Berita Bekasi Nomor Satu
Bekasi  

Singgah di Monumen Cinta Habibie-Ainun, Terpuaskan Indahnya Gunung Nona

ISTIMEWA/RADAR BEKASI EKSPEDISI TORAJA : Seorang wisatawan berpose di depan Gunung Nona (kanan). Sejumlah warga saat mengunjungi Monumen Cinta Habibie-Ainun (kiri).

RADARBEKASI.ID, BEKASI – Gerakan Anak Negeri (GAN) Radar Bogor Grup kembali ekspedisi. Kali ini menyusuri Provinsi Sulawesi Selatan. Star dari Makassar menuju utara kawasan Tana Toraja—hingga menyusur Pantai Timur, melewati belasan kabupaten dan kembali ke Makassar. Seperti apa keseruannya? Berikut ulasannya.

Tim RADAR BOGOR GRUP

Rombongan GAN Radar Bogor Grup, jelajah Sulawesi Selatan diikuti perwakilan Radar Bekasi, Radar Bogor, Radar Bandung, Radar Cianjur, Radar Sukabumi, Radar Depok, Harian Metropolitan serta Pojoksatu.id. Fokus ekspedisi yang dihelat dari 30 Juni hingga 6 Juli ini Tana Toraja. Satu kabupaten dengan tradisi peradaban dan budaya yang kuat, unik serta mendunia.

Ekspedisi Tana Toraja mengambil star dari Kota Makassar. Untuk sampai di Toraja, bisa ditempuh melalui perjalanan darat sekira 8 jam. Sedangkan jarak tempuh kurang lebih 315 KM. Sebelum memasuki Kabupaten Toraja, rombongan harus melewati beberapa kabupaten, di antaranya: Kabupaten Maros, Pangkajene dan Barru.

Dengan menggunakan satu unit Elf Hiace dan Avanza, rombongan bergerak setelah makan siang, Kamis (30/6). Rombongan dibagi dua. Delapan orang di Elf Hiace dan empat orang lagi di Avanza.

Semua perbekalan disiapkan, termasuk full tank BBM. Pasalnya, rombongan bakal menempuh perjalanan jauh, melewati Jalan Poros Baru Makassar -Toraja. Beruntung infrastruktur yang kami lewati sangat baik dan nyaris tanpa hambatan berarti.

Setelah menempuh tiga jam perjalanan, sekitar pukul 18.00 WIT, rombongan memasuki Kabupaten Parepare. Jarak dari Kota Makassar ke Parepare 153,9 KM.Singgah di Kota kelahiran Presiden Indonesia ketiga BJ Habibie ini menjadi pilihan dan cukup membantu mengusir lelah dan penat sepanjang perjalanan. Sebelum memasuki pusat kota, rombongan berhenti di Tonrangeng. Kawasan wisata bibir pantai ini terlihat arsi di malam hari.

Nyala lampu berwarna-warni yang menghiasi sekeliling pantai membuat suasana malam begitu indah. Disini para wisatawan dapat menikmati Tonrangeng River Side sambil berfoto ria atau sekadar selfie dengan background cahaya lampu yang terang.

Di sepanjang kawasan ini berdiri tempat ngopi atau nongkrong juga pusat-pusat penjualan souvenir atau oleh-oleh. Rombongan pun sejenak ngopi bersama kolega Radar Bogor Grup yang sudah menunggu di sebuah kedai kopi tepat di depan Tonrangeng River Side.

Setelah ngopi dan berbincang, rombongan melanjutkan perjalanan menuju Monumen Cinta Sejati, Habibie – Ainun yang terletak di tengah kota.

Hanya butuh waktu kurang dari sepuluh menit, rombongan sudah memasuki kota dan menuju lokasi monumen. Monumen ini dinamai Monumen Cinta Sejati Habibie – Ainun dan menjadi destinasi wisata menarik. Berlokasi di Jalan Karaeng Burane, Mallusetasi, Kec. Ujung, Kota Parepare, monumen ini dibangun Walikota Parepare Taufan Pawe pada tahun 2015 silam. Hanya saja, rombongan tidak berlama-lama di monumen ini, setelah berfoto, perjalanan dilanjutkan menuju penginapan di Enrekang.

