RADARBEKASI.ID, BEKASI – Perwakilan 225 Perguruan Tinggi Swasta mengikuti sosialisasi mengenai Permendikbudristek Nomor 55 Tahun 2024 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Lingkungan Perguruan Tinggi (PPKPT). Acara ini berlangsung di Grha Tanoto Ubhara Jaya Kampus Bekasi, Rabu (20/11).
Sosialisasi tersebut diadakan oleh Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi Wilayah III Jakarta bekerja sama dengan Universitas Bhayangkara Jakarta Raya (Ubhara Jaya). Sosialisasi bertujuan mencegah terjadinya tindakan kekerasan di lingkungan perguruan tinggi.
Rektor Ubhara Jaya, Bambang Karsono, mengungkapkan bahwa sebelumnya tindak penanganan kekerasan di perguruan tinggi diatur dalam Permenristekdikti Nomor 30 Tahun 2021, yang lebih fokus pada penanganan kekerasan seksual di lingkungan kampus.
“Permendikbudristek yang baru ini, dibuat dengan pertimbangan bahwa dengan meningkatnya kekerasan dalam berbagai bentuk di perguruan tinggi serta untuk menjamin penyelenggaraan pendidikan yang aman, nyaman serta bebas dari kekerasan,” ucap Rektor dalam sambutannya.
Bambang menegaskan bahwa sosialisasi ini sangat penting karena adanya perubahan kebijakan dan penyesuaian terhadap aturan baru. Ia menyampaikan bahwa Ubhara Jaya sebelumnya telah membentuk Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (Satgas PPKS), yang anggotanya terdiri dari mahasiswa, tenaga kependidikan, dan dosen.
“Ubhara Jaya merupakan salah satu kampus swasta yang pertama membentuk Satgas PPKS. Sesuai dengan perjalanan regulasi yang ada, maka dengan Permendikbudristek yang baru, akan membuat kami menyesuaikan dengan aturan baru tersebut,” jelas Rektor Ubhara Jaya lebih lanjut.
Sementara itu, Kepala LLDikti Wilayah III Jakarta, Toni Toharudin, mengatakan sosialisasi Permendikbudristek Nomor 55 Tahun 2024 ini jelas sangat dibutuhkan.
Toni mengapresiasi komitmen Ubhara Jaya untuk berkolaborasi dengan pihak LLDikti Wilayah III dalam menggelar sosialiasi yang bertujuan untuk bersama mencegah terjadinya tindakan kekerasan di lingkungan perguruan tinggi.
“Sosialisasi ini sangat dibutuhkan untuk menciptakan perguruan tinggi yang aman yang inklusif, bebas dari kekerasan,” ujarnya.
BACA JUGA: Uhamka Masuk Jajaran Kampus Terbaik Internasional versi QS AUR London
Sosialisasi Permendikbudristek Nomor 55 Tahun 2024 ini juga dihadiri oleh Auditor Ahli Madya dari Inspektorat Jenderal Kemendikbudristek, Waluyo, yang menjelaskan bahwa Satgas PPKS yang sudah ada di perguruan tinggi akan diubah menjadi PPKPT. Bagi perguruan tinggi yang belum memiliki Satgas, mereka akan diberikan pembekalan.
“Tentunya PPKPT ini nanti akan dilatih dulu, dipahami dulu aturan itu terutama para anggota-anggota itu utamanya dari ketua dan sekretarisnya. Mereka juga bisa mendatangkan ahli untuk melakukan studi banding tentang cara satgas ini bekerja,” jelasnya.
Waluyo menyadari bahwa tugas Satgas bukanlah hal mudah, tetapi kehadiran Satgas bertujuan untuk menciptakan kampus yang bebas dari kekerasan.
“Kami menyadari bahwa tugas-tugas mereka sangat berat sehingga perlu dedikasi dan pengetahuan yang memadai, karena kasus-kasus yang dihadapi akan menyentuh ranah-ranah tindakan kekerasan yang dilakukan oleh siapapun dan mereka berisiko tinggi juga,” jelasnya lebih jauh.
