RADARBEKASI.ID, BEKASI – Keberpihakan Pemerintah Kota (Pemkot) Bekasi terhadap keberlangsungan angkot tengah ditunggu oleh sopir, pengusaha, hingga organisasi angkutan darat (Organda). Meskipun hal tersebut sulit untuk terealisasi.
Pengamat Transportasi, Harun Al Rasyid menyampaikan bahwa untuk kota seperti Bekasi dibutuhkan sistem transportasi yang efisien, aman, dan nyaman.
Terutama aspek keamanan dan kenyamanan, keduanya sangat dibutuhkan sehingga membuat masyarakat memilih dan menggunakan moda transportasi tersebut.
“Aman dan nyaman ini menjadi kata kunci sekarang ini, kenapa kemudian banyak angkutan kota dan lain sebagainya itu menjadi pilihan utama,” katanya, Minggu (6/10).
BACA JUGA: Respons Pengaduan Sopir Angkot Soal BisKita, Ketua DPRD: Kita Bakal Panggil Dishub
Berdasarkan beberapa poin aspirasi yang disampaikan, sopir hingga pengusaha angkot ini menyuarakan subsidi dari pemerintah, peremajaan kendaraan, hingga penataan transportasi.
Menyikapi itu, kemampuan pengelolaan angkot yang dilakukan pengusaha pun saat ini memang sangat terbatas.
“Ini kan soal pilihan ya, kalau memang pemerintah memilih angkot sebagai pengembangan layanan transportasi untu mempercepat akses, maka pilihannya adalah subsidi. Jika ditanggung oleh perorangan tanpa subdisi saya kira agak sulit,” ucapnya.
Subsidi tersebut dapat diberikan jika ada kerja sama dengan pemerintah. Subsidi tersebutlah juga bisa diberikan kepada kelompok atau badan usaha. Maka menurutnya, pemerintah perlu mendorong pengelolaan bisnis angkot dari perorangan menjadi badan usaha.
Selain dari sisi operasional dan ongkos transportasi, angkot saat ini juga harus bersaing dengan budaya masyarakat yang cenderung ingin kemudahan.
Kondisi ini membuat moda transportasi yang memiliki sejarah panjang di Indonesia tersebut harus bersaing dengan transportasi lain seperti transportasi online.
BACA JUGA: Penghasilan Sopir Angkot di Kota Bekasi Merosot Sejak BisKita Beroperasi
Selain itu perubahan rute atau rerouting angkot juga perlu dilakukan di ruas yang saat ini telah beroperasi transportasi massal atau bus. Kebijakan ini pernah dijalankan pada saat Harun duduk di Dewan Transportasi Kota Bekasi (DTKB), dimana angkot diposisikan sebagai feeder.
Bahkan, angkot saat itu dibekali aplikasi untuk memudahkan penumpang. Ia menyampaikan bahwa selain intervensi pemerintah, diperlukan kesadaran dari pengusaha atau supir angkot meningkatkan pelayanannya.
“Masyarakat kan punya hak untuk memilih. Kalau memang itu tidak ada kesadaran meningkatkan kenyamanan, tetap saja masyarakat akan meninggalkannya,” tambahnya.
Terpisah, Wakil Ketua Pemberdayaan dan Pengembangan Wilayah Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI), Djoko Setijowarno menyampaikan bahwa Pemkot Bekasi bisa meniru Pemkot Tangerang dengan menyisihkan APBDnya untuk subsidi transportasi. Dengan kata lain, Pemkot perlu menyiapkan anggaran subsidi untuk transportasi dari APBD.
“Pemkot Bekasi bisa meniru Pemkot Tangerang. Walaupun APBDnya lebih kecil dari Pemkot Bekasi, tapi mau menyisihkan anggaran buat bus Tayo Rp40an miliar,” ungkapnya. (sur)