Berita Bekasi Nomor Satu

Bekasi Rawan Banjir Besar Lagi

SIMULASI : Petugas gabungan melakukan simulasi evakuasi korban banjir dalam kegiatan Latihan SAR Gabungan di Kalimalang, Bekasi Timur, Kota Bekasi, Kamis (23/10). RAIZA SEPTIANTO/RADAR BEKASI

RADARBEKASI.ID, BEKASI – Ancaman cuaca ekstrem yang diprediksi berlangsung sepanjang periode Natal dan Tahun Baru (Nataru) hingga awal 2026 membuat Pemerintah Kota (Pemkot) Bekasi menetapkan status siaga darurat potensi bencana banjir, tanah longsor, dan cuaca ekstrem sejak Oktober 2025.

Status tersebut berlaku hingga 30 April 2026. Penetapan siaga darurat semakin menegaskan bahwa daerah rawan banjir di Kota Bekasi tidak boleh lengah, terlebih memori banjir besar pada Maret 2025 masih membekas dan infrastruktur belum sepenuhnya pulih.

Banjir besar Maret lalu masih menyisakan kerusakan pada sejumlah infrastruktur, termasuk jembatan yang hingga kini belum tuntas diperbaiki. Di sisi lain, kerugian material warga belum sepenuhnya pulih, dan risiko banjir serupa dinilai dapat kembali terjadi jika mitigasi tidak dilakukan secara serius.

Ketua Komisi II DPRD Kota Bekasi, Latu Har Hary, menegaskan pekerjaan rumah terbesar Kota Bekasi terkait risiko banjir adalah perbaikan Kali Bekasi. Normalisasi dan pembangunan tanggul dinilai belum signifikan mencegah banjir akibat air kiriman dari hulu. Wilayah Galaxy dan sekitarnya menjadi daerah paling terdampak ketika banjir besar Maret lalu karena struktur tanggul belum memadai.

“Terkait dengan tanggul Kali Bekasi, beberapa PR-nya belum selesai. PR tanggung ini mengakibatkan kemarin banjir cukup parah terutama di wilayah Galaxy dan sekitarnya,” ujar Latu, Selasa (2/12).

Latu mengatakan hingga saat ini belum ada informasi menggembirakan terkait kelanjutan normalisasi dan pembangunan tanggul dari pemerintah pusat. Ia menilai langkah yang berjalan saat ini justru tidak sesuai prioritas penanganan banjir. “Yang dilakukan sekarang adalah memperbaiki jembatan perumahan Kemang Pratama, yang menurut kami tidak lebih mendesak dibandingkan normalisasi kali dan pembangunan tanggul untuk meminimalisir bencana banjir,” tuturnya.

Selain belum optimalnya penanganan infrastuktur pengendali banjir, kondisi cuaca beberapa waktu terakhir menunjukkan anomali iklim yang berpotensi meningkatkan risiko bencana. Latu menyoroti potensi pembentukan siklon tropis, termasuk fenomena Siklon Tropis Senyar yang sebelumnya terjadi di Aceh. Ia menyebut potensi tersebut tidak boleh dipandang sebelah mata karena dampaknya dapat meluas hingga ke wilayah Jawa Barat.

“Apakah potensi itu dimungkinkan? Sangat dimungkinkan terjadi di Jawa Barat, terutama di daerah perlintasan sungai. Ini yang harus kita antisipasi,” paparnya.

Menurutnya, antisipasi dapat dilakukan melalui beberapa metode, salah satunya modifikasi cuaca bekerja sama antara pemerintah pusat dan daerah. Selain itu, daerah yang berdekatan seperti DKI Jakarta dan Kota Bekasi bisa menjalin komunikasi untuk memastikan mitigasi berjalan paralel dan terukur, khususnya menghadapi intensitas hujan tinggi di akhir tahun.

Latu juga meminta Pemkot Bekasi memastikan kesiapan fasilitas pendukung penanggulangan banjir, seperti pompa air, kesiapan tanggul, dan pemetaan titik rawan.

“Kalau ini sudah kita persiapkan dengan matang, kita tidak akan lagi kecolongan. Karena kita tidak bisa sepenuhnya memprediksi cuaca,” tegasnya.

