Oleh: Dahlan Iskan
Terlalu awal kepergian saya ke Papua. Kalau saja baru sekarang ke Jayapura (dan Wamena) pastilah lebih menyenangkan. Saya bisa melihat tiga jenis lomba terkait hari raya Natal: lomba pohon Natal, pondok Natal, dan gerbang Natal.
Sewaktu saya di Papua 20 November lalu woro-woro lomba itu sudah dikumandangkan. Pendaftaran peserta juga sudah dibuka. Lombanya sendiri berlangsung selama satu bulan: 1 sampai 30 Desember.
Yang menarik: panitia dan juri lomba itu pegawai pemda yang beragama Islam. “Agar objektif dalam penilaian. Juga untuk mencerminkan kerukunan,” ujar Bupati Jayapura Yunus Wonda, seperti dikutip oleh media setempat.
Khusus untuk lomba pohon Natal pelaksanaannya terpusat pada tanggal 23 Desember. Peserta lomba harus membawa pohon Natal masing-masing ke pusat kota Jayapura. Yakni ke Taman Imbi.
Biasanya lebih 1000 pohon Natal terkumpul. Tingginya dibatasi: paling tinggi enam meter. Juri berkeliling Taman Imbi untuk menilai.
Tidak hanya di Taman Imbi. Tidak cukup. Saking banyaknya peserta. Jalan-jalan di sekeliling Taman Imbi pun ditutup. Dipenuhi pohon Natal.
Pemda menyediakan aliran listrik ke Taman Imbi. Tanggal 23 malam, semua pohon Natal itu menyala. Sepanjang malam. Masyarakat memenuhi sekitar Taman Imbi. Itulah Natal termeriah di Papua.
Keesokan harinya, tanggal 24, pohon Natal itu diambil masing-masing. Di bawa pulang. Dipasang di rumah masing-masing. Atau di gereja –kalau yang ikut lomba atas nama kelompok gereja.
Untuk lomba gerbang Natal panitia keliling ke kampung-kampung. Pun untuk lomba pondok Natal. Yakni pondok tempat Yesus dilahirkan.
Sejak akhir November konsentrasi warga sudah ke lomba itu. Dengan demikian tidak lagi terlalu fokus memperhatikan kegiatan yang dilakukan kelompok separatis. Mereka biasanya ”mencuri” perhatian di setiap tanggal 1 Desember. Misalnya dengan menaikkan bendera OPM di tanggal itu. Pernah bendera tersebut dinaikkan di ruang bendera kantor gubernur Papua.
Acara rutin mereka lainnya: ziarah ke makam tokoh OPM di pinggir jalan dekat bandara Sentani. Kian lama dua kegiatan itu kian dianggap sesuatu yang rutin. Tidak heboh lagi.
Taman Imbi sendiri punya nama resmi: Taman Yos Sudarso. Ada patung besarnya di taman itu. Anda sudah tahu: Laksamana Yos Sudarso adalah pahlawan nasional –ia tewas di Laut Arafuru, dekat Papua. Yakni saat memimpin armada laut berjuang merebut kembali Irian Barat kala itu.
Tapi sebutan lama Taman Imbi belakangan lebih populer –mungkin juga karena lebih simple mengucapkannya. Natal di Taman Imbi tahun ini mestinya bisa lebih meriah –sekaligus bisa membuat Papua lebih damai: agar segera bisa bangun. (DAHLAN ISKAN)











