RADARBEKASI.ID, BEKASI – Ketua Komisi 1 DPRD Kabupaten Bekasi, Ani Rukmini, mengungkapkan keprihatinannya terhadap banjir yang disebabkan oleh berbagai faktor, mulai dari masalah lingkungan hingga budaya buang sampah sembarangan di masyarakat.
Selain itu, Ani juga menyoroti maraknya pembangunan liar (Bangli) di Daerah Aliran Sungai (DAS), yang mengubah fungsi area resapan air menjadi permukiman, terutama di kawasan hulu.
“Satu sisi karena perilaku manusia yang menyebabkan sungai-sungai atau kali tidak bersih lagi. Itu yang kemudian juga menyebabkan luapan air sampai ke pe4mukiman,” ujar Ani kepada Radar Bekasi, Kamis (20/3).
Politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini mengaku prihatin dengan bencana banjir yang menerjang sejumlah wilayah di Kabupaten Bekasi, terutama yang ada di Daerah Pemilihan (Dapil) V. Menurutnya, banjir yang terjadi pada awal Maret 2025 ini berbeda dengan banjir-banjir sebelumnya.
Secara umum, Ani menjelaskan, banjir di Kabupaten Bekasi tidak hanya dipengaruhi oleh faktor lokal, tetapi juga berkaitan dengan daerah lain. Oleh karena itu, penanganan banjir harus dilakukan secara makro-regional, dengan menghubungkan satu daerah dengan daerah lainnya, terutama Bekasi, Depok, dan Bogor.
Ani juga menyebutkan, meskipun Bogor dikenal sebagai “kota hujan,” daerah ini yang berbatasan langsung dengan DKI Jakarta dahulu dipenuhi dengan berbagai tanaman hijau, menciptakan keseimbangan alam yang baik.
Hal ini memungkinkan hujan yang turun dapat diserap dengan cepat dan tidak menimbulkan dampak buruk.
Namun, saat ini, ia melihat bahwa banyak kawasan di Bogor yang sebelumnya asri kini telah dipenuhi dengan perumahan, vila, dan pembangunan lainnya, yang mengurangi area resapan air. Padahal, Bogor secara nasional dikenal sebagai daerah dengan lahan hijau yang penting.
“Sebenarnya lebih ke faktor manusia, daerah-daerah untuk penyerapan air dipakai untuk tempat tinggal, belum lagi buang sampah ke sungai,” jelasnya.
Ani memberikan apresiasi terhadap langkah yang diambil oleh Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, yang berani mengambil tindakan tegas terkait keberadaan bangunan di wilayah hijau dan bantaran kali atau sungai.
“Saya cukup apresiasi karena memang masalahnya ada di situ. Karena penanganan banjir itu yang harus dipahami harus parsial dari hulu ke hilir,” tuturnya.
“Selain itu, harus ekstrim juga merubah perilaku masyarakat agar sungai itu bersih, tentunya dengan regulasi dan penertiban. Manusia juga harus sadar, bencana banjir yang terjadi karena perilaku manusia itu sendiri,” sambungnya. (pra)