Berita Bekasi Nomor Satu
Bisnis  

Kang Bekasi Bawa Semangat Padepokan Sima Maung Lestarikan Kebudayaan Betawi  

Guru Besar Padepokan Sima Maung, Tubagus Lukman Hasan (51), menunjukkan produk golok, Senin (19/8). FOTO: EKO ISKANDAR/RADAR BEKASI

RADARBEKASI.ID, BEKASI – Sebuah plang bertuliskan “Padepokan Sima Maung Program Kang Bekasi Kampung Seni Budaya Khas Betawi PT Pertamina (Persero) melalui PT Pertamina EP Zona 7 Tambun Field” menyambut setiap mata yang berkunjung, Senin (19/8).

Terletak di tengah permukiman RT 03 RW 03 Desa Kedungjaya Kecamatan Babelan Kabupaten Bekasi, padepokan ini tersembunyi di balik hiruk-pikuk perkotaan.

Dari Jalan Raya Pertamina, akses menuju lokasi hanya bisa ditempuh dengan kendaraan roda dua melalui gang sempit sejauh 100 meter. Sementara itu, dari pusat Kota Bekasi, jaraknya sekitar 14 km atau memerlukan waktu sekitar 40 menit menggunakan kendaraan roda empat.

Bangunan dua lantai padepokan itu sekilas tak ubahnya seperti rumah biasa. Namun, di dalamnya memancarkan keotentikan budaya lokal. Di ruang utama seluas sekitar 5 x 7 meter dipenuhi dengan pajangan yang mengisahkan sejarah dan warisan budaya.

Mulai dari foto-foto, sertifikat Ikatan Pencak Silat Indonesia (IPSI), golok, celurit, dan peraturan padepokan. Di sudut ruangan, terdapat sepeda ontel yang masih terjaga kondisinya.

Pada siang itu, Guru Besar Padepokan Sima Maung, Tubagus Lukman Hasan (51), duduk bersila di atas hamparan karpet berwarna abu-abu. Tepat di belakangnya, sebuah poster besar menampilkan foto dirinya bersama almarhum sang ayah, Raden Mochamad Hasan bin Achnan, tokoh asal Banten.

Babeh, sapaan akrab Tubagus Lukman Hasan, didampingi Cang Roy (Instruktur Palang Pintu), Ki Sawal Jagur (Koordinator Alat Musik Tradisional), Encik (Pengrajin Pin Golok), Fajar (Pengrajin Golok), Nipan (Pengrajin Ondel-ondel), dan Bunga (Pelatih Tari Tradisional).

“Padepokan Sima Maung ini sebenarnya sudah berdiri sejak 1964. Namun, saya baru mendapat tanggung jawab dari orangtua mulai 1990,” ungkap Babeh membuka obrolan bersama wartawan dan tim dari PT Pertamina EP Zona 7 Tambun Field.

Dengan pakaian tradisional padepokan berwarna serba hitam yang membalut tubuhnya dan blangkon di kepalanya, Babeh dengan bangga menjelaskan bahwa nama “Sima Maung” mengandung makna mendalam. “Simau” berarti karismatik dan “Maung” berarti harimau. Kombinasi kata ini menggambarkan sosok yang berkarisma dan berwibawa.

Meski terlahir dari darah Banten, Babeh tetap menjunjung tinggi nilai-nilai budaya Betawi. Baginya, peribahasa “Di mana bumi dipijak, di situ langit dijunjung” menjadi prinsip yang selalu ia pegang teguh.

“Aliran kami memang dari Banten, tetapi karena berada di tanah Betawi, maka kami mengedepankan budaya Betawi,” jelas Babeh, penuh dengan kebanggaan terhadap warisan yang telah dititipkan kepadanya.

Sebuah plang bertuliskan “Padepokan Sima Maung Program Kang Bekasi Kampung Seni Budaya Khas Betawi PT Pertamina (Persero) melalui PT Pertamina EP Zona 7 Tambun Field” terpampang, Senin (19/8). FOTO: EKO ISKANDAR/RADAR BEKASI

Di bawah kepemimpinannya, Padepokan Sima Maung tidak hanya menjadi tempat untuk belajar Pencak Silat. Tetapi juga sebagai pusat pelestarian kebudayaan lainnya.

“Alhamdulillah, sejak 2019 kami mulai memproduksi golok secara tradisional,” ungkap pria kelahiran Bekasi, 16 Juni 1973 ini.

Produksi ini kemudian berkembang menjadi lebih beragam dengan adanya pin golok sejak 2011 dan ondel-ondel pada 2020. Dukungan dari PT Pertamina EP Zona 7 Tambun Field melalui program Kampung Seni Budaya Khas Betawi (Kang Bekasi) sejak 2021 memberikan dampak signifikan bagi Padepokan Sima Maung.

