Berita Bekasi Nomor Satu

DKPP Periksa Komisioner KPU Kota Bekasi Terkait Dugaan Politik Uang

SIDANG KEPP: Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) saat menggelar sidang pemeriksaan dugaan pelanggaran KEPP KPU Kota Bekasi di Universitas Pendidikan Indonesia, Kota Bandung, Selasa (24/6). FOTO: ISTIMEWA

RADARBEKASI.ID, BEKASI – Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) menggelar sidang pemeriksaan dugaan pelanggaran Kode Etik Penyelenggara Pemilu (KEPP) dengan perkara nomor 59-PKE-DKPP/I/2025 di Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), Selasa (24/6).

Dalam perkara ini, pengadu mendalilkan bahwa para teradu telah melanggar kode etik karena diduga terlibat dalam praktik politik uang demi memenangkan salah satu pasangan calon di Pilkada 2024.

Sidang dipimpin oleh Ketua Majelis/Anggota DKPP Ratna Dewi Pettalolo, TPD Prov. Jawa Barat/unsur Masyarakat Nina Yuningsih, TPD Prov. Jawa Barat/unsur KPU, Hedi Ardia, dan TPD Prov. Jawa Barat/unsur Bawaslu, Nuryamah.

Teradu satu Komisioner KPU Kota Bekasi, Afif Fauzi hadir dalam persidangan, sementara teradu dua, Anggota PPK Pondok Melati Hini Indrawati tidak hadir.

Hadir pula di ruang persidangan jajaran KPU dan Bawaslu Kota Bekasi. Hadir secara online Pengadu Garisah Idharul Haq, serta dua saksi yang dihadirkan Saipulloh dan mantan ketua PPK Pondok Melati Ahmad Alam.

Teradu satu, Afif Fauzi menyampaikan dalam persidangan bahwa teradu menolak dalil dan tuduhan yang disampaikan oleh pengadu. Kecuali, hal-hal yang secara eksplisit diakui dalam jawaban tersebut.

Afif juga menilai pengaduan yang disampaikan oleh pengadu bersifat kabur.

“Karena tidak mengurai secara jelas dan rinci dugaan pelanggaran kode etik yang dituduhkan oleh teradu,” ungkapnya dalam persidangan yang disiarkan langsung dalam kanal YouTube DKPP.

Pengadu juga tidak mengajukan bukti yang jelas atas dugaan yang disampaikan. Hal ini bertentangan dengan ketentuan pasal 5 ayat 4 Peraturan DKPP nomor 3 tahun 2017.

Lebih lanjut, Afif menyampaikan tidak mengetahui permintaan tolong dalam tangkapan layar percakapan WhatsApp antara anggota PPK dan PPS.

“Nama teradu tercatut dalam percakapan seolah-olah ada arahan dan pernyataan dari teradu satu yang menginstruksikan untuk memberikan dukungan kepada pasangan calon yang dimaksud. Namun tidak terdapat bukti sah bahwa terjadi memberikan arahan tersebut,” ungkapnya.

Keterangan tersebut dibuktikan dan diklarifikasi dalam persidangan di Bawaslu Kota Bekasi. Laporan nomor dugaan pelanggaran Pemilu yang bersifat terstruktur, sistematis, dan masif nomor 18 di Bawaslu Kota Bekasi dengan indikasi politik uang dinyatakan tidak memenuhi unsur pelanggaran.

Berikutnya, rekaman dan keterangan saksi yang dijadikan dasar oleh pengadu dinilai sebagai asumsi pribadi tanpa didasari fakta. Percakapan dalam rekaman tersebut dinilai sebagai sebatas obrolan biasa antara senior dan Junior, menurut Afif tidak bisa dijadikan alat bukti yang sah dan relevan.

Dalam petitumnya, Afif menyampaikan pengaduan yang disampaikan oleh pengadu tidak memiliki dasar yang kuat dan bersifat kabur.

Sementara itu, pengadu Garisah Idharul Haq menolak apa yang disampaikan oleh Afif dalam persidangan.

“Menolak yang mulia,” ungkapnya.

Berdasarkan informasi yang diterima oleh Pengadu, Teradu dua Hini Indrawati menerima uang dari Afif Fauzi. Meski pengadu mengaku tidak mengetahui secara langsung pemberian uang tersebut.

“Memang kalau secara langsung yang bersangkutan memberi kepada ibu Hini untuk uangnya saya memang tidak mengetahui langsung,” ucapnya.

Sementara itu, Ketua Majelis/Anggota DKPP Ratna Dewi Pettalolo memberikan kesempatan kepada pengadu untuk memberikan keterangan tambahan dua hari setelah sidang pemeriksaan tersebut.

”Kalau ada keterangan tambahan bisa disampaikan kepada DPKK setelah sidang ini,” tandasnya. (sur)