RADARBEKASI.ID, BEKASI – Rencana kenaikan Upah Minimum Kabupaten (UMK) 2026 sebesar 3,75 persen berdasarkan formula Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) kembali menuai perdebatan. Pengusaha menilai kenaikan tersebut memberatkan, sementara buruh menegaskan bahwa upah saat ini belum memenuhi kebutuhan hidup layak.
Ketua Apindo Kabupaten Bekasi, M. Yusuf Wibisono, menegaskan Apindo tetap berpegang pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 51 Tahun 2023 dalam penetapan upah. Menurutnya, kenaikan 3,75 persen itu menjadi beban tambahan bagi perusahaan yang tengah berjuang menghadapi pelemahan ekonomi.
Ia mengungkapkan bahwa banyak pengusaha masih mengeluhkan kenaikan upah 2025 yang mencapai 6,5 persen.
“Banyak pengusaha juga yang mengeluhkan juga kondisi 2025 dengan kenaikan 6,5 persen itu dirasakan sangat berat. Maka sebetulnya para pengusaha ke perusahaan juga sudah melakukan efisiensi,” ucap Yusuf, Senin (8/12).
Menurutnya, kondisi perusahaan saat ini memang berat akibat kenaikan UMK 2025. Dampak langsung dari penetapan upah yang dianggap terlalu tinggi adalah meningkatnya dorongan perusahaan untuk melakukan efisiensi besar-besaran.
Konsekuensinya, langkah efisiensi tersebut memengaruhi kesempatan kerja dan berpotensi meningkatkan angka Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).
“Ketika kenaikan upah dirasakan sangat tinggi dari beberapa perusahaan, maka yang pertama akan dilakukan efisiensi. Dan tentu dampaknya juga kan kepada kesempatan bekerja,” tambahnya.
Yusuf menegaskan bahwa pemerintah dan pelaku usaha masih memiliki pekerjaan rumah dalam menekan angka pengangguran. Sementara itu, pengusaha masih dibebani tingginya harga material serta melemahnya daya beli masyarakat. Dengan kenaikan upah yang tinggi, ia menilai kondisi ini akan semakin memicu efisiensi perusahaan.
Yusuf mencontohkan kondisi sektor otomotif, yang menurutnya tengah menghadapi penurunan penjualan.
“Kita melihat secara real, banyak stok unit menumpuk di dealer karena pembeli menurun. Yang paling terasa roda empat, apalagi dengan masuknya produk-produk dari Cina. Ini sangat berpengaruh,” jelasnya.
Ia berharap pemerintah dan seluruh pihak terkait mempertimbangkan kondisi terkini dunia usaha agar kebijakan kenaikan UMK tidak kontraproduktif terhadap penciptaan lapangan kerja dan pertumbuhan ekonomi daerah.
“Semua stakeholder, mungkin juga rekan-rekan serikat yang juga harus berpikir bagaimana juga bisa mengurangi angka pengangguran,” tuturnya.
Sementara itu, Sekretaris KC FSPMI Bekasi, Sarino, menilai besar kecilnya kenaikan UMK akan sangat memengaruhi daya beli masyarakat. Selama ini, UMK yang diterima buruh di Kabupaten Bekasi hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup dasar.
“Sehingga tidak kelebihan untuk beli barang-barang yang lain. Maka kenapa daya beli turun? padahal rumus ekonominya kan sebenarnya clear dengan pendapatan yang lebih besar, maka daya beli meningkat. Kalau pendapatan kecil, maka daya beli menurun. Itu kan rumus ekonominya begitu,” kata Sarino.
Ia juga menyinggung pentingnya mempertimbangkan kondisi tiap daerah dalam penetapan UMK 2026. Menurutnya, kekuatan serikat pekerja di suatu wilayah sangat memengaruhi rumusan kenaikan UMK.
“Mungkin bagi daerah-daerah yang banyak serikat pekerjanya, itu bisa mempertahankan. Tapi bagaimana dengan daerah lain, daerah-daerah yang serikat pekerjanya tidak kuat. Posisi serikat pekerja, kawan-kawan buruh di daerah-daerah itu kan masih lemah dalam hal negosiasi berunding,” tandas Sarino. (ris)