“Dukungan dari Pertamina ini buat kita lebih semangat melestarikan kebudayaan Betawi. Yang tadinya jatuh bangun, sekarang sudah bisa jalan lantai,” kata Babeh sambil tersenyum.

Matras latihan, alat musik tradisional, hingga perlengkapan sekretariatan yang dahulunya hanya angan, kini sudah menjadi kenyataan berkat program tersebut.

Program Kang Bekasi sejalan dengan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan atau SDGs Nomor 11 tentang Kota dan Komunitas yang Berkelanjutan, yang berusaha memastikan bahwa perkembangan budaya tidak tersisih oleh arus modernisasi.

Melalui dukungan perusahaan pelat merah di bidang energi itu, Padepokan Sima Maung bukan hanya bertahan. Tetapi juga berkembang menjadi pusat budaya yang semakin dikenal luas hingga Jabodetabek. Produk inovatif seperti golok dan pin golok berbahan limbah batok kelapa dan serbuk kayu menjadi ciri khasnya.

Produk golok, pin golok, dan minyak Sima Maung, Senin (19/8). FOTO: EKO ISKANDAR/RADAR BEKASI

Tak hanya itu, Padepokan Sima Maung juga merambah ke dunia herbal dengan produk andalannya, minyak maung. Produk yang diberikan doa-doa saat majlis tawasul setiap malam Jumat ini diyakini memiliki khasiat untuk berbagai macam penyakit.

“Kami juga ada produk herbal yang sedang dalam tahap penelitian oleh Pertamina dan Unpad,” tambah Babeh dengan antusias.

Saat ini, Padepokan Sima Maung di pusat ini membina sekitar 120 anak didik tanpa memungut biaya. Di lantai dua, mereka berlatih silat dan tari tradisional. Sementara di bagian belakang padepokan, tangan-tangan terampil menciptakan golok, pin golok, ondel-ondel, hingga produk herbal.

Produk golok dibanderol sekitar Rp500 ribu per pcs, tergantung bentuk gagangnya, sementara pin golok dijual seharga Rp25 ribu per pcs. Proses pembuatannya bergantung pada tingkat kesulitan. Satu golok yang lebih rumit bisa memakan waktu hingga tiga hari, sementara pin golok dapat diproduksi hingga 30 unit per hari, dan ondel-ondel memerlukan waktu sekitar satu minggu untuk diselesaikan.

Bagi Babeh, semua yang diajarkan kepada anak didiknya bukan sekadar upaya melestarikan budaya, tetapi juga memberikan keterampilan yang dapat menjadi bekal hidup.

“Ketika mereka sudah punya keterampilan, mereka bisa kembali ke masyarakat dan mengembangkan usaha sendiri,” tutup Babeh.

PT Pertamina EP Zona 7 Tambun Field secara berkelanjutan memberikan dukungan penuh kepada Padepokan Sima Maung. Dukungan itu semakin memperkuat keyakinan Babeh bahwa warisan budaya yang ia jaga akan tetap hidup. Tidak hanya untuk generasi hari ini, tetapi juga masa depan.

Sementara itu, Head of Communications Relations and CID Pertamina EP Zona 7, Wazirul Luthfi, mengungkapkan bantuan yang telah diberikan kepada Padepokan Sima Maung berupa peralatan dan perlengkapan penunjang seperti cat untuk padepokan, matras, seragam tari, seragam silat, sound system, layar, kipas angin, lampu jalan solar cell, serta alat untuk pembuatan golok.

Selain itu, pelatihan manajemen kelompok, bantuan hak cipta 15 jurus silat, serta alat musik: saron, gong, bonang, gendang, gambang, panerus, gambang, biola Sunda, dan banjaran juga telah diberikan.

Menurut Wazirul, sejak bantuan diberikan pada 2021, kini Padepokan Sima Maung semakin berkembang. “Kesenian yang dilestarikan semakin banyak. Awalnya hanya silat, tari, ondel-ondel, dan palang pintu. Kini ada golok yang memanfaatkan limbah batok kelapa dan serbuk kayu, serta seni musik tradisional,” ujarnya.

Jurus silat buatan kelompok juga telah mendapatkan hak cipta dan rencananya akan didokumentasikan dalam bentuk buku. Untuk memperluas dampak, kelompok ini juga melatih kesenian musik tradisional untuk kelompok disabilitas, bekerja sama dengan Himpunan Wanita Disabilitas Indonesia (HWDI) Kabupaten Bekasi dan Disabilitas Produktif dan Mandiri (Disproman) Kabupaten Bekasi.

“Kondisi generasi muda saat ini yang rentan terhadap pergaulan bebas dan kurang berminat melestarikan seni budaya bangsa sendiri menjadi alasan kami mendukung program Kang Bekasi di Padepokan Sima Maung,” pungkas Wazirul. (oke)