RADARBEKASI.ID, SUMATERA – Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) kembali mengupdate data terbaru dari dampak bencana ekologis di wilayah Sumatera, Selasa (16/12/2025) kemarin.
Sejauh ini tercatat, total korban meninggal dunia mencapai 1.053 orang, sementara 200 korban lainnya masih dilaporkan hilang dan belum ditemukan.
Kepala Pusat Data, Informasi, dan Komunikasi BNPB Abdul Muhari mengungkapkan bahwa adanya penambahan jumlah korban tewas yang berasal dari Aceh dan Sumatera Utara. Penambahan tersebut masing-masing sebanyak 17 jiwa dari Aceh dan lima jiwa dari Sumut.
BACA JUGA: Pemerintah Tolak Bantuan Asing untuk Bencana Sumatera
”Sehingga data per tanggal 16 Desember 2025 total korban meninggal dunia akibat bencana banjir dan longsor di 3 provinsi itu sebanyak 1.053 jiwa,” ungkap Abdul Muhari dalam keterangan pers yang disampaikan secara dalam jaringan (daring) dikutip dari JawaPos.
Ia merinci, hingga saat ini jumlah korban meninggal dunia di Aceh mencapai 449 jiwa, kemudian di Sumatera Utara sebanyak 360 jiwa, serta 244 jiwa di Sumatera Barat.
Adapun berdasarkan catatan BNPB, Kabupaten Agam di Sumbar menjadi daerah dengan korban jiwa terbanyak.
”Untuk daftar nama korban hilang yang masih dalam proses pencarian hari ini berkurang 6 nama menjadi 200 orang. Rinciannya Aceh 31 orang, Sumatera Utara 79 orang, dan Sumatera Barat 90 orang,” terang dia.
Di sisi lain, jumlah pengungsi dilaporkan terus mengalami penurunan dari hari ke hari. Berdasarkan data terbaru, masih terdapat lebih dari 606 ribu pengungsi yang tersebar di tiga provinsi terdampak, dengan mayoritas berada di wilayah Aceh yang jumlahnya masih di atas 571 ribu orang.
Dalam upaya penanganan bencana di Sumatera, Sekretaris Utama BNPB Rustian menyampaikan bahwa pihaknya telah menggelar Rapat Percepatan Rehabilitasi dan Rekonstruksi Pascabencana di Sumatera Barat.
”Penanganan darurat yang telah dilakukan merupakan langkah penting untuk memulihkan konektivitas wilayah terdampak. Namun, setelah fase darurat, seluruh upaya harus segera diarahkan pada rehabilitasi dan rekonstruksi yang terencana dan berkelanjutan,” kata Rustian.
BNPB menekankan pentingnya pendataan serta penilaian menyeluruh terhadap kerusakan dan kerugian melalui kajian kebutuhan pascabencana sebelum memasuki tahap pembangunan permanen.
Langkah tersebut diperlukan sebagai dasar analisis untuk mengukur tingkat kerusakan infrastruktur, permukiman, fasilitas publik, serta sektor lainnya, sekaligus menghitung kebutuhan pemulihan secara komprehensif. (cr1)











