RADARBEKASI.ID, BEKASI — Banjir rob kembali melanda wilayah pesisir wilayah Muaragembong Kabupaten Bekasi sejak Selasa (2/12) sampai saat ini.
Berdasarkan data Pemerintah Kecamatan Muaragembong, belasan ribu jiwa terdampak akibat masuknya air laut ke wilayah daratan tersebut.
Warga terdampak tersebar di lima desa, yakni Desa Pantai Mekar sebanyak 1.953 jiwa, Pantai Sederhana 3.005 jiwa, Pantai Bahagia 5.757 jiwa, Pantai Bakti 883 jiwa, dan Pantai Harapan Jaya 1.048 jiwa. Meski demikian, tidak ada warga yang mengungsi.
Camat Muaragembong, Sukarmawan, mengatakan ketinggian air sudah mulai menurun setelah sebelumnya merendam permukiman warga dengan ketinggian antara 60 sampai 80 cm.
“Dari bencana rob ini yang paling tinggi ini terjadi di Desa Pantai Bahagia,” kata Sukarmawan, Minggu (7/12).
Selain merendam permukiman, banjir ini juga merendam tambak. Pihak kecamatan masih melakukan pendataan dan telah berkoordinasi dengan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD), Palang Merah Indonesia (PMI), serta anggota legislatif untuk penyaluran bantuan logistik.
“Pemerintah kecamatan berupaya membantu dan berkoordinasi dengan BPBD, PMI, dan legislatif yang mengirimkan bantuan logistik yang bisa meringankan beban warga terdampak,” katanya.
Sukarmawan berharap rencana pemerintah pusat untuk membangun Giant Sea Wall atau tanggul raksasa dapat segera direalisasikan. Menurutnya, dinding penahan ombak itu sangat penting bagi warga pesisir utara Kabupaten Bekasi.
BACA JUGA: Nelayan di Tarumajaya Bekasi Cemas Hadapi Rob
“Selaku camat Muaragembong mewakili warga kami sangat berharap segera mungkin pembangunan dinding pada pantai Muaragembong yang membentang sekian kilometer dapat direalisasi agar bisa meminimalisir dampak dari pasang air laut. Insya allah dengan dinding penahan ombak yang kokoh ini dapat mengurangi banjir rob di Muaragembong,” terang Sukarmawan.
Sementara itu, Sekretaris Desa Pantai Bahagia, Ahmad Qurtubi, mengatakan puncak banjir di desanya terjadi pada Sabtu (6/12), ketika ketinggian air hampir mencapai satu meter. Tidak adanya tanggul di Sungai Citarum membuat air mudah masuk ke permukiman. Akibatnya, jalan utama di bantaran Kali Citarum terendam dan tidak dapat dilalui.
“Jalan sudah tidak bisa dilewati motor maupun mobil. Jadi kami pakai perahu agar tetap bisa beraktivitas,” terang Qurtubi.
Ia juga berharap pemerintah dapat segera membangun tanggul di bantaran Sungai Citarum, agar banjir rob maupun air kiriman dari hulu tidak kembali merendam permukiman dan akses jalan warga.
“Hari ini banjir pasang rob bersamaan dengan luapan Sungai Citarum, harapan kami pemerintah dalam hal ini BBWSC untuk membangun tanggul pada sungai Citarum yang saat ini sama sekali tidak ada. Yang mengakibatkan saat air luapan Sungai Citarum ini naik maka hunian penduduk banjir,” tuturnya.
Di lokasi lain, warga Desa Pantai Mekar, Ahmad Fadilah (28), mengatakan banjir menyebabkan jalan utama terputus sehingga melumpuhkan aktivitas ekonomi warga. Ketinggian air di jalan utama hampir mencapai satu meter. Banjir yang berlangsung berhari-hari juga mengakibatkan warga mengalami gatal-gatal.
“Warga mengeluhkan gatal-gatal di badan dan kaki karena kutu air. Akses jalan lumpuh karena tidak bisa dilewati. Pengiriman barang terhambat, motor mati karena terendam. Yang harusnya dikirim pagi, jadi siang, dan harga barang turun,” jelasnya.
Banjir Rob di Tarumajaya
Banjir rob juga melanda Kecamatan Tarumajaya, khususnya Kampung Paljaya, Desa Segara Jaya, serta Kampung Sembilangan, Desa Samudra Jaya. Di Kampung Sembilangan, banjir sudah berlangsung selama tujuh hari sejak Senin (1/12), menggenangi ratusan kepala keluarga. Pada Jumat (5/12), banjir membuat pengurus masjid meniadakan salat Jumat dan satu sekolah swasta ikut terendam.
Di Kampung Paljaya, ketinggian air mencapai betis orang dewasa. Air mulai masuk pada Kamis (4/12), merendam akses jalan dan permukiman warga.
“Banjir di sini sejak Kamis (4/12). Air masuk ke rumah warga jam sembilan malam, ketinggiannya sekitar 40 cm atau sebetis orang dewasa. Di dalam rumah semata kaki. Biasanya banjir rob paling cepat surut setelah tujuh hari,” ujar Sulaeman (30), warga Paljaya.(ris)
RALAT
Redaksi mengubah judul berita ini karena terdapat kekeliruan.











