RADARBEKASI.ID, BEKASI – Menjaga amal dari sesuatu yang akan merusaknya sangatlah penting. Di antara perilaku yang dapat merusak amal kebaikan seorang muslim adalah perbuatan riya.
Riya yaitu beribadah dengan maksud dan tujuan bukan karena Allah swt, seperti untuk mendapatkan pujian, ketenaran dan lain sebagainya.
Riya merupakan perbuatan dosa yang dilarang oleh Allah swt karena merupakan sifat orang-orang munafik. Allah SWT berfirman,
“Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allah, dan Allah akan membalas tipuan mereka. Dan apabila mereka berdiri untuk shalat mereka berdiri dengan malas. Mereka bermaksud riya (dengan shalat) di hadapan manusia. Dan tidaklah mereka menyebut Allah kecuali sedikit sekali.” (QS. An-Nisa ayat 142)
Riya adalah perbuatan sangat berbahaya yang harus dihindari oleh setiap muslim. Riya dapat menghapus bahkan membatalkan amal kebaikan yang dikerjakan oleh seorang muslim.
Rasulullah SAW bersabda, “Aku adalah sekutu yang Maha Cukup, sangat menolak perbuatan syirik. Barangsiapa yang mengerjakan suatu amal yang dicampuri dengan perbuatan syirik kepada-Ku, maka Aku tinggalkan dia dan (Aku tidak terima) amal kesyirikannya.” (HR. Muslim dan Ibnu Majah)
Menurut jumhur ulama bahwa perbuatan riya sebagai syirik kecil (syirik asghar). dosa syirik kecil dapat menghapus amal shalih yang tercampur dengan syirik kecil tersebut (bukan semua amal) dan tidak terancam kekal di dalam neraka.
Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah saw, ‘Sesungguhnya yang paling akau takutkan dari apa yang aku takutkan menimpa kalian adalah syirik kecil.” Maka para sahabat bertanya, “Apa yang dimaksud dengan syirik kecil?” beliau SAW menjawab, ‘riya”. (HR. Ahmad).
Dikisahkan bahwa Imam Ali Zainal Abidin beliau senantiasa bersedekah secara diam-diam. Setiap malam beliau selalu memperhatikan setiap rumah orang-orang miskin, kemudian membagikan sedekah dengan cara meletakkan barang atau uang di depan rumah orang-orang miskin tersebut.
Banyak penduduk Madinah yang pernah mendapatkan sedekah dari Imam Ali Zainal Abidin tanpa mengetahui siapa yang memberikan sedekah itu. Tapi setelah beliau wafat, mereka tidak lagi menerima sedekah. Akhirnya mereka menyadari bahwa Iman Ali Zainal Abidin lah yang selama ini memenuhi kebutuhan mereka. (*)
Penulis merupakan Pengasuh Pondok Pesantren Mamba’ul Ulum Bekasi, Pengurus Pusat Ikatan Dai Indonesia (IKADI), Kepala SMPIT Baitul Halim Bekasi