Berita Bekasi Nomor Satu

Segitiga Restitusi Menumbuhkan Disiplin Positif di Sekolah

ILUSTRASI: Sejumlah siswa SDN Jatiasih X Kota Bekasi mengikuti upacara di sekolah. DEWI WARDAH/RADAR BEKASI    

RADARBEKASI.ID, BEKASI – Segitiga restitusi bukan hukuman, melainkan proses untuk membantu siswa memperbaiki kesalahan mereka dan kembali ke kelompok dengan karakter yang lebih kuat.

Selain itu, segitiga restitusi juga merupakan salah satu pendekatan disiplin positif, yang dapat menumbuhkan kesadaran siswa untuk memperbaiki kesalahan agar menjadi pribadi yang lebih baik

Pengawas Gugus I dan II SDN Kota Bekasi, Supyanto, menjelaskan dalam Kurikulum Merdeka tidak ada hukuman verbal maupun nonverbal kepada siswa, sehingga dapat menjadi salah satu pendekatan disiplin positif.

Pendekatan ini bertujuan, agar siswa tidak mengalami rasa sakit hati dan tidak menimbulkan efek jera yang tidak sesuai dengan kesalahan yang dilakukan.

“Dalam Kurikulum Merdeka maupun kurikulum sebelumnya, tidak dibenarkan melakukan hukuman verbal maupun non-verbal,” ujarnya kepada Radar Bekasi.

Kebijakan yang mengandung kekerasan, juga termasuk bentuk kekerasan. Hal ini tercantum dalam Permendikbudristek No 46 Tahun 2023 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan (PPKSP).

“Hati-hati, jangan sampai tata tertib sekolah, sanksinya penuh dengan hukuman fisik, jatuhnya nanti kekerasan,” ucap Supyanto.

Kata dia, kesepakatan kelas merupakan aturan yang dibuat bersama, tidak sepihak, antara siswa, guru dan juga sekolah, sehingga menimbulkan rasa tanggung jawab atas kesepakatan yang dibuat.

“Tujuan segitiga restitusi itu bukan hukuman, melainkan proses untuk membantu siswa memperbaiki kesalahan mereka dan kembali ke kelompok dengan karakter yang lebih kuat,” terangnya.

Menurut Supyanto, bahwa segitiga restitusi merupakan kesadaran siswa jika melakukan pelanggaran, agar dapat mempertanggung jawabkan kesalahannya yang bisa disebut dengan konsekuensi.

“Dengan adanya kesepakatan bersama, sehingga jika dilanggar maka harus mempertanggung jawabkan perbuatan masing-masing,” bebernya.

Supyanto menegaskan, hukuman tidak boleh bersifat ancaman, bullying apalagi berupa hukuman fisik.

“Oleh karena itu, tidak boleh ada hukuman yang bersifat ancaman apalagi fisik,” bebernya.

Ditambahkan Supyanto, saat ini sekolah harus berorientasi kepada empal hal, yaitu pembelajaran yang berpihak kepada peserta didik, menciptakan pembelajaran yang aman dan nyaman, memaksimalkan potensi peserta didik, serta memberikan pembelajaran yang bermakna kepada anak-anak.

“Sekolah harus berorientasi kepada empat hal dan itu, dan wajib diterapkan,” tandasnya. (dew)