Berita Bekasi Nomor Satu

Marak Kasus Kekerasan Perempuan – Anak, Pemkab Bekasi Siapkan Langkah Strategis  

Pj Bupati Bekasi, Dedy Supriyadi saat memimpin rapat bersama unsur Forkopimda membahas strategi pencegahan dan penanganan kasus terhadap perempuan dan anak di Kabupaten Bekasi. Rapat berlangsung di ruang rapat KH. R Ma'mun Nawawi Gedung Bupati Bekasi, Kamis (12/9). FOTO: PROKOPIM PEMKAB BEKASI
RADARBEKASI.ID, BEKASI – Menindaklanjuti maraknya kasus kekerasan terhadap anak dan perempuan, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bekasi akan menyiapkan langkah strategis.
Sepanjang 2023, terdapat 269 kasus berdasarkan data dari Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A), dengan kekerasan seksual menjadi kasus yang dominan. Menurut catatan Radar Bekasi, DP3A menghimpun 150 kasus  selama periode Januari hingga Juni 2024.
Pada Kamis (12/9), Penjabat Bupati Bekasi Dedy Supriyadi memimpin rapat bersama unsur Forkopimda membahas strategi pencegahan dan penanganan kasus terhadap perempuan dan anak di Kabupaten Bekasi. Rapat berlangsung di ruang rapat KH. R Ma’mun Nawawi Gedung Bupati Bekasi.
Pj Bupati menjelaskan bahwa rapat ini bertujuan untuk mendapatkan masukan dari berbagai pihak mengenai langkah konkret yang harus diambil oleh Pemkab Bekasi dalam menangani kekerasan, terutama yang terjadi di sekolah-sekolah dan dapat mengakibatkan hilangnya nyawa seseorang.
“Kita akan laksanakan upaya konkret dalam menjawab permasalahan kekerasan dan tawuran yang bisa berakibat menghilangkan nyawa orang,” tutur Dedy dikutip dari laman Prokopim.
Dengan meningkatnya jumlah kasus kekerasan di Kabupaten Bekasi pada 2024, Pj Bupati menilai bahwa situasi ini merupakan keadaan darurat yang memerlukan solusi segera dengan dukungan semua pihak.
Generasi muda harus diselamatkan dari hal-hal negatif agar Kabupaten Bekasi dapat berkontribusi dalam mewujudkan Indonesia Emas 2045.
“Kita cukup prihatin dan harus diselamatkan semua, baik itu ibu, anak, dan generasi muda. Ini sudah darurat, termasuk darurat obat-obatan terlarang karena ada indikasi terpicu dari hal tersebut,” lanjutnya.
Peran aktif sekolah melalui Tim Pencegahan dan Penanganan Kekerasan juga penting untuk mencegah kasus bullying, kekerasan seksual, dan tawuran antar sekolah.
Evaluasi terhadap tim tersebut akan dilakukan untuk memastikan kinerjanya optimal dalam pencegahan kekerasan baru.
“Kita akan evaluasi kembali karena timnya sudah dibentuk, tapi apakah optimal atau belum. Saya akan mengeluarkan instruksi agar antar sekolah yang saling berkonflik juga bisa melakukan upaya-upaya pencegahan,” tutupnya.
Sementara itu, Plt Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kabupaten Bekasi, Iis Sandra Yanti, menjelaskan selama empat tahun terakhir jumlah kasus kekerasan meningkat. Pada 2020 tercatat 70 kasus dan 2023 meningkat menjadi 269 kasus.
“Dari 269 kasus ini, kasus kekerasan fisik sebanyak 34 kasus, kekerasan seksual 42 kasus, KBGO 17 kasus, KDRT 51 kasus, bullying 18 kasus, persetubuhan 32 kasus, dan lainnya 72 kasus termasuk tawuran,” jelasnya.
Menurutnya, tingginya kasus kekerasan menjadikan Kabupaten Bekasi menduduki peringkat kedua di Jawa Barat dalam hal angka kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak dari 27 kabupaten dan kota.
“Kita di Kabupaten Bekasi menduduki peringkat kedua di Jawa Barat dalam angka kasus kekerasan pada perempuan dan anak, dari 27 kabupaten dan kota,” jelasnya saat menyampaikan strategi pencegahan.
DP3A telah berkolaborasi dengan berbagai pihak seperti kepolisian, Kejaksaan, Kemenag, Bapas, LPSK, KPAD, Kodim 0509/Kabupaten Bekasi, Komnas Perempuan, Komnas Anak, Himpunan Wanita Disabilitas Indonesia, Balai Perempuan, serta perangkat daerah Kabupaten Bekasi dalam menanggulangi kasus kekerasan.
Antara lain membentuk UPTD Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) serta layanan perlindungan di kecamatan dan desa untuk mempercepat penanganan kasus. Saat ini, PATBM (Perlindungan Anak Terpadu Berbasis Masyarakat) telah dibentuk di tujuh desa dari target keseluruhan.
Dalam pembahasan rapat ini, terang Iis, dibahas secara fokus mengenai Sekolah Kompol yang leading sektornya ada di Kesbangpol.
“Yang akan kita upayakan selanjutnya yaitu program anak membutuhkan perlindungan khusus (AMPK), kasus tawuran, bullying, itu merupakan AMPK, kemudian Sekolah Kompol dan pengoptimalan TPPK di sekolah, agar kita tahu sejauh mana bisa menyelesaikan dan bekerja jangan sampai di sekolah terjadi bullying atau tawuran,” pungkasnya. (oke)