Berita Bekasi Nomor Satu

DPRD Minta Desa Laporkan Masalah Pencairan ADD

AUDIENSI: Perwakilan Desa se-Kabupaten Bekasi saat melakukan audiensi dengan Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (DPMD) Kabupaten Bekasi. FOTO: ISTIMEWA

RADARBEKASI.ID, BEKASI – Permasalahan Alokasi Dana Desa (ADD) di Kabupaten Bekasi menjadi perbincangan hangat di sejumlah desa. Hingga menjelang akhir tahun anggaran 2025, anggaran ADD yang digelontorkan pemerintah daerah disebut belum diterima secara utuh oleh pemerintah desa.

Berdasarkan informasi yang dihimpun Radar Bekasi, besaran ADD yang diterima setiap desa mencapai lebih dari Rp1 miliar. Namun, terdapat sisa anggaran yang belum dicairkan, berkisar antara Rp400 juta hingga Rp500 juta per desa. Kondisi tersebut disebut berdampak pada terhambatnya proses pembangunan dan pelayanan di tingkat desa.

Terkini, sejumlah pemerintah desa mempertanyakan kejelasan pencairan sisa anggaran tersebut. Bahkan, audiensi dengan Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (DPMD) telah dilakukan. Namun hingga kini, belum ada kejelasan terkait waktu maupun mekanisme pencairan sisa ADD tersebut.

Isu ini pun mendapat perhatian Komisi I DPRD Kabupaten Bekasi. Legislator meminta aparatur desa tidak ragu untuk melaporkan apabila terdapat permasalahan, termasuk dugaan adanya pemotongan anggaran.

Ketua Komisi I DPRD Kabupaten Bekasi, Ridwan Arifin, mengungkapkan bahwa hingga saat ini pihaknya belum menerima laporan resmi terkait kekurangan pencairan ADD tersebut, baik dari pihak desa maupun dari dinas terkait. Termasuk soal dugaan pemotongan anggaran.

“Saya menantang kepada desa untuk melaporkan. Jangan sampai hal ini mengganggu pelayanan di desa masing-masing. Karena tidak ada pemotongan, itu kan pungli,” ujar Ridwan Arifin, kepada Radar Bekasi, Senin (22/12).

Politikus yang akrab disapa Iwang ini mengaku belum mengetahui secara pasti duduk persoalan tersebut. Ia juga menyoroti kecenderungan pemerintah desa yang kerap enggan melapor ketika menghadapi persoalan, seperti yang terjadi saat ini.

Menurut Iwang, apabila benar terjadi pemotongan anggaran hingga berdampak pada pelayanan publik di desa, hal itu menjadi preseden buruk bagi tata kelola pemerintahan desa. Meski demikian, ia menegaskan bahwa informasi yang beredar saat ini masih sebatas dugaan karena belum didukung bukti yang jelas

“Saya enggak tahu buktinya mana, datanya mana, supaya kita lebih jelas langkah-langkahnya. Laporkan buktinya, jangan sampai hal ini mengganggu pelayanan di desa masing-masing,” ungkapnya.

Ia menambahkan, DPRD memiliki keterbatasan dalam mengetahui alur pencairan anggaran karena bukan bagian dari eksekutif. Oleh karena itu, laporan dan data dari desa sangat dibutuhkan agar fungsi pengawasan dapat berjalan optimal.

“Kita kan bukan eksekutif, enggak tahu persoalan alur-alur pencairan. Kalau enggak ada yang lapor, kita enggak tahu lah. Karena kita enggak pegang data. Saya tekankan, bantu kami di DPRD untuk sama-sama melakukan pengawasan, kalau kami tidak ada informasi, bagaimana kita mau tahu,” ungkapnya. (pra)