Berita Bekasi Nomor Satu

Faktor Ekonomi Memicu Orangtua Eksploitasi Anak di Kota Bekasi

Orangtua mengajak anaknya untuk mengemis di Kota Bekasi. FOTO: RAIZA SEPTIANTO/RADAR BEKASI

RADARBEKASI.ID, BEKASI – Eksploitasi anak untuk keperluan ekonomi masih sering dijumpai di Kota Bekasi. Sebagian besar dilakukan oleh orangtua.

Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DPPPA) Kota Bekasi, Satia Sriwijayanti, mengungkapkan bahwa sejauh ini laporan kekerasan terhadap anak di Kota Bekasi masih didominasi oleh kasus perundungan (bullying).

Meskipun belum ada laporan resmi mengenai eksploitasi anak, pihaknya mengakui menemukan praktik tersebut di lapangan.

“Jadi banyak kita temukan eksploitasi pada anak,” katanya.

Faktor ekonomi disebut menjadi alasan utama orangtua melibatkan anak dalam aktivitas ekonomi seperti mengamen atau mengemis. Dalam beberapa kasus yang ditemukan DP3A, eksploitasi anak ini memang dilakukan langsung oleh orangtua mereka.

Upaya yang dilakukan DP3A meliputi mengamankan anak dan orangtuanya, memberikan pembinaan, serta memulangkan mereka ke daerah asal.

“Kita sudah lakukan penindakan. Kita bawa anaknya, kita bina orangtuanya, kita latih, lalu kita kembalikan ke daerah asal. Karena banyak yang berada di Kota Bekasi kasus ini bukan warga Kota Bekasi, jadi kita kembalikan,” ungkapnya.

Ia berharap masyarakat turut membantu pemerintah dalam mencegah eksploitasi anak, salah satunya dengan tidak memberikan uang kepada anak-anak atau orangtua yang mengajak anaknya mengemis maupun mengamen.

Satia mengingatkan bahwa melibatkan anak di jalanan sama dengan merenggut hak dasar anak untuk mendapatkan pendidikan, waktu bermain dan bersosialisasi dengan teman sebaya, hingga hak atas kesehatan.

Untuk Kota Bekasi sendiri, ia menyebut bahwa akses pendidikan dan kesehatan saat ini bebas biaya bagi masyarakat tidak mampu.

“Untuk itu peran kita semua benar-benar dibutuhkan untuk memenuhi hak anak ini. Di Kota Bekasi contohnya, sekolah sudah geratis, kesehatan sudah geratis, kalau toh mereka tidak mampu ada bantuan dari dinas sosial. Ada PKH, mereka akan dibantu untuk cakupan gizinya,” tambahnya.

Melibatkan anak mengamen dan mengemis termasuk dalam kategori eksploitasi anak. Komisi Perlindungan Anak Daerah (KPAD) Kota Bekasi beberapa kali menerima laporan dari masyarakat.

Terkahir kali, laporan mengenai nenek yang berencana menelantarkan cucunya di terminal Bekasi. Saat ini, anak yang diketahui berusia belasan tahun tersebut telah ditempatkan di salah satu Pondok Pesantren (Ponpes) di Kota Bekasi.

Kedua orangtua anak tersebut diketahui telah meninggal dunia. Dari pengakuan nenek yang berniat menelantarkan cucunya tersebut, ia sudah tidak lagi sanggup mengurus cucunya.

“Solusi kita yasudah karena nenek itu sudah tidak mau, kita ambil cucunya sebagai anak negara. Alhamdulillah kemarin hari Jumat atau Sabtu sudah kita taruh di pesantren, Alhamdulillah tidak menjadi anak jalanan,” kata Wakil Ketua KPAD Kota Bekasi, Novrian.

Nenek tersebut adalah salah satu keluarga yang berpotensi mengeksploitasi anak lantaran terhimpit kondisi ekonomi. Dalam banyak kasus eksploitasi anak dilakukan oleh orangtua.

Kondisi ekonomi orangtua membuat pihaknya kerap kali sulit untuk bertindak. Upaya yang bisa dilakukan adalah memberikan pengertian tentang potensi pelanggaran saat mempekerjakan anak, hak-hak anak, hingga solusi dengan menempatkan anaknya di panti asuhan milik pemerintah.

“Kita berikan kesadaran ketika mereka tidak bisa menafkahi, tidak bisa menyekolahkan, ada panti asuhan milik negara yang bisa jadi tempat membesarkan dan mendidik anak mereka,” ungkapnya.

Dalam kasus eksploitasi anak ini kata Novrian, yang dikhawatirkan adalah adanya oknum yang sengaja mengorganisir. Meskipun, sejauh ini KPAD belum menemukan kasus tersebut di wilayah Kota Bekasi.

Hal ini terjadi ketika melihat potensi anak sebagai komoditi, menarik belas kasihan dari masyarakat luas.

Sehingga, peran masyarakat dengan tidak memberikan uang kepada anak maupun orang dewasa yang mengamen atau mengemis dengan membawa anak sangat dibutuhkan.

Dalam jangka panjang, semakin banyak anak yang kehilangan hak dasar mereka dan tidak mendapatkan pola asuh yang baik akan mempengaruhi tumbuh kembang anak hingga memasuki usia dewasa.

Saat ini menurut Novrian, pemerintah mesti melakukan sosialisasi mulai dari tingkat pusat hingga daerah tentang peran pemerintah dalam memelihara anak terlantar dan fakir miskin secara mendetail.

Dengan begitu, tidak ada alasan bahkan kekhawatiran bagi orangtua yang berlatarbelakang ekonomi lemah menitipkan anaknya ke panti asuhan milik pemerintah.

Selanjutnya, pemerintah perlu meningkatkan infrastruktur panti asuhan. Hal ini perlu dilakukan untuk memenuhi kebutuhan panti asuhan serta menghilangkan stigma panti asuhan sebagai tempat penampungan anak terlantar. Salah satunya, melengkapi fasilitas panti asuhan dengan fasilitas pendidikan yang memadai.

“Infrastruktur panti juga harus dibenahi, hari ini panti itu berdasarkan undang-undang hanya ada di provinsi, sedangkan kebutuhan panti di kota kabupaten itu sangat membutuhkan,” katanya.

“Ini juga mempermudah tugas pemerintah provinsi, Kota Bekasi kan jauh ke provinsi, tidak efektif kalau orangtuanya mau menjenguk,” tambahnya. (sur)