Perjalanan malam hari lumayan melelahkan. Pasalnya, jalanan meliuk-liuk. Daerah yang dilewati ini masuk Kabupaten Pinrang dan berbatasan langsung dengan Kabupaten Enrekang yang salah satu destinasi wisata terkenalnya adalah Gunung Nona.

Namun, saat rombongan sampai di kawasan Gunung Nona, hari gelap. Jam menunjukkan pukul 22.00 WIT, tentu saja situasi malam sangat sulit untuk menikmati indahnya gunung tersebut.

‘’Ini kita tiba di kawasan Gunung Nona, coba berputar dulu,’’ ujar Hazairin Sitepu—Ceo Radar Bogor Grup meminta sopir untuk memutar balik kendaraan. Kebetulan kawasan wisata Gunung Mona ada di sebelah kanan jalan.

‘’Gelap (Tidak bisa mengambil gambar atau foto), nanti (besok) saja kita ke sini (ke Gunung Mona– Red), sekarang kita menuju penginapan dulu,’’ selanya.

Rombongan pun bergerak meninggalkan Gunung Mona menuju tempat istirahat di kawasan Enrekang. Meski sedikit kesulitan mencari lokasi penginapan yang sudah dijanjikan di Dusun Kalimbua—, akhirnya rombongan sampai di tujuan. Sebuah dusun yang lumayan jauh dari Jalan Poros Baru arah Toraja.

Rombongan akhirnya bisa beristirahat sambil meluruskan badan yang selama seharian tertekuk—duduk santai di jok mobil.

Esok paginya, rombongan bersiap melanjutkan perjalanan ke Tana Toraja. Hanya saja, sebelum tim bergerak, informasi dari pemilik rumah tempat rombongan menginap—bahwa ada satu desa yang melarang warganya merokok, mengharuskan rombongan menuju desa tersebut. Nama desa itu adalah Desa Bone-Bone; Kecamatan Baraka Enrekang.

‘’Ini unik dan menarik. Kita harus kesana, Siapa yang mau ikut,’’ ujar Hazairin Sitepu. Akhirnya dengan dua motor empat orang menuju desa yang bisa ditempuh kurang lebih satu jam pulang- balik tersebut.

Saat menunggu tim dari desa tanpa rokok tiba, Radar Cianjur dan Radar Bekasi diminta untuk bergerak terlebih dahulu menuju Jln Poros Baru—Enrekang–Tana Toraja.

Setelah menempuh perjalanan 20 menit dari penginapan, kami memutuskan ke Gunung Nona, gunung yang saat malam sebelumnya, tidak bisa dinikmati rombongan.

Sebenarnya, di Enrekang, kabupaten yang terletak antara kilometer 196 dan kilometer 281 di utara Kota Makassar ini, banyak destinasi yang bisa dikunjungi. Ada goa, air terjun tebing batu dan lainnya.

Hanya saja, dari sekian destinasi alam itu, Buttu Kabobong—atau disebut dengan Gunung Nona ini—yang paling banyak dikunjungi wisatawan. Apalagi lokasinya tepat berada di pinggir jalan utama Jl Poros Baru Enrekang—Tana Toraja. Sehingga mudah dijangkau, tinggal menepikan kendaraan saja. Gratis pula.

Mengapa Gunung Nona cukup memikat wisatawan? Salah satu alasan karena gunung ini bentuknya unik. Bisa dikatakan menyerupai kelamin manusia. Posisi gundukan tanah dan belahan, tepat di tengah-tengah. Bila kita memandang lurus arah jam 12, tampak jelas, Gunung Nona berada. Ya, rasa penasaran akhirnya terbalas, terpuaskan oleh pemandangan Gunung Nona yang eksotik.

Kiri kanan terdapat hamparan atau gundukan bukit-bukit hijau bak hamparan permadani. Sejauh mata memandang, hijau dengan gundukan tanah memanjang serta menjulang. Untuk memanjakan wisatawan, di sini kita bisa menikmati berbagai macam hidangan, baika makanan maupun minuman.

Sayang pihak pengelola belum banyak membuat spot-spot khusus untuk selfie seperti layaknya lokasi wisata pegunungan di daerah lain. Disini juga pengunjung mesti berhati-hati, karena pembatas hanya bentangan besi holo bercat hitam setinggi 120 sentimeter. Di ujung pembatas itu, tentu saja jurang menganga yang sangat dalam. (bersambung)