Berita Bekasi Nomor Satu

21 Mal Berdiri di Bekasi, Daya Beli Stagnan

DAYA BELI: Sejumlah pengunjung beraktivitas di salah satu pusat perbelanjaan di Kawasan Bekasi Selatan, belum lama ini. RAIZA SEPTIANTO/RADAR BEKASI.

RADARBEKASI.ID, BEKASI – – Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI) Bekasi mencatat terdapat sekitar 21 pusat perbelanjaan di Bekasi, termasuk tiga mal baru yang dibuka dalam kurun waktu satu hingga dua tahun terakhir.

Hal itu disampaikan Ketua APPBI Bekasi, Djaelani. Puluhan mal tersebut mulai dari kelas menengah ke bawah sampai atas.

Ia menyebut, meskipun secara fisik jumlah mal meningkat, daya beli masyarakat belum sepenuhnya pulih pascapandemi Covid-19.

“Kalau kita lihat dari sisi daya beli masyarakat, itu masih menurun dibandingkan sebelum pandemi. Pengunjung mungkin ada, tetapi daya beli mereka stagnan atau bahkan turun,” ungkap Djaelani saat dihubungi Radar Bekasi, Senin (25/11).

Namun, Djaelani mencatat bahwa tingkat okupansi pengunjung di beberapa mal justru berada di bawah target.

“Target okupansi mungkin 80 persen, tapi sekarang hanya 40-50 persen. Kondisi ini menunjukkan bahwa pertumbuhan jumlah mal tidak sebanding dengan kemampuan masyarakat untuk berbelanja,” tambahnya.

BACA JUGA: Pengunjung Pakuwon Mall Bekasi Keluhkan Kesulitan Parkir Motor

Djaelani mengungkapkan, bahwa konsep superblok, yang mengintegrasikan apartemen, hotel, dan pusat perbelanjaan, menjadi tren di Bekasi. Mal dibangun sebagai bagian dari proyek besar untuk melengkapi fasilitas hunian dan bisnis.

“Sebagian mal ini sudah direncanakan sejak sebelum pandemi. Proyeknya sempat tertunda, tapi sekarang mulai terealisasi. Namun, daya tariknya masih belum signifikan karena daya beli masyarakat belum pulih,” jelasnya.

Meski pemerintah Kota Bekasi mendukung investasi dan pembangunan mal sebagai bagian dari pengembangan ekonomi kota, Djaelani berharap ada evaluasi terkait keseimbangan antara pertumbuhan pusat belanja dan daya beli masyarakat.

“Pemerintah mendukung penuh investor, terutama karena Bekasi adalah kota transit dan bagian dari aglomerasi Jakarta. Tapi ke depan, perlu kajian lebih dalam agar pertumbuhan ini tidak hanya fokus pada jumlah mal, tetapi juga meningkatkan daya beli masyarakat,” ujarnya.

Untuk 2025, Djaelani mengatakan belum ada rencana pembangunan mal baru di Kota Bekasi, meskipun wacana pengembangan pusat perbelanjaan di daerah Jonggol sedang dibahas.

“Kami berharap, kondisi ekonomi dan daya beli masyarakat di Bekasi bisa kembali seperti 2019 sebelum pandemi,” ucap Djaelani.

Dengan jumlah mal yang terus bertambah, Bekasi memiliki peluang menjadi pusat ekonomi baru di Jabodetabek. Namun, jika daya beli masyarakat tidak segera pulih, hal ini bisa menjadi tantangan besar bagi pengelola mal dan pengusaha ritel di Kota Bekasi. (rez)