RADARBEKASI.ID, BEKASI – Mulai 1 Juli nanti, masyarakat yang akan membeli Bahan Bakar Minyak (BBM) pertalite dan solar wajib menggunakan aplikasi digital, MyPertamina. Artinya, mulai bulan depan setiap pelanggan harus memiliki akun di aplikasi MyPertamina atau daftar di https://subsiditepat.mypertamina.id/. Sementara itu, penerapan di Kota dan Kabupaten Bekasi akan menyusul setelah uji coba dilakukan 1 Juli nanti.
Ya, kebijakan pemerintah tersebut diharapkan bisa membuat penyaluran BBM subsidi tepat sasaran. Sebab, data yang ada di aplikasi akan menunjukkan pembeli berhak mendapatkan BBM subsidi atau tidak.
Namun, kebijakan baru ini dinilai menyusahkan masyarakat. Sebagian warga Kota Bekasi mengaku kebijakan tersebut menyulitkan pelanggan. Selain itu, masyarakat juga khawatir data bocor dan membuat antrean di pom bensin makin panjang hingga tidak bersahabat dengan masyarakat yang gagap teknologi.
“Menurut saya menyusahkan sekali ya, jadi makin ribet. Kalau sinyalnya jelek bagaimana? Kalau yang nggak punya smartphone bagaimana? Emang juga ada jaminan nggak data kita terlindungi. Kebanyakan masukin data di aplikasi sekarang jadi makin ngeri,” kata Deni (32) warga kelurahan Arenjaya Bekasi Timur.
Warga Kota Bekasi lainnya, Dian (29) khawatir motor 150 CC miliknya tidak lagi bisa mengisi BBM jenis Pertalite jika spesifikasi kendaraan miliknya masuk dalam daftar kendaraan yang tidak bisa membeli Pertalite. Secara detail, ia belum mengetahui apa dan bagaimana kebijakan ini akan diberlakukan.
“Sudah tau pembatasannya tapi baru denger-denger aja, saya kira itu bohongan,” katanya.
Dia mengaku rutin membeli pertalite beberapa tahun belakangan ini setelah pendapatannya dibawah Upah Minimum Kota (UMK).”Dulu pas gaji diatas Rp5 juta pakai Pertamax terus, sekarang saat kondisi seperti ini, gaji dibawah UMR ya dikurangi pengeluarannya, pakai Pertalite,” tukasnya.
Kota dan Kabupaten Bekasi tidak termasuk dalam deretan daerah dimana pembeli Pertalite dan Solar harus mendaftar. Ada empat daerah di wilayah PT Pertamina Patra Regional Jawa Bagian Barat yang akan dilakukan uji coba untuk transaksi, yakni Kota Bandung, Sukabumi, Tasikmalaya, dan Kabupaten Ciamis, sedangkan Kota dan Kabupaten Bekasi menyusul.
“Kota Bekasi untuk registrasinya menyusul ya,” ungkap Area Manager Communication, Relation, dan CSR Regional Jawa Bagian Barat PT Pertamina Patra Niaga, Eko Kristiawan.
Ke empat daerah tersebut terlebih dahulu dilakukan pendataan kendaraan roda empat melalui laman subsiditepat.mypertamina.id. Hal ini dilakukan untuk memastikan penyaluran Pertalite dan Solar tepat sasaran dan tepat kuota.
Untuk pembayaran pada masa uji coba ini masih dilakukan seperti biasa, menggunakan uang tunai, kartu kredit atau debit, atau pilihan tunai lainnya, tidak terbatas hanya menggunakan MyPertamina. Sebelum Bekasi menyusul, Eko menyampaikan lebih dulu infrastruktur akan dipastikan siap.
“Perlu diketahui masyarakat, bahwa di 4 kota atau kabupaten ini masyarakat tidak perlu khawatir apabila belum mengunduh aplikasi MyPertamina, karena untuk registrasi cukup melakukan pendaftaran di website subsiditepat.mypertamina.id tersebut,” tukasnya.
Terpisah, Pengamat Kebijakan Publik, Trubus Rahadiansyah menyampaikan bahwa sebelum uji coba, lebih awal yang harus dipersiapkan adalah payung hukum kebijakan tersebut. Menyusul sosialisasi masif, infrastruktur, hingga Sumber Daya Manusia (SDM) atau petugas SPBU.
“Terus koordinasi dengan aparat keamanan, belum lagi koordinasi dengan pemerintah daerah, kalau tidak waduh,” katanya.
Terkait dengan pembatasan pembelian Pertalite ini, ia menyebut bahwa pemerintah dan Pertamina mesti menjelaskan secara detail kriteria siapa saja yang bisa membeli Pertalite. Sekedar diketahui bahwa revisi Peraturan Presiden (Perpres) nomor 191 tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian, dan Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak belum rampung.
Tanpa sosialisasi yang masif di belasan daerah yang akan diuji coba, diperkirakan potensi terjadinya kerusuhan dan potensi gesekan antara pembeli dan petugas SPBU.
“Jangan-jangan ini alasan pemerintah untuk masyarakat supaya menggunakan Pertamax. Saya khawatir pemerintah ini lepas tangan, jadi pemerintah itu nggak mau ada subsidi, menyerahkan kepada pasar kayak minyak goreng subsidi persis,” paparnya.
Tanpa sosialisasi dan dasar hukum, dikhawatirkan masyarakat akan terkejut, disamping masalah lain yang akan timbul dari sisi jaringan internet, sampai kemampuan literasi digital masyarakat. Penggunaan aplikasi disebut harus jelas biaya dan kemanfaatannya bagi publik.
Sosialisasi dinilai mesti melibatkan pemerintah daerah sampai RT dan RW, lantaran BBM jenis ini sudah menjadi kebutuhan yang tergolong vital bagi masyarakat.”Sedangkan dengan aplikasi Pedulilindungi saja kan masyarakat sudah dibikin mumet, apalagi ini,” tukasnya.
Pengamat Energi dari Reforminer Institute, Komaidi Notonegoro sejak awal menyampaikan bahwa pembatasan pembelian Pertalite ini akan rumit dalam implementasinya. Contoh kajian yang dilakukan oleh Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas (BPH Migas) pada kendaraan 2000 CC untuk roda empat atau lebih dan 250 CC untuk sepeda motor, itu juga sulit dilaksanakan.
Lebih lanjut, kendaraan dengan mesin turbo saat ini CCnya rendah.”Misal sedan mewah CC 1.500, sementara mobil tua banyak CC 2.000 sampai 3.000. kalau pembatasan ya begini sulitnya,” kata Komaidi.
Sedangkan terkait dengan penggunaan aplikasi tersebut kata Komaidi, dilihat sebagai upaya menjaga kuota BBM bersubsidi. Jika tidak dibatasi, besar potensi over kuota. (sur)











