Berita Bekasi Nomor Satu

Kisah Bhikkhu Thudong Tempuh Ribuan Kilometer Menuju Borobudur: Ziarah Sunyi Menuju Pencerahan

SAMBUT WAISAK : Puluhan Biksu berjalan melintasi Jalan H Nonon Sonthanie, Bekasi Timur, Minggu (20/4) pagi.

RADARBEKASI.ID, BEKASI – Di tengah hiruk pikuk kota, puluhan bhikkhu berjubah oranye melangkah perlahan di Bekasi Timur. Bukan sekadar perjalanan fisik, tapi latihan spiritual penuh ketekunan. Mereka adalah para peziarah dari Thailand yang sedang menapaki Thudong — jalan sunyi menuju Candi Borobudur.

Minggu pagi, ketika kota baru saja terbangun dari malam yang sibuk, suasana berbeda terasa di Jalan H Nonon Sonthanie, Bekasi Timur. Di antara deru kendaraan dan langkah tergesa warga kota, puluhan sosok berjubah oranye tampak melangkah perlahan, nyaris tanpa suara.

Mereka adalah para bhikkhu — biksu dari Thailand — yang tengah menapaki perjalanan ziarah spiritual menuju Candi Borobudur, menyambut Hari Raya Waisak pada 12 Mei 2025 mendatang.

BACA JUGA: Sempat Bermalam di Kota Bekasi, Tri Adhianto Lepas Perjalanan 38 Biksu Thudong Menuju Candi Borobudur  

Perjalanan ini dikenal dengan nama Thudong, sebuah praktik ziarah jalan kaki dalam tradisi Theravāda Buddhisme. Para bhikkhu meninggalkan kenyamanan, memilih jalan sunyi menyusuri kota, desa, dan alam terbuka. Bukan untuk dilihat, bukan untuk dipuja. Tapi untuk menyucikan batin dan memperdalam kesadaran.

Rute mereka panjang. Dari Thailand, langkah para bhikkhu ini telah melewati Malaysia dan Singapura, sebelum tiba di Indonesia. Bekasi hanyalah salah satu titik singgah dalam perjalanan panjang menuju pelataran Borobudur di Magelang.

Sepanjang rute, para relawan dan tim logistik ikut mendampingi. Ada yang membagikan air minum, makanan ringan, bahkan senyuman. Beberapa mobil ambulans dan kendaraan logistik turut mengawal, memastikan perjalanan berjalan aman dan sehat.

BACA JUGA: Polsek Bekasi Barat Siaga Hadapi Libur Keagamaan

“Rasanya damai sekali melihat mereka,” kata Rudi, warga Bekasi Timur yang datang sejak pagi bersama temannya. “Katanya semalam mereka istirahat di kawasan PIK, lalu melanjutkan ke sini.”

Tak banyak kata, tak banyak suara. Yang terdengar hanya lantunan doa dan derap kaki menyusuri aspal. Meski berjalan dalam diam, kehadiran mereka justru mengundang rasa takzim dari warga sekitar.

“Beberapa tahun lalu saya juga pernah lihat rombongan seperti ini. Tapi tetap saja, suasananya beda, seperti menenangkan,” sambung Rudi.

Di tengah dunia yang serba cepat dan gaduh, langkah para bhikkhu ini seperti pengingat bahwa dalam diam, manusia bisa menempuh perjalanan terjauh. Bahwa dalam keheningan, jiwa bisa menemukan jalannya pulang.(rez)