RADARBEKASI.ID, BEKASI – Kasus gagal ginjal tercatat di Kota Bekasi cukup tinggi. Berbagai faktor yang berpotensi meningkatkan risiko gagal ginjal harus menjadi perhatian bagi semua kalangan usia, mengingat penderitanya bukan lagi hanya orang dewasa tapi anak-anak hingga remaja.
Menurut data Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Bekasi, selama 2023 terdapat total 10.399 pasien gagal ginjal di Kota Patriot. Para pasien ini menjalani rawat jalan dan rawat inap di berbagai rumah sakit yang tersebar di Kota Bekasi.
“Data penyakit gagal ginjal dirawat jalan rumah sakit se-Kota Bekasi 2023 sebanyak 3.505 pasien. Sedangkan penyakit gagal ginjal dirawat inap rumah sakit di Kota Bekasi sebanyak 6.894 pasien,” jelas Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Dinkes Kota Bekasi, Vevie Herawati, Kamis (8/8).
Berdasarkan kriteria umur, pasien rawat jalan usia 5-14 tahun berjumlah 5 pasien, usia 15-24 tahun berjumlah 80 pasien, usia 25-44 tahun berjumlah 1.195 pasien, usia 45-64 tahun berjumlah 1.922 pasien, dan usia di atas 64 tahun berjumlah 303 pasien.
Untuk pasien rawat inap, 55 pasien usia 15-24 tahun, 1.457 pasien usia 25-44 tahun, 3.918 pasien usia 45-64 tahun, dan 1.699 pasien usia di atas 65 tahun. Dari total pasien rawat inap, sebanyak 78 pasien meninggal dunia.
Lebih lanjut Vevie menyampaikan bahwa banyak faktor yang berpotensi meningkatkan risiko gagal ginjal.
“Diabetes yang tidak terkontrol dan tekanan darah tinggi adalah faktor yang paling umum,” ungkapnya.
Selain itu, pola konsumsi juga berperan. Risiko gagal ginjal bisa meningkat pada seseorang yang jarang mengonsumsi air putih tetapi sering mengonsumsi minuman berenergi dan alkohol.
Pola makan yang sehat sangat penting untuk memberikan energi dan nutrisi yang dibutuhkan tubuh untuk menjalankan fungsinya dengan baik.
BACA JUGA: Obat Ini Diduga Sebabkan Gagal Ginjal Akut, Produsen Tarik Praxion dari Pasar
Menghindari atau membatasi konsumsi makanan dan minuman tertentu dalam pola makan sehari-hari dapat membantu mengurangi beban kerja ginjal dan meningkatkan fungsi ginjal.
“Salah satu langkah pencegahan risiko penyakit tidak menular yang bisa dilakukan adalah dengan gerakan Patuh. Yaitu dengan pemeriksaan kesehatan rutin dan mengikuti anjuran dokter, kemudian atasi penyakit dengan pengobatan yang tepat dan teratur, tetap diet dengan gizi seimbang, upayakan aktivitas fisik dengan aman, lalu hindari asap rokok, alkohol, dan zat karsinogenik lainnya,” paparnya.
Kasus gagal ginjal pada anak juga menjadi perhatian. Data dari Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) menunjukkan bahwa sekitar 1 dari 5 anak Indonesia berusia 12-18 tahun berpotensi mengalami kerusakan ginjal akibat asupan makanan dan minuman yang tidak sehat.
Vevie menyatakan bahwa pengawasan makanan telah dilakukan di Kota Bekasi melalui kegiatan Inspeksi Kesehatan Lingkungan (IKL) di tempat-tempat umum, terutama di lingkungan SD dan SMP.
“Puskesmas melakukan pemeriksaan dengan pengambilan sampel jajanan makanan dengan menggunakan sanitarian kit minimal 1 tahun sekali. Hasil dari IKL kesehatan lingkungan sekolah dan pemeriksaan sampel makanan disampaikan kepada sekolah,” tambahnya.
