Berita Bekasi Nomor Satu

Guru Madrasah Tuntut Diangkat PPPK

DEMONSTRASI: Sejumlah guru dari berbagai daerah menggelar aksi di kawasan Patung Kuda, Jakarta, Kamis (30/10). Dalam aksinya, mereka antara lain menuntut pengangkatan PPPK/ASN bagi guru madrasah swasta. FOTO: HILMI/JAWAPOS

RADARBEKASI.ID, BEKASI – Ketimpangan perlakuan antara guru madrasah dan guru sekolah negeri kembali menyeruak. Suara dari ruang-ruang kelas di pelosok Bekasi kini menggema hingga ke Jakarta.

Mereka bukan sekadar menuntut gaji, melainkan pengakuan bahwa guru madrasah pun adalah pendidik bangsa yang layak berdiri sejajar dengan guru sekolah negeri.

Pada Kamis (30/10), ribuan guru madrasah swasta dari berbagai daerah berkumpul di Jakarta dalam aksi bertajuk Gerakan Guru Bersatu (Gerus). Mereka datang dengan satu tuntutan sederhana namun bermakna besar, yaitu kesetaraan.

Salahsatu tuntutan utama mereka adalah pengangkatan guru madrasah swasta menjadi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) atau Aparatur Sipil Negara (ASN). Di antara lautan massa itu, gema aspirasi juga datang dari Bekasi, kota yang kerap menjadi cermin dinamika pendidikan urban.

Guru madrasah swasta di Kabupaten Bekasi, Syaeful, menyuarakan keresahannya. Lima tahun sudah ia mengabdikan diri di dunia pendidikan. Tapi pengabdian itu, katanya, sering kali terasa sepi dari penghargaan.

“Setuju banget (dengan tuntutan itu). Sebenarnya saya melihat madrasah itu seperti dipinggirkan,” ujarnya, Kamis (30/10).

Syaiful kini mengajar di sebuah madrasah swasta dengan penghasilan di bawah Rp 2 juta per bulan. Untuk menambah penghasilan, ia juga mengajar kegiatan ekstrakurikuler di sekolah negeri. Ironisnya, gaji tambahan itu justru datang dari lembaga yang selama ini mendapatkan perhatian lebih dari negara.

“Selain itu saya mengajar ekstrakurikuler di sekolah negeri,” tambahnya.

Di Kota Bekasi, Anwar, guru madrasah swasta lainnya, mengutarakan hal senada. Empat tahun mengajar tak membuatnya merasa diakui. Baginya, madrasah swasta adalah bagian dari sistem pendidikan nasional yang seharusnya mendapat perhatian setara.

“Pemerintah itu kan melihat seolah-olah sekolah swasta ini tanggung jawab kedua. Padahal, mau negeri atau swasta, yang bersekolah di sana adalah masyarakat Indonesia,” ujarnya tegas.

Menurut Anwar, masalah rendahnya gaji guru swasta bukan semata kesalahan sekolah, tapi juga akibat dari kebijakan yang belum berpihak. Pemerintah, katanya, terlalu mudah melepaskan tanggung jawab dengan dalih sekolah swasta memiliki sumber pendanaan sendiri. Padahal, pada praktiknya, banyak sekolah swasta yang berjuang keras sekadar untuk bertahan.

“Madrasah swasta dengan madrasah negeri, madrasah dengan sekolah umum, harapan saya sih tidak ada pembeda,” katanya.

“Kami bukan menuntut lebih. Kami hanya ingin diakui setara.”sambungnya.

Aspirasi para guru ini kemudian menggema di ibu kota. Ribuan guru madrasah memadati halaman Kementerian Agama (Kemenag) di Jakarta. Mereka menuntut kejelasan nasib, terutama soal kelanjutan program inpassing, yang sangat berpengaruh terhadap besaran Tunjangan Profesi Guru (TPG).

Kemenag merespons aksi tersebut. Kepala Biro Humas dan Komunikasi Publik Kemenag, Thobib Al-Asyhar, menegaskan bahwa pemerintah menghargai aksi para guru dan membuka ruang dialog.

“Kami sebagai pemerintah tetap berikan kebebasan mereka untuk menyampaikan aspirasi,” ujarnya di Jakarta.

Namun, Thobib juga menekankan bahwa pengangkatan guru madrasah non-ASN menjadi PPPK atau ASN bukan sepenuhnya wewenang Kemenag. Urusan itu, katanya, melibatkan banyak lembaga seperti Kementerian PAN-RB dan BKN.

“Kita (Kemenag) akan mengkomunikasikan tuntutan para guru madrasah itu ke kementerian terkait,” tegasnya.

Kemenag, lanjutnya, kini tengah berupaya mempercepat sertifikasi guru melalui pendidikan profesi, dengan target penyelesaian di tahun 2026. Upaya ini mencakup semua guru, baik di lembaga pendidikan Islam maupun non-Islam.Bagi guru madrasah, program inpassing bukan sekadar formalitas administrasi, tapi soal harga diri dan kesejahteraan.

Guru yang telah masuk program ini akan menerima TPG setara dengan gaji pokok PNS berdasarkan tingkatannya. Tanpa inpassing, TPG mereka hanya sekitar Rp2 juta per bulan, bahkan sebelumnya hanya Rp 1,5 juta.

Kesenjangan inilah yang menjadi bara di dada para pendidik madrasah. Mereka bukan menolak bekerja keras, tapi ingin dihargai setimpal.(sur/wan)