Berita Bekasi Nomor Satu

Pemkot Bekasi – FKUB Fasilitasi Tempat Beribadah Jemaat GMIM

RAPAT: Ketua FKUB Abdul Manan (memakai batik) saat memimpin rapat bersama perwakilan warga dan pemerintah wilayah setempat, beberapa waktu lalu.

RADARBEKASI.ID, BEKASI – Dugaan aksi intoleransi yang dilakukan Masriwati, seorang Aparatur Sipil Negara (ASN) Pemerintah Kota Bekasi, rupanya merupakan puncak dari rentetan protes yang terlambat dipadamkan.

Pemerintah Kota (Pemkot) Bekasi dan Forum Kerumunan Umat Beragama (FKUB) harus turun tangan untuk mencari solusi atas persoalan sensitif ini.

Rapat yang berlangsung di Kompleks Balai Kota Bekasi kemarin juga dihadiri oleh Kepala Badan Kesbangpol, tokoh agama serta perwakilan pejabat wilayah. Seperti Lurah Kayuringin Jaya dan Camat Bekasi Selatan.

Rapat tersebut akhirnya menyepakati beberapa poin yang akan ditindaklanjuti. Salah satunya  mengupayakan tempat beribadah di lokasi lain untuk jemaat Gereja Masehi Injili Minahasa (GMIM).

BACA JUGA: Diduga Terganggu Ibadah, Pejabat Pemkot Bekasi Ngamuk

“Intinya diupayakan untuk lurah, camat beserta ketua PGIS (Persekutuan Gereja Indonesia Setempat) dan tim memfasilitasi untuk mencari lokasi untuk pelaksanaan ibadah, diantaranya di gereja GKO Kayuringin,” kata Ketua FKUB Kota Bekasi, Abdul Manan.

Diberitakan sebelumnya, aksi ngamuk Masriwati terhadap jemaat GMIM yang melangsungkan ibadah di dekat kediamannya, viral di lini massa media sosial.

Informasi yang didapat Radar Bekasi, aksi ngamuk Masriwati di Jalan Siput Raya Kelurahan Kayuringinjaya Kecamatan Bekasi Selatan Kota Bekasi, akhir pekan kemarin, merupakan puncak konflik keberadaan aktivitas beribadah jemaat GMIM.

FKUB telah mencatat rentetan upaya meredam aksi penolakan telah dilakukan sejak Juli lalu. Dimana, tepatnya pada 28 Juli 2024 FKUB menerima informasi berupa keluhan dari Masriwati.

Dalam dokumen perjanjian yang ada, GMIM memang menyewa rumah tersebut untuk aktivitas ibadah. Hal ini terbukti dari surat perjanjian sewa rumah yang ditunjukan kepada FKUB. Abdul Manan pun meneruskan informasi tersebut dan berkoordinasi dengan lurah.

Pada 30 Juli 2024, lurah mengadakan rapat bersama dengan pengurus RT, RW, Masriwati, pemilik rumah, dan Majelis Umat Beragama (MUB) kelurahan.

Rapat dilanjutkan oleh pengurus lingkungan bersama dengan warga pada  21 Agustus 2024, didapati adanya penolakan dari sebagian warga jika rumah di Jalan Siput Raya tersebut digunakan sebagai tempat ibadah dan gereja.

“Lalu 26 Agustus, RW membuat laporan atas keberatan warga ini terhadap rumah yang digunakan untuk ibadah. Adapun surat tersebut ditujukan kepada pak lurah dan Babinsa,” ungkapnya.

Pengurus RW 09 juga mengirimkan surat tersebut kepada pemilik dan penyewa rumah pada  2 September 2024. Surat tersebut menjelaskan adanya keberatan dari warga RT 001 sampai 005.

Lantaran persoalan tersebut terus bergulir, FKUB pada 9 September 2024 menggelar rapat pleno, dilanjutkan dengan rapat yang digelar pada hari berikutnya. Rapat pada 10 September 2024 tersebut dilaksanakan bersama dengan lurah, KUA Kecamatan Bekasi Selatan, Danramil, Kapolsek, dan MUB Kecamatan. Hasil rapat tersebut telah dilaporkan kepada Pj Wali Kota Bekasi.

Sebelum persoalan memuncak pada 22 September 2024, rapat kembali sempat digelar bersama dengan panitia GMIM dan pengurus PGIS untuk mencari solusi.

Rapat tersebut menyepakati lima poin, diantaranya berupa kesepakatan untuk menjaga kondusifitas wilayah, mendukung Kota Bekasi untuk mendapat penghargaan sebagai kota toleran nomor satu, serta mencari alternatif lokasi untuk dijadikan tempat ibadah.

“Jangan sampai ada persoalan yang bisa menimbulkan perpecahan. Di samping itu juga disarankan, seyogyanya untuk coba diupayakan jemaat gereja itu bisa mencari lokasi yang tidak jauh dari situ, supaya dapat beribadah dengan lancar,” paparnya.

Atas peristiwa ini, Abdul Manan berharap kepada masyarakat Kota Bekasi dapat menjalankan kehidupan bermasyarakat dengan baik. Kondisi demografi Kota Bekasi saat ini layak untuk disebut sebagai miniatur Indonesia, dimana ada beragam suku, etnis, dan agama yang tinggal di kota dengan 2,6 juta penduduk ini.

“Saya tentu sangat mengharapkan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara itu dapat dijalankan dengan baik. Saling menghormati, saling menghargai, walaupun kita berbeda asal-usul, berbeda agama,” tambahnya.

Mengacu pada Peraturan Wali Kota tentang tata cara pendirian rumah ibadat nomor 109 tahun 2019, rumah ibadat adalah bangunan yang dibangun untuk kepentingan ibadat bagi sekelompok umat beragama. Sedangkan izin sementara adalah izin yang diterbitkan oleh wali kota bagi bangunan yang akan diperuntukkan untuk kegiatan ibadah.

Syarat administrasi terkait dengan izin sementara pemanfaatan bangunan gedung ini meliputi izin tertulis pemilik bangunan, pernyataan tidak berkeberatan dari masyarakat lingkungan setempat paling sedikit 60 orang yang diketahui oleh

RT dan RW dan disahkan oleh Lurah dengan melampirkan bukti rekaman Kartu Tanda Penduduk (KTP), rekomendasi tertulis Lurah diketahui Camat, pelaporan tertulis kepada FKUB, pelaporan tertulis kepada Kepala Kantor Kemenag Kota Bekasi, pelaporan tertulis kepada Kepala Badan Kesbangpol.

Dalam ketentuan pengganti Peraturan Wali Kota Bekasi nomor 16 tahun 2006 tersebut, penerbitan surat pemberian izin sementara dapat dilimpahkan kepada camat setelah memperhatikan pendapat tertulis kepala kantor kementerian agama dan FKUB Kota Bekasi.

Terkait dengan salah satu ASN dalam video yang menjadi perbincangan di lini masa media sosial belakangan ini, Pemkot Bekasi akan memanggil yang bersangkutan. Setelah mendapatkan keterangan dari semua pihak dan menemukan titik terang persoalan ini, keputusan akan diambil sesuai dengan ketentuan, termasuk yang berkaitan dengan ASN tersebut.

“Biarkan Pemerintah Kota Bekasi untuk memanggil dulu para pihak, sehingga kita mendengar semua dan kita akan melakukan penyelesaian sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. Secepatnya,” kata Pj Wali Kota Bekasi, Raden Gani Muhamad. (sur)