Konsumsi gula, garam, dan lemak (GGL) yang berlebihan meningkatkan risiko gagal ginjal. Hal ini diatur dalam PP Nomor 28 Tahun 2024, Pasal 195 Ayat (2) yang menyebutkan bahwa produsen, importir, dan distributor pangan olahan yang melebihi batas maksimum kandungan gula, garam, dan lemak dilarang melakukan iklan, promosi, serta sponsor pada waktu, lokasi, dan kelompok sasaran tertentu. Peraturan ini juga mengatur batas maksimal kandungan, penerapan cukai, dan pelabelan.
Saat ini, layanan cuci darah anak belum tersedia di Kota Bekasi, baik di RSUD dr. Chasbullah Abdulmadjid maupun di rumah sakit swasta. Oleh karena itu, pasien anak harus dirujuk ke Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta.
“Di RSUD belum ada pasien cuci darah anak karena kita belum punya dokter spesialis ginjal anak, kalaupun ada kasus kita rujuk ke RSCM,” kata Direktur RSUD dr Chasbullah Abdulmadjid, Kusnanto Saidi.
Hal senada disampaikan oleh Ketua Asosiasi Rumah Sakit Swasta Indonesia (ARSSI) Kota Bekasi, Eko Nugroho. Menurutnya, belum ada pasien cuci darah anak di rumah sakit swasta di Kota Bekasi. Meskipun dokter yang menangani penyakit ginjal pada anak sudah tersedia, konsultan ginjal anak belum ada. Selain itu, perawatan serta dosis obat untuk pasien anak jelas berbeda dengan pasien dewasa.
Eko menyoroti perilaku orangtua yang cenderung mudah memberikan obat kepada anak. Ia mengingatkan kepada orangtua agar tak mudah memberikan obat kepada anak terlebih tanpa resep dokter, dikhawatirkan kandungan pada obat-obat tertentu dapat mengganggu fungsi ginjal.
“Contoh yang paling banyak dikonsumsi itu kandungan Paracetamol. Sedangkan Paracetamol bisa menurunkan fungsi ginjal dan liver kalau sedikit-sedikit minum obat,” ungkapnya.
Terapi pasien gagal ginjal sangat bergantung pada derajat keparahan penyakit. Hanya saja, pada banyak kasus baru terdeteksi pada usia dewasa, saat penyakit yang diderita sudah parah.
“Ada yang misalnya cukup (cuci darah) satu kali saja sudah bersih asal masih bisa berfungsi. Kedepannya (ginjal) masih bisa berfungsi bagus, tinggal dikurangi saja yang bisa membuat ginjal bekerja berat,” tambahnya.
Sementara itu Penasehat Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Perwil Bekasi, Triza Arif Santosa menyampaikan bahwa gagal ginjal pada anak dapat dicegah dengan rutin berolahraga agar sirkulasi darah dan daya tahan tubuh meningkat serta mencukupi cairan pada saat beraktivitas dan kondisi tertentu seperti demam atau diare.
Selain itu, anak juga perlu menjaga berat badan ideal serta membatasi asupan gula dan garam. Upaya lain yang tidak kalah penting adalah deteksi dini dan konsultasi dengan dokter.
“Beberapa penyebab gagal ginjal pada anak seperti infeksi, peradangan ginjal, penyakit autoimun, syok akibat dehidrasi berat, mengkonsumsi obat-obatan yang salah atau ilegal, serta riwayat hipertensi, dan kelainan-kelainan bawaan yang jarang,” terangnya.
Menurutnya, pengawasan jajanan di sekolah dan sekitarnya sangat perlu. Begitu juga pengawasan produk olahan dan industri rumah tangga. Hal ini penting dilakukan untuk mencegah berbagai macam penyakit yang bisa ditularkan melalui makanan atau minuman yang tercemar.
“Begitu juga makanan olahan dan industri kelas rumah tangga, perlu pengawasan dari kandungan bahan olahannya,” tambahnya. (sur)