Berita Bekasi Nomor Satu
Disway  

Tembok Laut

Kondisi pagar laut di perairan Kampung Paljaya, Desa Segara Jaya, Tarumajaya, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat.-Dimas Rafi-

Oleh: Dahlan Iskan

Sebaiknya pembongkaran pagar laut itu jangan diteruskan. Cukup satu kilometer saja. Itu sudah cukup. Sebagai bukti bahwa Presiden Prabowo Subianto mendengar suara rakyat. Juga sebagai bukti beliau memihak kepada nelayan.

Apalagi Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala BPN Nusron Wahid tegas menyatakan semua sertifikat yang diterbitkan di situ tidak diakui. Dicabut.

Nusron setahu saya adalah salah satu dari sedikit menteri yang sangat dipercaya dan punya hubungan khusus dengan Presiden Prabowo. Saya menafsirkan sikap Nusron adalah sikap Presiden Prabowo.

Membongkar pagar laut –sudah menjadi tembok laut– itu mahal. Perlu banyak energi. Padahal suatu saat kelak kita akan membangun tembok seperti itu lagi. Kecuali tidak akan ada pembangunan apa pun di kawasan itu.

Menjadikan kawasan utara Tangerang sebagai 开发区 tetap harus dilakukan. Oleh pemerintah siapa pun.

Entahlah. Akan seperti PIK2 atau seperti kampung nelayan di Brunei Darussalam. Jadi seperti Losari atau Dubai. Pakai PSN maupun cara lain.

Negara kita harus maju. Kawasan-kawasan yang kurang maju harus dibangun baru.

Soal cara bisa dicari. Didiskusikan. Dirumuskan. Yang fair. Yang berkeadilan.

Yang paling fair adalah lewat tender. Itu paling demokratis. Begitu banyak proyek pembangunan daerah tertinggal dilakukan di negara demokrasi. Lewat cara yang demokratis. Memang itu memakan waktu. Banyak yang tidak sabar. Tapi berdemokrasi itu harus lebih sabar.

Kalau pun ditenderkan kita juga sudah tahu siapa yang bisa ikut lelang. Orang seperti saya tidak akan mampu masuk ke proyek seperti itu. Entah kalau setingkat Prof Pry. Sejuta Pak Thamrin bergabung pun tak kan kuat ikut tender seperti itu.

Di Mumbai –yang dibahas perusuh berhati halus Mirwan Mirza tiga hari lalu– benar-benar menarik. Kampung kumuh di tengah kota Mumbai yang kian modern itu luasnya dua kilometer persegi. Kumuh dan ruwet. Saya bergidik ketika melihatnya di sana.

Setelah berkali-kali ditenderkan, pemenangnya ya itu-itu juga: Adhani –orang terkaya di sana. Orang dekat penguasa saat ini –Perdana Menteri Narendra Modi. Bukan orang sekelas kita.

Menetapkan wilayah seperti itu sebagai Proyek Strategis Nasional (PSN) mungkin perlu. Tinggal seperti apa “isi” dalam PSN itu. Bahkan penetapan sebagai PSN bisa menaikkan harapan pemerintah untuk mendapat uang lebih besar dari pemenang tender.

Orang seperti Aguan juga tidak perlu berkecil hati. Ikut saja tender. Kemungkinan menangnya sangat besar. Apalagi di Indonesia sudah ada peraturan khusus: sangat menghargai inisiator.

Inisiator sebuah proyek yang ditenderkan, menurut peraturan itu, mendapat nilai di depan sebanyak 10 persen.

Kalau saja Aguan dianggap sebagai inisiator pengembangan kawasan yang sekarang dikenal dengan PSN PIK2, maka untuk apa takut proyek itu ditenderkan.

Misalkan yang ikut tender tiga orang. Aguan, Pry, dan Thamrin. Tawaran Pry dan Thamrin sama baik dengan Aguan. Sama-sama mendapat poin 100. Maka yang akan menang adalah Aguan. Itu karena nilai Aguan ditambah 10 sebagai orang yang menginisiasi proyek itu.

Tentu Aguan harus mendapat pengakuan lebih dulu bahwa ia-lah yang pertama punya ide pengembangan kawasan itu. Ia harus mengajukan permintaan pengakuan sebagai inisiator –rasanya ke Bappenas atau ke menko Perekonomian.

Dalam tender itulah persyaratan ditentukan. Misalnya, siapa yang mau membayar ganti rugi ke rakyat tertinggi. Pemerintah bikin harga terendah. Harga patokan pun dibedakan antara yang SHM, girik, bekas abrasi, dan seterusnya. Lalu siapa pula yang berani bayar tertinggi untuk reklamasi –uangnya untuk negara.

Tembok laut sudah telanjur dibangun. Sepanjang 30 km. Mahal sekali. Itu bisa disita untuk negara. Kalau tega.(Dahlan Iskan)