RADARBEKASI.ID, BEKASI – Dalam sebuah diskusi pada Social Security Summit 2024, Staf Ahli Bidang Pengeluaran Negara Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Sudarto mengatakan bahwa jaminan sosial merupakan salah satu cara agar pekerja dapat merasakan hidup layak di masa tuanya.
Jaminan Hari Tua (JHT) menjadi hal yang mutlak dimiki para pekerja saat masih aktif bekerja dan memperoleh pendapatan.
“Kita melewati siklus kehidupan, mulai dari sekolah, setelah sekolah, bekerja, dan setelah bekerja. Setelah bekerja itu seharusnya tidak cemas, karena ada jaminan sosial,” ujar Sudarto.
Sudarto mendorong perlunya skema yang tepat guna mempercepat perluasan kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan. Pasalnya, peserta aktif BPJS Ketenagakerjaan hingga Oktober tahun 2024 baru mencapai 40,83 juta, di mana jumlah pekerja formal dan informal sekitar Rp150 juta.
“Bahkan saat ini yang ikut jaminan pensiun mungkin hanya sekitar Rp14 juta, yang ikut jaminan JHT itu sekitar Rp16 juta dari Rp140 juta-Rp145 juta pekerja. Ini yang jadi konsen kita, jangan sampai kita dan teman-teman kita begitu pensiun dapetnya bansos, artinya apa, membebani APBN,” jelasnya.
Hal senada juga menjadi perhatian I Gede Dewa Karma Wisana, peneliti di Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (UI) tersebut menegaskan pentingnya dividen atau pendapatan untuk di masa tua.
Sebab, menurutnya ketika pekerja memasuki usia lansia, jumlah pengeluaran akan jauh lebih besar daripada pendapatan.
Sehingga JHT menjadi solusi penting agar tetap pekerja terap hidup layak dan cukup meski sudah tak produktif lagi.
“Kami di demografi sangat peduli soal siklus hidup. Kita perlu memikirkan dividen-nya, perlu menyiapkan dividen dari bonus demografi yang ada,” ujarnya.
I Gede turut mendorong para pekerja yang masih produktif dan punya pendapatan untuk mempersiapkan di hari tua, salah satunya melalui JHT.
“Jadi kita berencana menyiapkan strategi agar penduduk yang sekarang produktif tidak hanya memiliki pendapatan yang cukup dan hidup layak, tapi mampu menyiapkan hari tua. Sehingga, konsumsinya bisa mencukupi lewat pendapatan atau income investasi yang sudah mereka kumpulkan saat muda hari ini,” terangnya.
Sementara itu, BPJS Ketenagakerjaan terus berupaya meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap pentingnya JHT. Kepala Kantor BPJS Ketenagakerjaan Bekasi Kota, Uus Supriyadi, menyebutkan bahwa program ini tidak hanya memberikan jaminan finansial saat pensiun, tetapi juga ketenangan bagi pekerja selama masa produktif.
“Kami terus mengupayakan peningkatan kesadaran masyarakat akan pentingnya JHT, baik untuk pekerja formal maupun informal. Dengan menjadi peserta aktif, mereka dapat menjalani masa tua yang lebih sejahtera dan mandiri,” ujarnya.
Uus menambahkan bahwa keberadaan JHT menjadi bentuk investasi jangka panjang yang memberikan perlindungan nyata. “JHT tidak hanya soal uang, tapi juga rasa aman. Ini adalah langkah awal menuju kehidupan yang mandiri tanpa harus bergantung pada pihak lain,” tegasnya.
Dalam menghadapi tantangan rendahnya tingkat partisipasi pekerja dalam program jaminan sosial, Sudarto mengajak seluruh pihak untuk bersinergi. Ia mengusulkan perlunya inovasi skema yang lebih menarik dan mudah diakses oleh semua kalangan pekerja.
“Pemerintah dan stakeholder lainnya perlu menyusun langkah strategis agar kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan meningkat signifikan. Jangan sampai bonus demografi ini terlewat begitu saja tanpa persiapan yang baik untuk masa depan,” pungkasnya.
Dengan tantangan yang masih besar, upaya kolektif diperlukan untuk memastikan setiap pekerja di Indonesia memiliki perlindungan yang layak. Melalui JHT, harapan untuk masa tua yang sejahtera dapat menjadi kenyataan bagi lebih banyak pekerja. (oke/*)