RADARBEKASI.ID, BEKASI – Keberadaan Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) berbasis teknologi Refused Derived Fuel (RDF) di Kabupaten Bekasi diharapkan dapat mengurangi beban atau volume sampah yang masuk ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Burangkeng.
Di Kabupaten Bekasi, terdapat dua TPST, yakni di Desa Kertamukti Kecamatan Cibitung dan Kota Deltamas. Catatan Radar Bekasi, TPA Burangkeng sudah dinyatakan overload sejak 2014.
Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Bekasi mencatat sampah yang masuk ke TPA Burangkeng berkisar antara 600 ton hingga 700 ton per hari. Dengan adanya TPST, volume sampah yang masuk ke TPA diharapkan bisa berkurang karena sampah akan diproses menjadi produk RDF dan material daur ulang (MDU).
BACA JUGA: TPST Berteknologi RDF Dibangun di Cibitung
TPST di Desa Kertamukti ditargetkan akan dioperasikan pada September mendatang. TPST ini akan mengolah sampah menjadi dua produk utama, yakni RDF dan MDU. TPST yang berdiri di atas lahan seluas 6.000 meter persegi ini dilengkapi dengan beberapa fasilitas, seperti jembatan timbang untuk truk, gazebo untuk beristirahat, kolam retensi, dan bengkel kendaraan.
Uji coba mesin telah dilakukan hingga 30 Juli 2024. Pada tahap uji coba kedua, mesin produksi dapat menghasilkan 25 ton RDF dari 50 ton sampah yang masuk per hari. Uji coba ini dilakukan untuk memantau performa dan kinerja mesin guna memastikan kelancaran operasional di masa mendatang.
“Bersyukurnya adalah kapasitas 50 ton itu telah tercapai sesuai rencana pemrosesan dalam satu hari. Sampah yang masuk adalah campuran, baik non-organik maupun organik. Bahkan kemarin kami menemukan kasur, jadi memang beraneka ragam,” jelas Tim Teknis Pembangunan TPST Kertamukti Balai Prasarana Permukiman Wilayah Jawa Barat (BPPW Jabar), Mutiara Samya, kepada Radar Bekasi, Rabu (31/7).
Teknologi RDF ini terinspirasi dari wilayah Banyumas dan mesin-mesin produksi diambil dari Solo Jawa Tengah. Dengan hadirnya TPST ini, diharapkan dapat mengurangi jumlah sampah yang masuk ke TPA Burangkeng dan menyerap tenaga kerja lokal.
BACA JUGA: Polisi Belum Tangkap Pelaku Pembunuhan Pegawai TPST Bantargebang
Diperkirakan, operasional TPST akan membutuhkan sekitar 50 pekerja, yang akan dilatih oleh BPPW Jabar.
“Kebutuhan di lapangan juga mencakup penyerapan tenaga kerja. Saat ini, pemilahan sampah manual masih lebih efektif untuk memilah material bernilai tinggi. Kami juga melakukan sorting untuk material yang memiliki nilai tinggi dan menghindari sampah yang dapat merusak sistem kerja, seperti tali rafia,” tambah Mutiara.
Sistem pengolahan sampah di TPST ini melibatkan 11 proses: pertama, Bag Opener untuk membuka bungkus sampah; kedua, Disk Scanner untuk memilah serpihan plastik; ketiga, manual sorting untuk memisahkan sampah bernilai jual tinggi; keempat, magnetic separator untuk mengurangi logam; kelima, press reader untuk mencacah sampah organik dan non-organik; keenam, turbos separator untuk memisahkan sampah organik dari non-organik.
“Kemudian, sampah masuk ke proses pengeringan untuk dijadikan bahan bakar terbarukan atau RDF. Proses ini melibatkan drying area, dan organik yang telah di press dengan ball press untuk mengurangi kadar air sebanyak mungkin, kemudian dijemur,” tutur Mutiara.
Secara administrasi, TPST Kertamukti masih dalam tahap rekonstruksi dan uji coba mesin. Serah terima TPST akan dilakukan setelah semua mesin pengolahan dinyatakan 100 persen siap operasional tanpa kendala teknis.
BACA JUGA: Kematian Pegawai TPST Bantargebang, Polisi Curigai Teman Dekat Korban
“Setelah selesai 100 persen pembangunan, kemudian semua kualitas sudah teruji kita serahkan ke DLH atau pemkab bekasi untuk digunakan,” tandasnya.
