Berita Bekasi Nomor Satu

Separo Anggaran Pendidikan Tersedot MBG, Evaluasi RAPBN 2026

Siswa saat menyantap makanan pada program Makan Bergizi Gratis (MBG) di SDN 03 Jati Pulogadung, Jakarta. (7/5/2025). Foto: JawaPos.

RADARBEKASI.ID, JAKARTA – Postur anggaran pendidikan di RAPBN 2026 terus menjadi sorotan. Pasalnya hampir separo anggaran pendidikan tersedot untuk program makan bergizi gratis (MBG). Selain itu, banyak kementerian dan lembaga yang menyelenggarakan layanan pendidikan, ikut menggerogoti anggaran pendidikan.

Seperti diketahui anggaran pendidikan sesuai dengan amanah UUD 1945 adalah minimal 20 persen dari belanja negara. Sesuai dengan paparan Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani, alokasi dana pendidikan di RAPBN 2026 mencapai Rp757,8 triliun. Anggaran itu terlihat sangat besar. Namun, ternyata 44 persen atau sekitar Rp335 triliun tersedot untuk MBG.

Anggaran pendidikan yang benar-benar dialokasikan untuk sekolah dan perguruan tinggi Rp150 triliun. Kemudian pemerintah juga mengalokasikan anggaran Rp37,5 triliun untuk program perlindungan sosial di sektor pendidikan. Selain itu anggaran pendidikan juga untuk beasiswa KIP, KIP Kuliah, dan lainnya termasuk untuk Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP).

BACA JUGA: MBG Rizhao

Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) Ubaid Matraji menilai MBG tidak ada di dalam amanah UUD 1945. Prabowo diminta untuk mengevaluasi alokasi anggaran tersebut. Apalagi nominal untuk MBG sangat besar. JPPI menilai alokasi anggaran pendidikan telah menabrak Konstitusi dengan mengalihkan hampir separuh anggarannya untuk program MBG. “Sementara kewajiban konstitusional untuk pendidikan tanpa dipungut biaya malah diabaikan,” katanya (17/8/2025).

Ubaid mengatakan Presiden mengabaikan secara terang-terangan perintah Mahkamah Konstitusi (MK) terkait implementasi sekolah tanpa dipungut biaya. Perintah ini telah ditegaskan sebanyak dua kali. Yaitu pada putusan perkara nomor 3/PUU-XXII/2024 (27/5/2025) dan putusan perkara nomor 111/PUU-XXIII/2025 (15/8/2025).

Dia mengatakan, penegasan berulang tersebut seharusnya menjadi sinyal penting dan mendesak. Namun, pemerintah justru memilih memprioritaskan program MBG yang bahkan tidak diamanatkan dalam konstitusi.

Ubaid menegaskan tidak ada perintah makan gratis dalam konstitusi Indonesia. “Tapi mengapa MBG ini sangat diprioritaskan, bahkan besaran dananya naik berlipat-lipat?” kata Ubaid. Dia mengingatkan di Pasal 31 UUD 1945 secara jelas mengamanatkan bahwa setiap warga negara berhak mendapat pendidikan dan pemerintah wajib membiayai pendidikan dasar.

“Konstitusi kita menekankan pembiayaan untuk pendidikan, bukan untuk makangratis,” jelasnya.

Selain itu, JPPI juga mendesak adanya transparansi besaran anggaran terkait pembiayaan sekolah kedinasan termasuk di kementerian dan lembaga lain. Ubaid mengatakan banyak anggaran pendidikan untuk lembaga pendidikan milik kementerian dan lembaga yang kembali disisipkan dalam alokasi dana pendidikan pada RAPBN 2026.

Menurut dia alokasi anggaran pendidikan untuk kementerian dan lembaga selain Kemendikdasmen, Kemendiktisaintek, dan Kemenag melanggar UU Sisdiknas Pasal 49. Karena di pasal tersebut mengamanatkan bahwa alokasi anggaran pendidikan wajib diprioritaskan untuk pemenuhan pendidikan dasar hingga menengah.

Ubaid mengatakan sekolah kedinasan yang diselenggarakan oleh kementerian atau lembaga pemerintah non-kementerian harusnya memiliki pos anggaran tersendiri. Misalnya dari APBN mereka sendiri. “Bukan dari alokasi Pendidikan yangn 20 persen itu,” tegasnya.

Ubaid mengatakan JPPI mendesak Presiden untuk menghentikan alokasi anggaran pendidikan yang ngawur itu. “Pemerintah harus meninjau ulang alokasi anggaran dan menempatkan prioritas sesuai amanat konstitusi,” jelasnya.

Yaitu menyediakan pendidikan tanpa dipungut biaya dan berkualitas untuk semua anak. Khususnya di pendidikan dasar (SD-SMP) di sekolah negeri dan swasta. Ubaid menegaskan sudah saatnya pemerintah menyadari dan memahami mana saja yang kewajiban konstitusional dan harus didahulukan untuk ditunaikan.

Kemudian mana pula janji-janji kampanye yang dipenuhi kemudian. Menurut JPPI janji kampanye bukan amanat konstitusi. Sehingga tidak tepat jika alokasi anggaran untuk memenuhi janji kampanye, mengalahkan program yang menjadi amanat konstitusi. (jpc)