RADARBEKASI.ID, JAKARTA – Menteri Pendidikan Tinggi, Sains dan Teknologi (Dikti Saintek) Satryo Soemantri Brodjonegoro, di Kabinet Merah Putih menjadi sorotan setelah sejumlah karyawan Kemendikti Saintek melakukan aksi protes terhadapnya, Senin (20/1/2025).
Demonstrasi yang berlangsung baru-baru ini muncul setelah ia menjabat selama 100 hari, atau sekitar tiga bulan sejak dilantik Presiden Prabowo Subianto pada 20 Oktober 2024.
Dilansir dari JawaPos, Satryo Soemantri Brodjonegoro dikenal sebagai figur berprestasi di dunia pendidikan. Satryo memiliki latar belakang akademis yang mengesankan.
BACA JUGA: Atasan Arogan, Pegawai Kemendikti Protes Masal
Ia lahir di Delft, Belanda, pada 5 Januari 1956, dan menyelesaikan pendidikan doktoralnya di bidang teknik mesin di University of California, Berkeley, Amerika Serikat, pada 1985.
Karier akademiknya dimulai di Institut Teknologi Bandung (ITB), di mana ia menghasilkan lebih dari 99 publikasi ilmiah yang diakui secara internasional. Pengalaman Satryo di dunia pendidikan tinggi sangat luas, terutama dalam hal reformasi untuk meningkatkan daya saing institusi.
Selain itu pada 1992, ia menjadi Ketua Jurusan Teknik Mesin ITB dan memelopori proses evaluasi mandiri yang kemudian diadopsi secara nasional.
Di bawah kepemimpinannya sebagai Dirjen Dikti, langkah besar diambil pada Desember 2000 dengan mengubah beberapa institusi pendidikan tinggi besar menjadi Badan Hukum Milik Negara (BHMN).
Selain aktif di dalam negeri, Satryo juga berkiprah di luar negeri sebagai dosen tamu di Toyohashi University of Technology, Jepang, sekaligus melanjutkan kontribusinya di ITB.
Keberadaannya di dunia pendidikan tidak hanya fokus pada pengajaran tetapi juga pada proyek-proyek besar, seperti keterlibatannya dalam Japan International Cooperation Agency (JICA) untuk perencanaan gedung Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin di Gowa.
Adapun, perjalanan Satryo tidak selalu mulus, tantangan besar yang dihadapinya antara lain kualitas lulusan perguruan tinggi yang dinilai belum kompetitif di dunia kerja.
Fenomena brain drain, di mana banyak generasi muda Indonesia yang bersekolah dan bekerja di luar negeri, menjadi salah satu masalah yang berusaha ia atasi.
Kondisi ini diperburuk oleh stigma bahwa tenaga kerja Indonesia dianggap di bawah standar internasional, membuat banyak generasi muda lebih memilih mencari peluang di negara lain.
Meskipun dihadapkan pada berbagai rintangan, dedikasi Satryo terhadap dunia pendidikan tidak pernah surut.
Lebih lanjut Ia terus berupaya memperbaiki sistem, membangun institusi, dan meningkatkan kualitas sumber daya manusia agar Indonesia dapat bersaing di kancah global.
Demonstrasi yang terjadi belakangan ini menjadi salah satu ujian bagi perjalanan panjang seorang Satryo Soemantri Brodjonegoro yang telah lama berkontribusi untuk dunia pendidikan tanah air. (cr1)