Berita Bekasi Nomor Satu

Petani di Sukatani Basmi Tikus dengan Burung Hantu

BURUNG HANTU: Koordinator POPT Kabupaten Bekasi, Demang Darmadi, memegang burung hantu jenis Tyto Alba di Desa Sukaasih Kecamatan Sukatani Kabupaten Bekasi, Minggu (30/6). ARIESANT/RADAR BEKASI

RADARBEKASI.ID, BEKASI – Petani di Desa Sukaasih Kecamatan Sukatani Kabupaten Bekasi mengadopsi metode unik dan efektif untuk membasmi hama tikus dengan menggunakan burung hantu berjenis Tyto Alba. Rumah burung hantu atau Rubuha didirikan di tengah-tengah pematang sawah.

Inovasi pengendalian hama tikus pada tanaman padi ini diinisiasi oleh Demang Darmadi (55), Koordinator Petugas Pengendali Organisme Pengganggu Tanaman (POPT) Kabupaten Bekasi bersama kelompok tani Bagja Asih pada April 2020. Saat itu, ketika wilayah Kabupaten Bekasi dilanda hama tikus, Demang terinspirasi oleh wilayah-wilayah lain yang menggunakan burung hantu.

“Pada 2020 bersama ketua kelompok kami mengajukan bantuan pembuatan rumah burung hantu kepada Kementerian Pertanian alhamdulillah dapat lima unit. Itu Cuma kandangnya aja. Dari Dinas Pertanian ada pengadaan burungnya waktu itu 10 ekor,” ucap Demang saat ditemui Radar Bekasi di Sukatani, Minggu (30/6).

BACA JUGA: Pemkab Bekasi Kembali Lelang Revitalisasi Pasar Cikarang

Mulanya, warga Desa Sukaasih kerap takut saat Demang bersama Kelompok Tani Bagja Asih memelihara 10 burung hantu karena suaranya yang seram dan mitos burung hantu untuk mencari wangsit.

Namun, seiring berjalannya waktu dan pemahaman masyarakat, kini burung-burung hantu itu tak lagi menjadi keresahan masyarakat Desa Sukaasih.

“Sampai saat ini sudah berkembang biak sudah tiga kali keturunan beranak. Mungkin kalau di Rubuha sudah tidak muat, ada yang bertengger di masjid. Kurang lebih 75 burung, awalnya 10 ekor,” ungkapnya.

Saat Radar Bekasi mengunjungi Rubuha di tengah area persawahan, terdapat delapan telur burung hantu dan satu induk. Pada Rubuha lainnya terdapat tiga ekor anak burung hantu berusia dua bulan, sementara yang lainnya kosong.

Pada dasarnya, pembangunan Rubuha ini bukan untuk rumah bagi burung hantu, namun sebagai tempat mengintai untuk memangsa tikus yang merusak tanaman padi warga.

“Rubuha itu bukan untuk tempat tinggal, tapi buat tempat dia mengintai mangsa di malam hari. Karena Rubuha ada terasnya di depan. Kalau tidurnya di pohon-pohon yang rindang di sekeliling sawah atau pemukiman warga,” ujar Demang

“Awalnya gak kosongin sama sekali, ada di taruh burungnya. Jadi bukan tempat tidur tapi tempat ngintai tapi kemudian dipakai tempat untuk bertelur,” imbuh Demang.

Menurutnya, hewan predator ini memiliki jangkauan terbang seluas 10 kilometer. Sejak 2020 hingga 2024 ini, metode pengendalian hama menggunakan burung hantu berjenis Tyto Alba ini juga menginspirasi petani lainnya. Bahkan populasi dari 10 ekor burung hantu itu juga telah merambah hingga ke wilayah lain.

“Sekarang di kecamatan Cibitung, Tambelang, Sukakarya, Sukatani sudah tersebar. Makanya saya bersosialisasi kepada kelompok tani yang lain untuk dibuatkan Rubuha walaupun secara swadaya sambil kita mengajukan bantuan Rubuha dari pemerintah daerah. Sekarang di Desa Banjarsari sudah ada alhamdulilah sudah merasakan hasilnya, musim yang lalu serangan hama tikus sangat dahsyat nah kemarin menelpon ke saya aman dari hama tikus,” paparnya.

BACA JUGA: 22 Tahun Tanpa Kejelasan, TPPAS Legok Nangka Akhirnya Mulai Dibangun

Pada 2024 ini, Demang tengah mengajukan pengadaan 20 unit Rubuha kepada Dinas Pertanian Kabupaten Bekasi. Ia berharap pengadaan Rubuha ini dapat terealisasi untuk membantu para petani dalam menjaga kualitas hasil panen padinya.

Terpisah, Ketua Kelompok Tani Bagja Asih, Neman (49) mengatakan sejak menggunakan burung hantu sebagai predator, lahan persawahannya bersama petani lainnya aman dari hama tikus.

Dalam satu tahun, para petani dapat memanen padi sebanyak dua kali. Sebagian besar padi yang ditanamnya berjenis Invari 32.

Sebelum adanya Rubuha, para petani menggunakan metode gropyokan bersama-sama membasmi tikus secara manual berkeliling menggunakan kayu atau bambu.

“Sawah saya 1 hektar alhamdulillah aman. Rubuha ini bisa mengcover 100 hektar. Kualitas padi alhamdulillah meningkat. Pokoknya yang dibanding dengan yang gak pakai Rubuha sama yang pakai rubuhan lebih aman. Satu musim rata-rata panen 4 sampai 5 ton,” tandas Neman. (ris)