RADARBEKASI.ID, BEKASI – Beranda Gereja Katolik Santo Servatius nampak mulai hidup dengan lalu lalang jemaat pada Selasa (24/12) ketika jarum jam menunjukkan pukul 15.30 WIB.
Di selasar gereja, berjejer sejumlah pria mengenakan pakaian adat khas Betawi, lengkap dengan setelan baju koko dan peci hitamnya.
Satu per satu jemaat disapa dengan ramah sebelum pelaksanaan misa yang telah terjadwal pukul 16.00 WIB. Suasana gereja yang terletak di Jalan Raya Kampung Sawah Kelurahan Jati Melati Kecamatan Pondok Melati Kota Bekasi ini serasa lebih hangat dengan dekorasi sederhana khas Natal yang membalut ruang ibadah.
“Kami ini orang asli Kampung Sawah, kami adalah orang asli yang punya kebudayaan Betawi,” kata salah satu Jemaat, Matheus Nalih Ungin saat dijumpai sesaat sebelum Misa pertama dimulai.
BACA JUGA: Pj Wali Kota Bekasi Tinjau Gereja, Pastikan Perayaan Natal Aman dan Khidmat
Bagi jemaat Gereja, pakaian adat merupakan bagian dari budaya. Karena itu, harus dilestarikan oleh semua orang khususnya Betawi yang tinggal di Kampung Sawah. Masyarakat Betawi di Kampung Sawah menggunakan dialek Betawi Ora atau Betawi Pinggiran.
Budaya diyakini menjadi pondasi keberadaban setiap orang dalam bermasyarakat. Matheus meyakini masyarakat yang beradab memiliki etika yang baik dan mampu hidup rukun di tengah berbagai macam perbedaan.
“Kami “Bekasi Ora” yang harus mempertahankan kebudayaan itu. Karena siapapun yang sudah mengawali soal kebudayaan, siapapun yang mengawali soal budaya, berarti mereka sudah menjaga atau mempertahankan keberadaban,” ungkapnya.
Warga Kampung Sawah terkenal dengan kerukunan antar umat beragama, terbangun sejak jaman nenek moyang. Lokasi Gereja Santo Servatius termasuk dalam area yang dijuluki sebagai ‘Segitiga Emas’, di mana ada tiga rumah ibadah dari agama yang berbeda, berdiri berdekatan.
BACA JUGA: Natal: Kesederhanaan dan Tindakan Nyata Membantu Mereka yang Menderita
Tiga rumah ibadah tersebut adalah Gereja Katolik Santo Servatius, Gereja Kristen Pasundan (GKP) Kampung Sawah, dan Masjid Agung Al Jauhar Yasfi. Kerukunan antar umat beragama bisa disaksikan pada berbagai momentum hari besar keagamaan, termasuk pada saat Ramadan.
Natal sebagai kelahiran damai dimaknai secara mendalam dalam kehidupan bermasyarakat oleh jemaat. Makna kerukunan jauh lebih dalam dari sikap toleransi.
Pasalnya bagi warga Kampung Sawah, masih ada dua kutub antara yang mentolerir dan ditolerir dalam toleransi.
“Kalau (kubu) yang mentolerir dan ditolerir ini tidak nyambung, maka tidak akan ada kerukunan. Tapi kalau kita berbicara kerukunan sudah tidak ada dua kutub, siapapun pasti akan mengalami kedamaian secara bersama-sama, siapapun pasti akan toleran,” paparnya.
Penjagaan di pintu masuk terbilang ketat, setiap orang yang ingin masuk ke area Gereja melalui serangkaian pemeriksaan, mulai dari barang bawaan di dalam tas.
BACA JUGA: Gereja Santa Clara Siap Sambut 10 Ribu Jemaat Misa Natal
Tapi, keramahan panitia yang berjaga di pintu masuk saat menyapa dan meminta izin kepada jemaat nyaris membuat siapapun yang ingin masuk ke area Gereja tidak merasa ada yang perlu dikhawatirkan.
Secara umum, kata Matheus, perayaan Natal tahun ini tidak berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya.
“Mungkin hanya mengajak umat untuk lebih kembali kepada kesiapan diri, kesiapan hati untuk memperbaharui diri, untuk memperbaharui hati,” tambahnya.
Mendekati pukul 16.00 WIB, semakin ramai jemaat yang datang, sebagian juga nampak mengenakan pakaian ada Betawi. Ada beberapa titik parkir yang disediakan oleh panitia sehingga tidak mengganggu arus lalu lintas di depan Gereja pada saat jemaat datang dan pergi.
Natal di sejumlah gereja di Kota Bekasi juga terpantau berjalan dengan lancar, baik pada saat Misa pada 24 maupun 25 Desember 2024. (sur)