Berita Bekasi Nomor Satu

Hegarmukti Culture 2024: Doa Bersama hingga Mengubur Kepala Kerbau

KUBUR: Warga mengubur kepala kerbau saat acara Hajat Bumi, Sabtu (3/8). FOTO: ANDI MARDANI/RADAR BEKASI

RADARBEKASI.ID, BEKASI – Masyarakat Desa Hegarmukti memiliki cara tersendiri untuk bersyukur kepada Yang Maha Kuasa. Mereka mengadakan acara Hajat Bumi dengan tema “Hegarmukti Culture 2024”, Sabtu (3/8).

Acara Hajat Bumi dilaksanakan setiap tahun di Situ Rawa Binong. Kegiatan ini dilakukan dengan doa bersama, penyediaan berbagai makanan, dan penyembelihan seekor kerbau dengan kepala dikubur, dan dagingnya dimakan bersama.

“Sudah ada sejak jaman penjajahan sebelum Indonesia Merdeka. Oleh sebab itu saya sebagai ketua pelaksana mencoba menjaga kelestarian cerita adat masyarakat asli Desa Hegarmukti yang dapat menjadi dampak positif untuk kepentingan publik,” ucapnya.

BACA JUGA: Ngopi Kamtibmas, Warga Sukaraya Keluhkan Pencurian, Tawuran, dan Pinjol

Hajat Bumi dimulai sejak pagi dengan doa bersama yang dipimpin oleh tokoh masyarakat. Doa tersebut merupakan ungkapan syukur atas melimpahnya aliran air dan harapan untuk kesuburan tanah serta rezeki yang melimpah.

Warga makan bersama dengan sajian yang disiapkan secara bergotong royong, menciptakan suasana kebersamaan dan kehangatan. Selain makan bersama, warga juga memeriahkan acara dengan berebut daging kerbau yang disediakan, menjadikan hajatan semakin ramai.

Sementara itu, warga juga meneruskan tradisi dengan mengubur kepala kerbau. Tradisi mengubur kepala kerbau dijelaskan Saepudin sebagai kebiasaan budaya, bukan sebagai bentuk syirik

“Tapi itu bukan maksud bentuk syirik, tapi hanya kebiasaan warga sejak dulu saja. Jadi hanya sebagai budaya saja,” katanya.

Saepudin mengatakan bahwa rasa syukur itu dipanjatkan oleh warga karena sebelumnya wilayah Harjamukti sering dilanda kekeringan. Aliran sungai di desa hanya terisi air saat musim hujan, sedangkan saat kemarau, sungai sering mengering.

BACA JUGA: Pedagang: Jangan Ada Lagi Pungli di Pasar Induk Cibitung

“Karena dulu daerah kami memang sangat kekeringan. Sungai hanya ada air ketika musim hujan, sedangkan saat kemarau, sungai kering. Ketika musim hujan tiba dan air dibendung, itu berhasil. Maka, warga mulai mengadakan syukuran melalui Hajat Bumi. Harapan kami adalah Situ Rawa Binong ini tetap ada, tidak jebol, dan menjadi sumber kesejahteraan bagi masyarakat,” ucapnya.

Berkat air yang dibendung, hingga kini warga tidak kekurangan air. Air mencukupi untuk kebutuhan sehari-hari maupun untuk mengaliri sawah. Bahkan, kata Saepudin, banyak warga dari berbagai daerah datang untuk memandikan hewan ternaknya.

“Air di sini sangat melimpah. Karena hanya di sini airnya banyak, banyak orang datang dari berbagai tempat untuk memandikan kebo. Kami juga mengadakan hajat bumi dengan memotong kerbau dan mengubur kepalanya sebagai simbol,” tambahnya. (and)