Rendahnya progres pembangunan polder di sejumlah wilayah juga menjadi perhatian DPRD. Polder air yang direncanakan pada tahun 2025 dinilai menjadi pekerjaan prioritas yang perlu dipercepat pengerjaannya. Informasi terakhir menyebut serapan anggaran fisik belum mencapai 60 persen.

Sejauh ini, DPRD menilai belum melihat upaya konkret Pemkot Bekasi untuk mengantisipasi cuaca ekstrem pada penghujung tahun. “Sampai saat ini potensi bencana terbesar di Kota Bekasi adalah banjir. Jangan dianggap sepele,” kata Latu.

Di sisi lain, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Bekasi memastikan situasi siaga dilakukan secara optimal. Kasi Pencegahan dan Kesiapsiagaan BPBD Kota Bekasi, Wiratma Puspita mengatakan momentum Nataru menjadi perhatian khusus. BPBD menempatkan personel di wilayah-wilayah rawan, menyiagakan peralatan, serta mengaktifkan petugas piket 24 jam untuk merespons cepat laporan bencana.

“Kita terus memantau prakiraan cuaca dari BMKG, dan TMA (tinggi muka air) Kali Bekasi terus kita update melalui berbagai saluran komunikasi agar masyarakat di sekitar daerah aliran sungai lebih tenang,” ujar Wiratma.

Meski normalisasi dan pembangunan tanggul belum rampung 100 persen, Wiratma menyebut upaya pengurangan risiko banjir di Kota Bekasi sudah lebih baik dibanding awal 2025. Hal ini ditunjang berfungsinya bendung Bekasi atau pintu air Prisdo untuk peran pengendalian banjir.

“Pintu air bisa dibuka lebih cepat saat TMA di hulu naik tinggi, jadi air bisa tertampung lebih dulu sebelum memasuki Kota Bekasi,” jelasnya.

BPBD juga bekerja sama dengan Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air (DBMSDA) untuk memantau kesiapan pompa air. Setiap kendala operasional langsung dilaporkan untuk penanganan cepat. DBMSDA sendiri telah menyiagakan tim pematusan di 12 kecamatan serta memonitor seluruh pompa kota untuk menghadapi musim hujan.

Saat ini terdapat empat polder yang tengah dibangun untuk meminimalisir banjir, masing-masing di Kelurahan Bintara, Bintara Jaya, Bulan Kapal, dan Rawalumbu.

Memperkuat peringatan siaga bencana, Kepala BMKG, Teuku Faisal Fathani, menyampaikan bahwa risiko cuaca ekstrem diprediksi meningkat signifikan pada akhir Desember. Hujan ekstrem, angin kencang, petir merusak, angin puting beliung, hujan es, dan jarak pandang terbatas yang mengganggu penerbangan maupun pelayaran menjadi ancaman dominan.

BMKG memperkirakan mulai aktifnya Monsoon Asia pada minggu kedua Desember hingga awal Januari yang meningkatkan curah hujan. Selain itu, anomali atmosfer seperti Madden Julian Oscillation, gelombang Kelvin, dan Rossby Equator turut memicu tingginya curah hujan. Fenomena seruak dingin Siberia juga berkontribusi memperkuat intensitas hujan disertai potensi tumbuhnya bibit siklon tropis di wilayah Selatan Indonesia.

Daerah yang perlu waspada pembentukan bibit siklon meliputi Bengkulu, Lampung, Banten, DKI Jakarta, Jawa–Bali, NTB, NTT, Maluku, dan Papua Selatan serta tengah. BMKG juga memprediksi potensi hujan tinggi hingga sangat tinggi pada 28 Desember sampai 10 Januari di Jawa, Bali, NTT, NTB, Sulawesi Selatan, dan Papua Selatan.

Dengan prediksi tersebut, pemerintah daerah bersama masyarakat diminta memperkuat mitigasi bencana. Warga terutama di kawasan rawan banjir dihimbau menyimpan barang berharga di tempat aman, mengamankan dokumen penting, serta menjaga komunikasi dengan lingkungan dan pemerintah. Pemerintah Kota Bekasi menegaskan siaga darurat diberlakukan agar kerja penanggulangan tidak terlambat seperti yang terjadi pada Maret 2025.(sur)