Kolaborasi antara Ubhara Jaya dan LLDikti Wilayah III dalam sosialisasi ini menghadirkan sejumlah pemateri yang membahas berbagai aspek dari Permendikbudristek No. 55 Tahun 2024.
Di antara pemateri yang hadir adalah Irene Ryan Cuang, dari Puspeka Kemendikbudristek, serta pemateri dari Asosiasi Psikologi Forensik Indonesia (Apsifor) seperti Karina Delicia Budiono, dan Christina Dumaria Sirumapea, Psikolog. Mereka memberikan materi terkait investigasi terhadap pelaku dan korban, serta pendampingan yang dapat diberikan Satgas PPKPT kepada korban dari sisi psikologi.
Selain itu, sosialisasi ini juga menghadirkan Umaimah Wahid, dari Universitas Budi Luhur (UBL), yang mendapat anugerah best practice sebagai salah satu perguruan tinggi swasta cerdas dan berkarakter dari Puspeka Kemendikbudristek.
Permendikbudristek No. 55 Tahun 2024 menjadi pelengkap dari peraturan sebelumnya, yaitu Permendikbudristek No. 30 Tahun 2021. Dengan diterbitkannya peraturan ini, diharapkan dapat mengefektifkan upaya pencegahan dan penanganan kekerasan di lingkungan perguruan tinggi.
Untuk diketahui, berikut poin-poin penting yang terdapat dalam Permendikbudristek No.55 Tahun 2024:
1. Kekerasan Fisik
Kekerasan fisik menjadi salah satu poin penambahan dalam Permenristekdikti Nomor 55 Tahun 2024. Kekerasan fisik yang terjadi pada lingkungan perguruan tinggi baik secara langsung maupun melalui media elektronik/non elektronik diatur pada bab 2 pasal 7.
Kekerasan fisik yang dimaksud misalnya seperti tawuran, penganiayaan, perkelahian, eksploitasi ekonomi untuk memberikan keuntungan bagi pelaku, pembunuhan serta kekerasan fisik lain yang diatur dalam perundang-undangan.
2. Kekerasan Psikis
Tindakan kekerasan psikis yang dimaksud dapat berupa pengucilan, penolakan, pengabaian, penghinaan, penyebaran rumor, panggilan yang mengejek, intimidasi, teror, perbuatan mempermalukan di depan umum, pemerasan, dan perbuatan lain yang dinyatakan sebagai kekerasan psikis.
3. Perundungan
Dalam pasal 11 bab 2, Permendikbudristek No.55 Tahun 2024 dijelaskan bahwa perundungan merupakan pola perilaku kekerasan fisik atau kekerasan psikis yang dilakukan secara berulang.
4. Kekerasan Seksual
Sebelumnya, Permendikbudristek No. 30 Tahun 2021 hanya mengatur kekerasan seksual yang terjadi di lingkungan perguruan tinggi. Dalam Permendikbudristek No. 55 Tahun 2024, tindak kekerasan seksual yang dilakukan di lingkungan perguruan tinggi dijelaskan secara lebih rinci.
Dalam pasal 12 dijelaskan bahwa kekerasan seksual merupakan perbuatan merendahkan, menghina, melecehkan, menyerang tubuh atau fungsi reproduksi seseorang karena ketimpangan kuasa atau relasi gender.
5. Diskriminasi dan Intoleransi
Permendikbudristek No.55 Tahun 2024 menambahkan bab diskriminasi dan intoleransi sebagai salah satu kekerasan yang dapat terjadi di lingkungan perguruan tinggi.
Diskriminasi dan intoleransi yang dimaksud adalah bentuk pembedaan, pengecualian, pembatasan atau pemilihan berdasar etnis, agama, ras, warna kulit, usia, status ekonomi, kebangsaan, afiliasi, status sosial ekonomi atau kemampuan mental sensorik serta fisik. (oke)