Berita Bekasi Nomor Satu

Pasport Kehendak Allah (1): Pergi ke Depan Ka’bah

Hazairin Sitepu berada di depan kereta cepat Haramain Ekspres. FOTO: DOKUMEN HAZAIRIN SITEPU

Oleh: Hazairin Sitepu

RADARBEKASI.ID, BEKASI – Rencana saya ke Madinah dengan menumpang kereta cepat Haramain Ekspres batal. Terpaksa ikut saja jadwal Kloter 49 JKS, tanggal 6 Juli. Rencana semula 5 Juli.

Rencana saya tanazul mandiri untuk pulang lebih cepat ke Indonesia juga batal. Terpaksa ikut saja jadwal pulang Kloter 49 Jks tanggal 15 Juli.

Saya merasa gagal sebagai wartawan, tidak mencoba hal baru di dua tanah haram ini. Saya tidak bisa menceritakan pengalaman naik kereta cepat di sini, kecuali membaca atau mendengar cerita orang-orang yang sudah merasakan naik kereta yang kecepatan tertinggi mencapai 300 km/jam itu.

Sebagai wartawan, apalagi pimpinan wartawan, mestinya saya ikut bercerita, seperti pengalaman naik Train A Grande Vitesse (TGV) dari Munchen di Jerman ke Vienna di Austria. Atau pengalaman naik kereta super cepat dari Changhsa, ibu kota provinsi Hunan, ke Shenzhen di Cina.

Pasport memang menjadi kendala paling besar. Tidak bisa ke mana-mana jika dokumen penting itu tidak di tangan. Banyak alasan.

“Ada pemeriksaan pasport ketika akan naik di Mekkah dan setelah turun di Madinah,” kata seorang petugas haji Indonesia di Mekkah.

Lalu ada beberapa kejadian. Satu jamaah yang pergi dari Mekkah ke Madina tanpa pasport dan di sana dia menderita sakit. Ada pula jemaah yang ditemukan meninggal
dunia di Jeddah, pergi tanpa pasport.

“Itu yang mungkin menjadi pertimbangan Maktab tidak memberikan pasport kepada jemaah sebelum jadwal pemberangkatan ke Madinah secara rombongan,” kata seorang staf di Daerah Kerja (Daker) Haji Mekkah.
Saya tetap berusaha untuk bisa ke Madina naik Haramain Ekspres.

Kepada ketua Kloter dan kepala sektor saya minta waktu dua hari saja di Madinah. Setelah itu kembali ke Mekkah untuk selanjutnya kembali ke Indonesia.

Permintaan saya itu, oleh kepala sektor setelah menerima pengajuan dari ketua Kloter, disampaikan ke Maktab. Oleh Maktab, saya lalu diminta melampirkan tiket pesawat ke Jakarta dari Jeddah. Ini sebagai dasar Maktab mengeluarkan pasport.

Artinya Maktab tidak mengizinkan saya ke Madinah di luar jadwal keberangkatan rombongan Kloter 49 Jks. Saya akan diizinkan keluar dari Mekkah ke Jeddah untuk naik pesawat ke Jakarta. Padahal, sejak di Bogor, saya sudah berniat untuk wajib berziarah ke Makam Rasulullah di Madinah.

Saya berdiskusi cukup panjang dengan seorang pejabat di Daker Mekkah soal ini. Dia menjelaskan bahwa urusan pasport semuanya menjadi kewenangan Maktab.

“Daker hanya bisa mengajukan permohonan,” katanya. “Atau Bapak ikut saja rombongan ke
Madinah, nanti tanazul dari Madinah,” dia memberi saran.

Maktab adalah kantor yang menangani beberapa urusan penting jemaah haji selama di Mekkah dan Madinah. Terutama transportasi dan perjalanan.

Antara pasport dan tiket, mana yang lebih dulu. Saya bersikeras baru akan membeli tiket kalau pasport sudah di tangan. Khawatir sudah beli tiket pasport tidak keluar, akan ada masalah dengan tiket.

Sementara Maktab bersikeras tidak akan mengeluarkan pasport jika tidak melampirkan ticket dalam pengajuan permohonan tanazul mandiri. Semua paspor jemaah haji begitu tiba di Jeddah memang diserahkan ke Maktab. Baru akan diberikan menjelang kembali ke tanah air.

Tanazul mandiri itu atas biaya sendiri. Beli tiket pesawat sendiri, bayar sendiri biaya taksi dari Mekkah ke Airport Jeddah. Saya menyanggupi itu. Tetapi itu tadi, urusan pasport belum jelas.

Tiga hari mengurus soal pasport itu. Saya akhirnya ikut saja sistem Maktab. Tetapi belum menyerah. Belum ikhlas untuk tidak naik Haramain Ekspres Makkah-Madinah.
Saya lalu pergi ke Masjidil Haram sehabis salat asar di masjid hotel. Masuk melalui pintu di depan Zamzam Tower itu.
Pake baju lengan panjang warna cokelat yang dikenakan pada salat asar. Mau tawaf. Tanpa ihram. Langsung ke pelataran Ka’bah. Start dari lampu hijau.

Putaran keempat, suara azan magrib berkumandang. Berhenti tawaf langsung ambil saf dekat Rukun Yamani. Kira-kira lima meter dari dinding Ka’bah.

Sehabis salam, saya berdoa “Yaa Allah, saya hendak ke Madinah untuk berziarah ke kuburan Rasul-Mu. Saya ingin naik kereta cepat Haramain Ekspres. Mudahkanlah segala urusan saya untuk sampai di sana dengan kereta cepat itu.”

Lanjutkan tawaf sampai mencukupi tujuh putaran. Lalu berdoa di belakang Makam
Ibrahim. Sebagian isinya,mengulangi doa di depan Ka’bah itu. (Bersambung)