RADARBEKASI.ID, BEKASI–Peneliti Muda Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Muhammad Nidhal menilai, merajalelanya fenomena judi online di tanah air merupakan imbas dari rendahnya literasi digital terutama terkait keuangan. Berdasarkan data Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) OJK tahun 2022, tingkat literasi keuangan masyarakat baru mencapai 49,6 persen, lebih rendah dari tingkat inklusi keuangan yang sudah mencapai 85 persen. Survei yang sama juga menunjukkan capaian literasi digital yang berada di angka 41,48 persen.
“Setidaknya ada dua faktor yang saling terkait. Satu, faktor lingkungan atau eksternal seperti aksesibilitas yang mudah, murah, iklan yang masif, pergaulan dan ajakan teman,” kata Muhammad Nidhal dalam keterangannya yang dikutip dari Jawapos, Jumat (28/6).
“Satu lagi yang tidak kalah penting adalah belum adanya ketegasan atau kepastian hukum terhadap pelaku judi online,” sambungnya.
BACA JUGA:Satgas Sebut Ada 2 Juta Lebih Pemain Judi Online di Indonesia, Termasuk Anak-anak
Sejauh ini, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah mengambil langkah pencegahan, seperti memperketat sistem uji kelayakan dana nasabah ke bank dan mengkonsolidasi data nasabah yang terindikasi terlibat judi online. OJK juga bekerja sama dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) serta Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPTAK).
Kerja sama ini bertujuan untuk mencegah maraknya rekening judi online dengan memerintahkan bank untuk memblokir rekening terkait, sebagaimana tercantum dalam UU 4/2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK). Dengan edukasi dan literasi keuangan yang baik, seseorang akan dapat mengelola keuangannya untuk hal-hal produktif, sehingga dapat mencapai kestabilan dan kesejahteraan finansial, serta terhindar dari kecanduan judi online.
“Kemudian, literasi digital yang baik juga dapat meningkatkan pemahaman risiko judi online dan tercegah dari penipuan daring, kejahatan digital, hingga kebocoran data,” bebernya.
BACA JUGA:PPATK: Ribuan Anggota Legislatif Main Judi Online, Transaksinya Capai Rp25 Miliar
Tak hanya itu ia menilai literasi digital dan keuangan yang dibarengi dengan langkah-langkah pencegahan konkret lainnya dari regulator, pemerintah, dan industri akan secara efektif dapat mengurangi ‘korban’ judi online dan menciptakan ekosistem yang terbebas dari judi online ilegal.
Nidhal merekomendasikan, perlunya upaya perlindungan konsumen, khususnya di ruang digital, terlebih saat ini regulasi perlindungan konsumen yang berlaku (UU 8/1999) belum
mengakomodasinya. Ia menilai perlu adanya urgensi hukum yang lebih tegas dan jelas untuk pengaturan mengenai judi online.
Di saat yang bersamaan, pendekatan kolaboratif pemerintah-swasta dalam peningkatan program, inisiatif edukasi, dan kampanye literasi digital dan keuangan yang terarah dalam mencegah masyarakat dari bahaya judi online juga penting. OJK dan Kemenkominfo, sebagai dua regulator utama, dapat memperbanyak program edukasi, lokakarya dan webinar tentang literasi digital dan keuangan untuk masyarakat.
BACA JUGA:Polres Metro Bekasi Kerahkan Provos Awasi Judi Online di Internal Polri
“Kerja sama dengan sekolah, universitas, dan institusi pendidikan lainnya juga perlu ditingkatkan sehingga bisa menjangkau anak muda yang merupakan kelompok paling rentan,” ujarnya.
“Tak kalah penting, masyarakat juga perlu berpartisipasi dalam mendukung program dan inisiatif pemberantasan judi online serta menegakkan hukum demi mencegah kasus perjudian online terus meningkat,” pungkasnya. (ce1)