Sementara itu, TPST di Kota Deltamas telah beroperasi dengan kapasitas awal 25 ton per hari. Konsep ini direncanakan untuk diterapkan secara simultan di berbagai wilayah untuk mengatasi masalah sampah di Kabupaten Bekasi. Selain menekan volume sampah, TPST juga mengubah sampah menjadi bahan bakar alternatif atau RDF.
“Tentu ini langkah baik yang rupanya telah lebih dulu secara inisiatif dibangun oleh kawasan. Sekarang sampah yang diolah masih 25 ton per sif dan masih bisa dimaksimalkan menjadi 50 ton per hari. Ini sudah diolah dan hampir zero waste,” kata Pj Bupati Bekasi Dani Ramdan usai meninjau operasional TPST Kota Deltamas, Selasa (30/7).
Dani menambahkan bahwa langkah serupa perlu diterapkan di berbagai kawasan lain. Ini sejalan dengan upaya pemerintah daerah untuk melibatkan seluruh produsen sampah dalam pengelolaan dan penanganan sampah di Kabupaten Bekasi.
Pihaknya juga siap memberikan insentif kepada dunia usaha yang berinisiatif mengelola sampah sendiri, seperti diskon retribusi pembuangan sampah sisa hasil pengolahan ke TPA. Selain itu, pelayanan prioritas dalam pengurusan izin akan diberikan bagi dunia usaha yang menyiapkan sarana pengolahan sampah.
BACA JUGA: Pegawai TPST Bantargebang Bekasi Sempat Telepon Istri sebelum Ditemukan Tewas
Dorongan ini ditujukan kepada sektor rumah tangga, industri manufaktur, ritel, serta jasa makanan dan minuman.
“Sekarang kami lagi menyusun regulasi agar produsen-produsen sampah mengolah sampahnya sendiri. Nah Kota Deltamas ternyata sudah menjalankan tugas itu dengan mendirikan TPST ini. Kalau semua melakukan hal seperti ini tentu pemerintah daerah akan terbantu. Maka kami juga menawarkan insentif dengan berbagai kemudahan sebagai reward atas inisiatif mereka mengolah sampah,” ucap Dani.
Sementara, Direktur Operasional Kota Deltamas, Tommy Satriotomo, menjelaskan bahwa TPST ini merupakan bagian dari upaya mengurangi jumlah sampah yang masuk ke TPA Burangkeng. Seluruh sampah dari perumahan, kawasan industri, dan area komersial dihimpun di TPST untuk diolah lebih lanjut.
“Sampah-sampah yang masuk ke TPST Kota Deltamas ini adalah sampah-sampah non komersial, tidak memiliki nilai jual. Jadi kami coba untuk didaur ulang dan hanya lima sampai sepuluh persen sisa sampah ini yang dibuang ke TPA,” kata Tommy.
Tommy menambahkan bahwa proses pengolahan sampah menghasilkan residu sebesar 5-10 persen. Sisa sampah yang 90 persen menjadi bahan bakar alternatif pengganti batu bara.
“Misalkan dari semula produksi sampah sampai 25 ton sehari, dengan diolah lebih dulu, sisa residunya hanya 5-10 persen. Sedangkan sisa sampah yang 90 persen menjadi bahan bakar alternatif sebagai pengganti batu bara,” ucapnya.
BACA JUGA: Pegawai TPST Bantargebang Bekasi Ditemukan Tewas, Tangan Terikat Kepala Terbungkus Karung
Selaku pengelola, Direktur PT Mitra Karunia Indah, Ferry Johan, mengungkapkan bahwa sampah di TPST Kota Deltamas terdiri dari dua jenis: organik dan non-organik. Sampah organik diolah dengan metode komposting dan biokonversi menggunakan maggot Black Soldier Fly (BSF), sedangkan sampah non-organik diolah dengan teknologi RDF.
“Sampah-sampah plastik yang kita olah dengan teknologi RDF kita kirim ke pabrik-pabrik semen sebagai bahan bakar pengganti batu bara dan bisa juga dijadikan bahan bakar untuk mengolah aspal. Harga jualnya sekitar Rp250 ribu sampai Rp350 ribu per ton, tergantung kadar basah,” pungkasnya. (ris/and)