RADARBEKASI.ID,BEKASI-Nama Bjorka kembali mencuat setelah disebut telah membocorkan data 6,6 juta pemegang Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), termasuk milik Presiden Joko Widodo, dan kedua putranya Gibran Rakabuming Raka dan Kaesang Pangarep. Pendiri Ethical Hacker Indonesia Teguh Aprianto dalam unggahannya di media sosial X mengungkapkan bahwa data NPWP itu diperjualbelikan dengan harga sekitar Rp 150 juta.
“Sebanyak 6 juta data NPWP diperjualbelikan dengan harga sekitar 150 juta rupiah. Data yg bocor diantaranya NIK, NPWP, alamat, no hp, email dll. NPWP milik Jokowi, Gibran, Kaesang, Menkominfo, Sri Mulyani & menteri lainnya juga dibocorkan di sampel yang diberikan oleh pelaku,” tulis Teguh dalam unggahannya yang dilansir dari JPNN, Jumat (20/9).
Teguh juga menyertakan tangkapan layar unggahan penjahat siber di Breach Forums. Dalam tangkapan layar tersebut, unggahan tampak dibuat oleh Bjorka pada September 2024. Total ada 6,6 juta yang dijual dalam forum tersebut. Data-data tersebut dibanderol dengan harga US$10 ribu atau sekitar Rp 153,1 miliar.
BACA JUGA:Situs KPU Dilaporkan Dibobol Hacker, Ratusan Juta Data Pemilih Bocor
Menanggapi hal itu, Presiden Joko Widodo mengaku telah memerintahkan Kemenkominfo, Kementerian Keuangan, dan BSSN untuk memitigasi kebocaran data Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) miliknya dan sekitar 6 juta penduduk Indonesia yang dijual di Breach Forum oleh Hacker Bjorka.
“Saya sudah perintahkan Kominfo dan Kementerian Keuangan untuk memitigasi secepatnya. Termasuk BSSN untuk memitigasi secepatnya,” katanya saat diwawancari setelah meresmikan Tol Solo-Yogyakarta di Banyudono, Boyolali, Kamis (19/9).
Menurut Presiden, peristiwa kebocoran data merupakan hal yang biasa terjadi pada era dunia digital. Kasus tersebut tidak hanya terjadi di Indonesa melainkan juga terjadi di negara-negara lain.
BACA JUGA:PDN Diserang Ransomware, Komika Ernest Prakarsa Sindir Kominfo
“Peristiwa seperti ini, kan, juga terjadi di negara-negara lain,” katanya.
Jokowi menjelaskan data pribadi seseorang bisa dicuri seseorang karena keteledoran. Selain itu penggunaan lokasi penyimpanan data yang berbeda-beda juga bisa menjadi ruang melakukan peretasan.
“Kebocoran data itu mungkin karena keteledoran. Bisa terjadi karena penyimpanan data yang juga terlalu banyak di tempat yang berbeda dan bisa menjadi ruang untuk diretas,” beber Jokowi. (ce1)