhadap mega korupsi di tubuh Jiwasraya yang merugikan negara Rp 16,807 triliun. Kemudian nilai kerugian negara pada kasus Asabri mencapai Rp 22 triliun lebih.

Jumhur mengatakan iuran Tapera memang terlihat kecil. Hanya 2,5 persen dari upah buruh dan 0,5 persen dari pemberi kerja. Tetapi jika diakumulasikan dengan seluruh angkatan kerja yang ada, akan terhidang dana jumbo untuk dikelola pemerintah.

Dia membuat perhitungan sederhana, rerata buruh di Indonesia bergaji Rp 2,5 juta per bulan. Kemudian jumlah buruh formal di Indonesia ada 58 juta orang. Maka setiap tahun akan terkumpul uang segar Rp 50 triliun yang dikelola oleh BP Tapera.

’’Ini dana yang luar biasa besar,’’ katanya. Dia khawatir dana tersebut jadi bancakan oleh para penguasa dengan cara digoreng atau dimainkan dalam bentuk investasi. Menurut dia, saat ini potongan untuk buruh sudah banyak sekali. Mulai dari BPJS Kesehatan, BPJS Ketenagakerjaan, dan asuransi lainnya atau tabungan pensiun dari masing-masing kantor.

Jumhur mengatakan jika pemerintah punya niat baik supaya rakyat punya rumah dengan mudah, banyak cara yang bisa dilakukan. Misalnya pengadaan tanah yang murah, subsidi bunga seperti skema FLPP saat ini, atau skema pembelian rumah tanpa uang muka. Cara lainnya dengan inovasi material rumah yang murah untuk perumahan pekerja berpenghasilan rendah.

Penolakan juga datang dari pelaku usaha dari Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo). Apindo dengan tegas menolak Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2024 tentang Perubahan Atas PP Nomor 25 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera).

Ketua Umum Apindo Shinta Widjaja Kamdani menegaskan bahwa sejak awal munculnya UU Nomor 4 Tahun 2016 tentang Tabungan Perumahan Rakyat, Apindo sudah menyampaikan penolakan. ”Apindo telah melakukan sejumlah diskusi, koordinasi, dan mengirimkan surat kepada presiden mengenai Tapera. Sejalan dengan Apindo, Serikat Buruh atau Pekerja juga menolak pemberlakukan program Tapera. Program Tapera dinilai memberatkan beban iuran baik dari sisi pelaku usaha dan pekerja atau buruh,” ujar Shinta, kemarin (28/5).

Shinta menambahkan, Apindo pada dasarnya mendukung kesejahteraan pekerja dengana adanya ketersediaan perumahan bagi pekerja. Namun, PP Nomor 21 2024 dinilai duplikasi dengan program sebelumnya, yaitu Manfaat Layanan Tambahan (MLT) perumahan pekerja bagi peserta program Jaminan Hari Tua (JHT) BP Jamsostek. ”Pemerintah diharapkan dapat lebih mengoptimalkan dana BPJS Ketenagakerjaan. Dana MLT yang tersedia sangat besar dan sangat sedikit pemanfaatannya,” ujar Shinta.

Apindo menilai aturan Tapera terbaru dinilai semakin menambah beban baru, baik bagi pemberi kerja maupun pekerja. Saat ini, beban pungutan yang telah ditanggung pemberi kerja sebesar 18,24 persen sampai 19,74 persen dari penghasilan pekerja. ”Beban ini semakin berat dengan adanya depresiasi rupiah dan melemahnya permintaan pasar,” ujar Shinta.

Shinta berpendapat pekerja swasta tidak perlu mengikuti program Tapera untuk saat ini. Tapera sebaiknya diperuntukkan bagi ASN, TNI, Polri. ”Jika pemerintah tetap akan menerapkannya diharapkan dimulai dulu dengan dana yang terkumpul dari ASN, TNI dan POLRI untuk manfaat mereka yang sepenuhnya ada dalam kontrol pemerintah. Jika hasil evaluasi sudah bagus pengelolaannya, baru dikaji untuk memperluas cakupannya ke sektor swasta,” tutur Shinta.

Terkait pro kontra Tapera Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono angkat bicara. Menurutnya, iuran Tapera merupakan tabungan peserta atau pekerja dalam jangka waktu tertentu. Dana tersebut dihimpun dan digunakan untuk pembiayaan perumahan layak dan terjangkau. “Tabungan anggota agar dia mendapatkan bantuan untuk membangun rumahnya,” paparnya.

Tapera telah lima tahun berlangsung dengan tujuan membangun kredibilitas. Sekarang Presiden Jokowi menyetujui Tapera. “Ini bukan uang hilang. Ada jaminan hari tua, ada ini (Tapera.red) tapi bukan uang hilang ” paparnya.

Dia menyebut bahwa pegawai swasta diikutkan agar bisa menikmati program untuk lebih mudah membeli rumah. Hal itu akan berdampak positif untuk pegawai swasta. “Dia bisa beli rumah. Kalau ASN sudah ada. Pegawai swasta diikutkan Tapera agar menikmati program,” ujarnya.

Namun begitu, Basuki mengaku belum mengetahui pasti kapan kebijakan itu mulai dijalankan untuk semuanya termasuk pegawai swasta. “Mohon maaf, saya belum baca persis perpresnya,” terangnya di Jakarta Convention Center kemarin. (sur/dee/wan/agf/idr)

Potongan Rutin Pekerja Formal

1. BPJS Kesehatan

Pemberi kerja : 4 persen dari gaji
Pekerja : 1 persen dari gaji

2. BPJS Ketenagakerjaan (BPJamsostek)
Iuran Jaminan Hari Tua (JHT)
Pemberi kerja : 3,7 persen dari gaji
Pekerja : 2 persen dari gaji

Iuran Jaminan Pensiun (JP)
Pemberi kerja : 2 persen dari gaji
Pekerja : 1 persen dari gaji

Jaminan Kematian dan Jaminan Kecelakaan Kerja

Pemberi kerja : 0
Pekerja : 0,3 persen dari gaji

3. Tapera (Masih akan berjalan 2027)

Pemberi kerja : 0,5 persen dari gaji
Pekerja : 2,5 persen dari gaji

——————————————–

Persentase Kekurangan Rumah (Backlog) di Indonesia

– 2023 : 9,9 juta unit
– 2022 : 10,51 juta unit
– 2021 : 12,72 juta unit
– 2020 : 12,75 unit

Sumber : Susenas BPS Maret 2023