Berita Bekasi Nomor Satu

Aktivis Lingkungan Persoalkan Penghargaan DLH Kabupaten Bekasi, Kawali: Masalah Sampah Masih Memprihatinkan

ILUSTRASI: Seorang anak melintasi antrean truk sampah di TPA Burangkeng, belum lama ini. Aktivis lingkungan mempersoalkan pemberian penghargaan yang diberikan oleh Pemerintah Provinsi Jawa Barat kepada DLH Kabupaten Bekasi. FOTO: ARIESANT/RADAR BEKASI

RADARBEKASI.ID, BEKASI – Aktivis lingkungan mempersoalkan pemberian penghargaan yang diberikan oleh Pemerintah Provinsi Jawa Barat kepada Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Bekasi.

Diketahui, DLH Kabupaten Bekasi baru-baru ini mendapatkan empat penghargaan Raksa Prasada dari Pemerintah Provinsi Jawa Barat. Penghargaan tersebut meliputi Dokumen Laporan Informasi Kinerja Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah (DIKPLHD) terbaik se-Jawa Barat, Dokumen Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) dalam penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) terbaik se-Jawa Barat.

Selain itu, Kampung Pro Iklim (Proklim) Utama Desa Kertamukti, Cibitung dan Bidang Penataan Hukum (Gakkum) DLH melalui program sekolah Adiwiyata, yang berhasil menghantarkan 11 sekolah meraih penghargaan.

BACA JUGA: Nawal Husni Minta DLH-DBMSDA Atasi Sedimentasi Sungai

Ketua Kawali Jawa Barat, Edvin Gunawan, mengungkapkan bahwa penghargaan tersebut tidak pantas diberikan kepada DLH Kabupaten Bekasi.

“Pemberian penghargaan tersebut jelas mencederai masyarakat Kabupaten Bekasi yang masih menghadapi berbagai permasalahan lingkungan hidup,” ungkap Edvin, Rabu (25/12).

Menurut Edvin, kinerja DLH dalam tata kelola lingkungan masih jauh dari memadai. Ia menyoroti persoalan sampah yang berdampak serius pada lingkungan dan masyarakat.

“Masalah sampah saja sangat memprihatinkan. Dampaknya tidak hanya pada lingkungan, tetapi juga masyarakat,” ujarnya.

BACA JUGA: KLH Segel Lokasi Pembuangan Sampah Ilegal di Babelan Bekasi 

Ia juga menyinggung kondisi Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Burangkeng yang dinilai bermasalah, seperti kolam air lindi yang tertutup longsoran sampah hingga airnya mencemari sungai.

Selain itu, TPA Burangkeng disebut beroperasi tanpa Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal), yang menyebabkan absennya laporan Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup (RKL) dan Rencana Pemantauan Lingkungan Hidup (RPL) yang wajib dilakukan setiap enam bulan.

“Buruknya pengelolaan sampah dari hulu ke hilir serta penanganan limbah B3 menunjukkan ironi di tengah penghargaan yang diterima DLH,” tegas Edvin.

Sementara, Ketua Umum Prabu Peduli Lingkungan, Carsa Hamdani, mendesak DLH segera memperbaiki pengelolaan sampah di TPA Burangkeng. Ia menilai DLH melanggar dua undang-undang, yakni UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup serta UU Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah.

BACA JUGA: Rp105 Miliar untuk Benahi TPA Burangkeng

Menurutnya, sejak puluhan tahun, TPA Burangkeng dikelola dengan sistem open dumping atau penimbunan sampah secara terbuka.

“Padahal, sesuai UU Nomor 18 Tahun 2008, pemerintah daerah harus menutup TPA sistem terbuka paling lambat lima tahun sejak undang-undang itu berlaku, yaitu pada 2013,” katanya.

Carsa menambahkan, kondisi ini menunjukkan adanya pembiaran dari pemerintah daerah. Akibatnya, masyarakat terus merasakan dampak negatif.

“Dampak dari pengelolaan yang tidak sesuai standar ini mengakibatkan pencemaran lingkungan hidup, kerusakan panorama alam, ancaman kesehatan, serta pelanggaran hak asasi manusia (HAM) bagi warga sekitar,” ujarnya.

Sementara itu, Juru Bicara DLH Kabupaten Bekasi, Dedi Kurniawan, mengatakan penghargaan tersebut sepenuhnya merupakan kewenangan Pemerintah Provinsi Jawa Barat. Ia mengakui bahwa pengelolaan sampah di TPA Burangkeng masih perlu diperbaiki.

”Kami akui masalah tata kelola sampah perlu diperhatikan secara bersama,” katanya.

Ia menjelaskan bahwa pihaknya tengah berupaya memperbaiki pengelolaan sampah, termasuk pembangunan kolam retensi baru dengan luas 600–1.000 meter sebagai penampung air lindi.

“Namun prosesnya masih belum berjalan,” ucapnya. (and)