RADARBEKASI.ID, BEKASI – Ekonom dan Dosen Pasca Sarjana STIE Mulia Pratama, Nur Imam Saifuloh, menilai bahwa kabar Kota Bekasi menjadi kota terbesar kedua di Indonesia cukup realistis.
Hal ini disampaikan oleh Nur menanggapi pernyataan Mantan Menteri Riset dan Teknologi/Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional, Bambang Brodjonegoro, yang menyebut Kota Bekasi telah menggeser Kota Surabaya sebagai kota terbesar kedua di Indonesia.
Kota Bekasi akan menjadi penentu apakah dapat menjadi daerah terbesar kedua dengan memanfaatkan kelebihannya. Kota Bekasi memiliki posisi strategis sebagai daerah penyangga Jakarta, yang membuatnya menarik bagi masyarakat untuk datang. Pertumbuhan jumlah penduduk dapat menjadi energi positif jika dimanfaatkan dengan baik.
“Jumlah penduduk yang besar merupakan potensi besar, karena kota dengan populasi besar berarti memiliki konsumen dalam jumlah banyak,” katanya, Kamis (15/8).
Perputaran ekonomi akan bergerak semakin cepat jika diimbangi dengan pertumbuhan produsen guna memenuhi kebutuhan masyarakat. Oleh karena itu, pemerintah perlu menjaga daya beli masyarakat.
“Sebagai pemerintah, kita harus menjaga daya beli masyarakat, menjaga tingkat inflasi, dan jika mungkin, malah meningkatkan daya beli masyarakat,” ucapnya.
Tingginya jumlah konsumsi dan daya beli yang terus tumbuh akan memacu ekonomi bergerak lebih cepat, serta meningkatkan Produk Domestik Bruto seiring dengan bertambahnya produsen.
Pemerintah juga harus menunjukkan keberpihakan kepada produsen dalam negeri. Terkait pemenuhan kebutuhan yang tidak diproduksi di Kota Bekasi, pemerintah harus memastikan rantai pasokan berjalan dengan baik.
“Misalnya, Kota Bekasi tidak memiliki sawah. Bagaimana kita menjaga daya beli masyarakat untuk kebutuhan pokok harus diperhatikan. Pemerintah harus turun tangan. Jangan sampai distribusi dari daerah ke kota terhambat,” tambahnya.
Namun, kelebihan jumlah penduduk yang tidak dimanfaatkan dengan baik justru dapat memicu masalah sosial, seperti tingginya angka pengangguran dan kemiskinan.
Pernyataan Bambang disampaikan Kantor Kementerian PUPR, Jakarta Selatan, Rabu (14/8).
“Kalau kita update, data berdasarkan kependudukan, berdasarkan Dukcapilnya, KTP-nya di mana, kota terbesar nomor satu itu tetap Jakarta. Masalahnya kota kedua itu sudah Bekasi, bukan lagi Surabaya, Surabaya itu nomor tiga,” kata Bambang.
Setelah Surabaya di posisi ketiga, Bambang mengatakan bahwa kota terbesar nomor keempat di Indonesia masih Bandung. Tapi, posisi kelima kini bukan lagi Medan melainkan Depok. Medan berada di posisi keenam, sementara posisi ketujuh dipegang oleh Tangerang.
Ia mengaku lupa urutan posisi kota kedelapan dan kesembilan terbesar di Indonesia, tapi Bambang mengingat bahwa kota terbesar kesepuluh di Indonesia adalah Tangerang Selatan yang notabene baru dimekarkan pada 2006 dan menjadi daerah termuda di wilayah aglomerasi Jabodetabek. Bogor sendiri disebutnya sudah terlempar dari daftar 10 kota terbesar di Indonesia.
Menurut Bambang, daftar terbaru tersebut menunjukkan fakta menarik. Ini berarti pola urbanisasi masyarakat Indonesia semakin besar. Sekitar 60 persen penduduk Indonesia sudah tinggal di darah perkotaan, namun yang jadi persoalan adalah jumlah penduduk di Jakarta sebenarnya stagnan. Yang semakin naik adalah jumlah kota-kota satelit yang terletak di wilayah Jakarta.
Ia mengatakan bahwa situasi ini tidak sehat sebab disparitas jumlah penduduk alias ketimpangan antara masyarakat Indonesia sangat besar. Padahal, Indonesia adalah negara kepulauan di mana jarak antara wilayah terhitung sangat lebar.
“Jakarta seolah-olah stagnan 10 juta (penduduk), 10 juta. Tapi teman-teman yang di (sekitar) Jakarta ini yang nambahnya luar biasa. Jadi lima dari 10 kota terbesar di Indonesia itu ada di wilayah Jabodetabek,” jelas dia. (sur)