RADARBEKASI.ID, BEKASI – Arif (32), salah seorang pengemudi Ojek Online (Ojol) di Kota Bekasi terpaksa harus mengisi Bahan Bakar Minyak (BBM) nya ke Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) di wilayah Rawalumbu, siang kemarin. Padahal, pada pagi harinya dia baru saja mengisi BBM jenis Pertalite.
“Narik dari sini (Rawalumbu) ke Summarecon, balik lagi tinggal satu strip, perasaan baru ngisi, kok ngisi lagi,” ungkapnya sembari mengaku, sejak sepekan terakhir dia merasa tunggangan ‘kuda besi’ nya semakin boros.
Disamping lebih boros, BBM yang ia dapat tidak sebanyak waktu harga BBM belum mengalami kenaikan. Jika semula dengan uang Rp10 ribu penunjuk volume bensin hidup tiga tingkat, sekarang hanya dua tingkat saja, lebih sedikit. “Beda sih (volume BBM yang didapat saat isi ulang), sama agak boros, heran aja,” ungkapnya.
Dalam sehari, biasanya dia bisa menghabiskan uang Rp30 sampai Rp50 ribu untuk membeli BBM. Besaran uang yang ia keluarkan untuk membeli BBM bergantung pada banyaknya pesanan yang masuk untuk diantar.
Kondisi serupa juga dirasakan oleh Fauzan (27). Pria yang bekerja di perusahaan ekspedisi ini mengaku konsumsi BBM kendaraannya kini makin boros. Dalam keadaan tangki motor terisi full, biasanya bisa digunakan untuk tiga hari kerja, baru diisi ulang. Tapi akhir-akhir ini, perkiraannya meleset, baru digunakan dua hari, harus kembali diisi full.
“Sebelum harga BBM naik, ngisi Rp20 ribu saja sudah full. Tapi sekarang say aharus ngisi Rp30 ribu baru full,”katanya kepada Radar Bekasi, kemarin.
Padahal kata dia, rute yang ia lalui sama setiap hari, hanya di sekitaran wilayah Kecamatan Rawalumbu dan Bantargebang. Kendaraan yang ia gunakan pun, belum berubah, masih dengan kendaraan lama yang selama ini ia gunakan.
Seingat Fauzan, perasaan aneh itu baru terjadi sejak sepekan ke belakang. “Minggu kemarin, ya berarti sejak BBM naik,” tambahnya.
Sementara itu, Pertamina memastikan standar dan mutu BBM jenis bensin 90 ini masih sesuai dengan Keputusan Dirjen Migas Nomor 0486.K/10/DJM.S/2017. Diyakinkan bahwa Pertalite yang dipasarkan melalui lembaga penyalur resmi sesuai dengan Keputusan Dirjen Migas.
“Batasan dalam spesifikasi Dirjen Migas yang menunjukkan tingkat penguapan pada suhu kamar di antaranya adalah parameter Reid Vapour Pressure (RVP). Saat ini hasil uji RVP dari Pertalite yang disalurkan dari Terminal Bahan Bakar Minyak (TBBM) Pertamina masih dalam batasan yang diizinkan, yaitu dalam rentang 45-69 kPa (Kilopascal),” kata Corporate Secretary Pertamina Patra Niaga, Irto Ginting dalam keterangan tertulis.
Pertamina menjamin seluruh produk BBM yang dipasarkan baik melalui SPBU maupun Prestashop telah melalui pengawasan yang ketat. Produk yang tidak sesuai dengan spesifikasi, tidak akan disalurkan kepada masyarakat.
Pengguna kendaraan dihimbau untuk mengisi BBM di lembaga penyalur resmi, serta menyesuaikan jenis BBM sesuai dengan yang tertera pada buku panduan kendaraan.
“Sebaiknya pengendara selalu konsisten dalam memilih bahan bakar yang berkualitas, agar mesin kendaraan selalu awet dan terawat. Lebih aman menggunakan bahan bakar berkualitas dengan oktan/cetane yang direkomendasikan oleh pabrikan, agar mesin dapat bekerja secara maksimal,” tutup Irto.
Terpisah, Direktur Eksekutif Komite Penghapusan Bensin Bertimbal (KPBB), Ahmad Safrudin mengatakan bahwa terjadi perubahan senyawa, kepadatan, hingga nilai kalor pada saat pemindahan BBM dari kilang sampai ke kendaraan. Sehingga, meskipun spesifikasi BBM di kilang sesuai dengan ketentuan yang telah diatur oleh pemerintah, perubahan senyawa membuat BBM menjadi lebih boros.
“Misalnya pemindahan BBM ke truk tangki, truk ke depo, depo ke SPBU, SPBU ke tangki mobil, terjadi penguapan karena tiap perpindahan nozzle dispenser tidak dilengkapi rubber socket untuk menahan terbangnya senyawa Pertalite lewat penguapan,” paparnya.
Disamping itu, RON BBM yang tidak sesuai dengan spesifikasi mesin kendaraan juga membuat BBM menjadi lebih boros. Sejak tahun 2018 kata Syafrudin, kendaraan roda empat menggunakan spesifikasi mesin euro 4, sementara motor menggunakan spesifikasi mesin euro 3 sejak tahun 2013.
Kendaraan degan spesifikasi mesin euro 2 keatas, minimal harus menggunakan BBM RON 91, bukan 90. Ketidaksesuaian antara jenis spesifikasi BBM dengan mesin kendaraan ini kata Syafrudin, menyebabkan pembakaran tidak sempurna atau Knocking.
Konsekuensinya, akan banyak BBM yang terbuang lewat knalpot, tidak terbakar sempurna. “Kalau dipaksa pakai Pertalite RON 90, akan Knocking. So, sudah pasti boros, karena tidak sesuai dengan engine tech requirement,” sambungnya. (Sur)