RADARBEKASI.ID, BEKASI – DPC Partai Gerindra Kota Bekasi menyinggung soal keterlibatan tenaga ahli kepresidenan terlibat sebagai kuasa hukum pasangan calon (paslon) dalam gugatan sengketa Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Kota Bekasi di Mahkamah Konstitusi (MK).
“Aneh saja, di satu sisi dia tenaga ahli kepresidenan yang istilahnya menyiapkan seluruh keperluan-keperluan presiden di sekretariatan. Di sisi lain menjadi kuasa hukumnya 1. Artinya, bakal melawan paslon 3 yang wakilnya salah satu pendiri Partai Gerindra,” ujar Sekretaris DPC Partai Gerindra Kota Bekasi, Misbahudin, kepada Radar Bekasi belum lama ini.
Misbah mengungkapkan bahwa dirinya telah berkoordinasi dengan DPP Partai Gerindra dan tenaga ahli kepresidenan untuk mempelajari aturan terkait apakah tenaga ahli kepresidenan boleh menjadi kuasa hukum.
Jika itu diperbolehkan, menurut Misbah, tidak ada masalah. Namun, secara etika, ia menegaskan bahwa hal tersebut kurang baik karena lawannya Partai Gerindra, yang Ketua Umumnya Presiden Prabowo Subianto.
“Lagi kita pelajari aturannya, boleh apa enggak, kita sudah berkoordinasi dengan teman-teman di DPP, kalau memang tidak menyalahi aturan tenaga ahli kepresidenan menjadi kuasa hukum 1, ya tidak ada masalah. Yang pasti kita akan berkoordinasi dengan Bang Dasco dan teman-teman di DPP lainnya,” ungkapnya.
Menanggapi hal tersebut, Tim Hukum Paslon 1, Heri Koswara-Sholihin, dan Iqbal Daud Hutapea, mengonfirmasi bahwa Ruli bagian tim hukum Paslon 1, memang merupakan tenaga ahli kepresidenan.
Menyikapi hal tersebut, Tim Hukum Paslon 1, Heri Koswara-Sholihin, Iqbal Daud Hutapea, membenarkan bahwa rekannya, Ruli, merupakan bagian dari tim hukum Paslon 1. Ia menjelaskan bahwa Ruli memang seorang tenaga ahli kepresidenan.
Menurutnya, yang tidak diperbolehkan pejabat negara, pegawai negeri, atau anggota dewan. Selama hal itu tidak diatur, maka seseorang sah-sah saja menjalankan profesinya.
“Yang tidak boleh itu adalah pejabat negara, pegawai negeri, anggota dewan, sepanjang tidak diatur, sah-sah saja orang menjalankan profesi. Asumsinya sangat tidak jelas, pendapat hukumnya tidak mendasar. Jadi saya berpikir boleh-boleh saja. Kita masuk ke pokok persidangan saja,” jelasnya. (pra)