Berita Bekasi Nomor Satu

Pengamat Ekonomi: Deflasi Kota Bekasi Tidak Berbahaya  

NAIK: Warga belanja sayur di Kawasan Pasar Baru, Bekasi Timur, Belum lama ini. Curah hujan yang tinggi menyebabkan sejumlah harga komoditas sayur mayur mengalami kenaikan. RAIZA SEPTIANTO/RADAR BEKASI

RADARBEKASI.ID, BEKASI – Badan Pusat Statistik (BPS) pada Mei kemarin mencatat deflasi sebesar 0,08 persen terjadi di Kota Bekasi. Hal yang sama juga terjadi di Provinsi Jawa Barat dan nasional, masing-masing mengalami deflasi 0,12 persen dan 0,03 persen.

Jika deflasi terlalu dalam, patut diwaspadai sebagai tanda perekonomian tidak bergerak. Ini juga bisa berdampak pada kondisi ketenagakerjaan.

Perkembangan harga berbagai komoditas pada bulan Mei secara umum menunjukkan kenaikan. Indeks Harga Konsumen (IHK) pada Mei 2024 naik dibandingkan Mei 2023, dengan tingkat inflasi tercatat sebesar 3,21 persen. Sedangkan tingkat inflasi tahun kalender 2024 sebesar 1,51 persen.

Deflasi biasanya terjadi lantaran daya beli masyarakat menurun, hal ini juga diakibatkan berkurangnya peredaran uang sehingga mengakibatkan harga barang dan jasa mengalami penurunan. Melimpahnya barang dan jasa di pasar juga dapat memicu fenomena ekonomi tersebut.

Pengamat ekonomi, Andi Muhammad Sadli, mengatakan bahwa turunnya harga-harga tidak berbahaya jika terjadi dalam batas wajar. Namun, ia menyebut bahwa situasi demikian tidak boleh dibiarkan terjadi terus menerus dan mencakup banyak komoditas di pasar.

“Deflasi ini tandanya bisa dilihat dari jumlah uang yang beredar sedikit berkurang. Ini banyak faktor, misal melimpahnya barang dan jasa di pasar, itu bisa meningkatkan produktivitas,” ungkapnya.

Dari sisi moneter, berkurangnya jumlah uang beredar disebabkan karena masyarakat menyimpan uangnya di bank, yang terjadi saat suku bunga tinggi. Sementara dari sisi aktivitas perekonomian, deflasi bisa disebabkan oleh jumlah barang yang melimpah di pasar.

Situasi ini dinilai akan menguntungkan masyarakat, di mana harga-harga turun menjelang hari besar keagamaan. Namun, momentum hari besar keagamaan tersebut diperkirakan akan kembali mengerek inflasi setelah peredaran uang bertambah.

“Jadi kalau dikatakan berbahaya, dalam batas-batas tertentu saya pikir tidak ya, karena itu fenomena biasa,” ucapnya.

BACA JUGA: Awas Deflasi Berkelanjutan

Diperkirakan deflasi yang terjadi bulan Mei kemarin disebabkan oleh persediaan barang yang melimpah di pasar. Salah satunya adalah beras, berdasarkan informasi yang didapat, saat ini persediaannya meningkat dan harganya menurun.

Satu hal yang juga bisa dipertimbangkan adalah pilihan masyarakat untuk mengurangi belanja kebutuhan tersier. Mereka lebih memilih menahan uangnya mengingat saat ini masyarakat tengah bersiap memasuki tahun ajaran baru, uang tersebut akan dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan pendidikan.

Namun, jika deflasi tidak dapat dikendalikan dan terlalu tinggi, akan berdampak pada pertumbuhan ekonomi. Sisi lain juga berdampak pada dunia ketenagakerjaan, yakni sulitnya akses lapangan kerja hingga kemungkinan pengurangan tenaga kerja akibat permintaan terhadap barang hasil produksi menurun.

“Jumlah uang beredar ini akan mendorong nanti deflasi berkurang dan inflasi yang akan sedikit naik,” tambahnya.

Dalam ilmu ekonomi, Andi menyebut bahwa kenaikan harga atau inflasi yang terjadi dan dapat dikendalikan dalam tingkat tertentu akan lebih baik mendorong pergerakan ekonomi di masyarakat dibandingkan deflasi. Meskipun demikian, inflasi yang tak terkendali disebut akan lebih berbahaya dampaknya bagi perekonomian.

Komoditas yang tercatat memberikan andil deflasi di Kota Bekasi adalah beras, angkutan antar kota, tarif kereta api, cabai merah, cabai rawit, tomat, bayam, daun singkong, ikan nila, dan ikan tongkol. Sementara komoditas yang dominan memberikan andil terhadap inflasi yakni emas perhiasan, pisang, Sigaret Kretek Mesin (SKM), bawang merah, bawang putih, mobil, gula pasir, ayam goreng, bawang bombay, dan buah naga. (sur)