Berita Bekasi Nomor Satu

Di Tengah Tekanan Fiskal, Pemkot Bekasi Kaji WFH Pegawai untuk Efisiensi

ILUSTRASI: Gedung sepuluh lantai Pemkot Bekasi. FOTO: RAIZA SEPTIANTO/RADAR BEKASI

RADARBEKASI.ID, BEKASI – Langkah efisiensi anggaran di lingkungan Pemerintah Kota (Pemkot) Bekasi kini memasuki babak baru. Setelah kebijakan pembatasan jam operasional kantor dan penghematan listrik diterapkan sejak pertengahan Oktober lalu, wacana Work From Home (WFH) pegawai mulai mencuat sebagai strategi lanjutan.

Kebijakan ini bukan sekadar penyesuaian gaya kerja, tapi juga upaya serius menekan pengeluaran daerah di tengah keterbatasan fiskal pasca pengurangan Transfer ke Daerah (TKD) dari pemerintah pusat. Di sisi lain, Pemkot Bekasi dihadapkan pada tantangan: bagaimana menjaga efisiensi tanpa mengorbankan pelayanan publik.

“Apakah memungkinkan di level pemerintah kota untuk melaksanakan kegiatan WFH, kemudian ada upaya-upaya pengurangan efisiensi yang ada,” ujar Wali Kota Bekasi Tri Adhianto saat apel pagi, Senin (3/11).

Tri meminta jajarannya, khususnya Sekretaris Daerah (Sekda) dan Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD), untuk meneliti dengan cermat dampak WFH terhadap keuangan daerah. Setiap rupiah yang bisa dihemat harus benar-benar berdampak pada efisiensi anggaran, bukan hanya meringankan beban pribadi pegawai.

Sebelumnya, Pemkot Bekasi telah lebih dulu mengambil langkah penghematan sederhana. Lampu-lampu di ruangan yang tidak digunakan dimatikan setelah jam kantor berakhir. Kini, efisiensi diarahkan ke biaya operasional yang lebih besar seperti listrik, air, alat tulis kantor (ATK), hingga jaringan internet.

Tri menegaskan, seluruh kebijakan efisiensi harus tetap berpihak pada masyarakat.

“Yang kita lakukan bukan semata menekan biaya, tapi memastikan layanan tetap berjalan. Karena fokus utama pemerintah adalah pelayanan dan kesejahteraan masyarakat,” ujarnya menirukan pesan Gubernur Jawa Barat.

Ia juga menyinggung masih banyaknya kegiatan seremonial dan rapat luar kota yang menghabiskan anggaran. “Kegiatan di luar kota, rapat-rapat, bahkan konsumsi rapat harus dikurangi. Kita harus puasa dulu,” ucapnya.

Namun, di balik semangat efisiensi itu, sejumlah pihak mengingatkan agar kebijakan tidak asal jalan.

Sekretaris Komisi I DPRD Kota Bekasi, Rizki Topananda, menegaskan bahwa pelayanan publik harus menjadi tolok ukur utama dalam setiap kebijakan efisiensi.

“Beberapa hal hari ini perlu diperhatikan secara detail. Dalam hal pelayanan publik, jangan sampai terganggu,” ujarnya.

Menurut Rizki, reformasi birokrasi yang telah dijalankan Pemkot Bekasi harus memastikan pelayanan berjalan tanpa hambatan, meski sebagian pegawai bekerja dari rumah. Tidak semua urusan publik, kata dia, perlu menunggu keputusan pimpinan perangkat daerah.

Distribusi kewenangan harus berjalan efektif agar pelayanan tetap cepat. Ia juga menekankan bahwa mekanisme kerja harus berbasis hasil, bukan sekadar kehadiran fisik. Dengan begitu, WFH justru bisa menjadi langkah positif selama kinerja tetap terukur dan akuntabel.

“Maka apapun nanti langkahnya, hasil kajian dari Pemerintah Kota Bekasi dalam hal ini BKPSDM akan kami pantau, baik dari sisi perencanaan maupun pelaksanaan,” tambahnya.

Jika hasil kajian menunjukkan efektivitas yang signifikan, kebijakan WFH akan menambah daftar strategi efisiensi di lingkungan Pemkot Bekasi untuk tahun anggaran 2026. Namun, WFH juga harus disertai dengan disiplin monitoring dan evaluasi agar hasilnya nyata.

“Jangan sampai pegawai kerja di rumah tapi operasional kantor tetap seperti biasa. Maka efisiensinya tidak terasa,” tutur Rizki mengingatkan.

Ia berharap, penghematan tidak berhenti pada pengurangan mobilitas pegawai, tetapi juga tercermin pada pengeluaran daerah—terutama pemakaian listrik, air, dan kebutuhan kantor lainnya. (sur)