RADARBEKASI.ID, BEKASI – Keberadaan hutan mangrove di pesisir laut Muaragembong, Kabupaten Bekasi, terus mengalami penyusutan dan rusak akibat seringnya terjadi abrasi di wilayah tersebut.
“Saat ini, kemungkinan hanya ada sekitar 600 an hektar hutan mangrove di wilayah Kecamatan Muaragembong,” ujar Camat Muaragembong, Lukman Hakim.
Ia menjelaskan, sebelumnya luas hutan mangrove mencapai 10.481,15 hektar, namun kondisinya tidak banyak yang rusak dampak dari abrasi. Kemudian juga, sebagian dialihfungsikan menjadi tambak dan lahan pertanian masyarakat.
Sebagai upaya memaksimalkan keberadaan hutan mangrove, pihaknya terus mengajak berbagai pihak kembali menanam mangrove.
Kata Lukman, selain itu, untuk menjaga dari abrasi, masyarakat juga mengusulkan membangun tanggul melalui Musyawarah Rencana Pembangunan (Musrenbang), supaya tidak terjadi kerusakan lingkungan.
“Ada beberapa usulan memang dari masyarakat, bagaimana supaya adanya pembangunan tanggul. Kemudian, untuk tanaman mangrove juga bisa menjadi nilai ekonomi dengan cara diolah sebagai makanan dodol dan keripik,” beber Lukman.
Sementara itu, Penjabat (Pj) Bupati Bekasi, Dani Ramdan menyampaikan, saat ini Pemerintah Provinsi Jawa Barat (Pemprov Jabar) sudah menetapkan Peraturan Daerah (Perda) Rencana Tata Ruang Wilayah (RT RW). Hanya saja, wilayah Kecamatan Muaragembong belum ditetapkan RT RW nya.
Oleh sebab itu, lanjut Dani, pihaknya sudah menyampaikan pada saat pertemuan yang dipimpin oleh Dirjen Tata Ruang Kementerian ATR/BPN RI, Gabriel Triwibawa, turut dihadiri Asisten Deputi Bidang Koordinasi Infrastruktur dan Transportasi Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi.
Kemudian, jajaran Direktur Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Direktur Perencanaan Ruang Laut, Direktorat Jenderal Pengelolaan Ruang Laut pada Kementerian Perikanan dan Kelautan, Direktorat Jenderal Bina Administrasi Kewilayahan dan Direktorat Jenderal Bina Pembangunan Daerah, pada Kementerian Dalam Negeri, serta Badan Informasi Geospasial.
“Jadi, saat itu ada pertemuan untuk menetapkan Perda RT RW Pemprov Jabar, karena sampai empat tahun belum rampung juga. Kami menyampaikan kondisi hutan mangrove yang sudah rusak, serta adanya kawasan hutan yang bukan lagi pada eksistingnya, dan harus dihapus. Namun untuk menghapus ketetapan itu tidak mudah, perlu diketahui beberapa pihak,” terang Dani.
Selain menyampaikan kondisi hutan mangrove yang begitu banyak hilang karena abrasi, tambah Dani, pihaknya akan menetapkan wilayah tersebut sebagai konservasi.
Lanjut dia, bahwa kawasan hutan mangrove yang ada di Kecamatan Muaragembong, perlu dilakukan revitalisasi kawasan lindung sebagai bentuk pemulihan struktur, fungsi, dinamika populasi, keanekaragaman hayati dan ekosistemnya.
“Perlu ada penetapan kawasan hutan lindung yang luasnya mencapai 10 ribu hektar di Kabupaten Bekasi. Tapi kondisi saat ini, sekitar 93,5 persen dari total kawasan hutan, sudah diokupasi atau dirambah masyarakat. Kami memiliki usulan berdasarkan kondisi di atas, maka hutan mangrove perlu dilakukan revitalisasi sebagai kawasan lindung untuk mengembalikan ahli fungsinya,” harap Dani.
Ia menilai, pelaksanaan penanganan abrasi dan revitalisasi kawasan hutan mangrove ini, perlu dilakukan secara terpadu dan terintegrasi, dengan melibatkan seluruh pihak, serta dalam meningkatkan efektivitasnya dapat dipertimbangkan pula untuk ditetapkan sebagai Proyek Strategis Nasional (PSN).
“Pelaksanaan ini perlu dilakukan secara terpadu dan terintegrasi. Oleh karena itu, untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi pelaksanaanya, kiranya dapat dipertimbangkan untuk ditetapkan sebagai PSN,” saran Dani.
Dibeberkan Dani, fakta akibat abrasi tersebut, pertama, wilayah daratan Kabupaten Bekasi telah berkurang seluas 2.338,85 hektar, kedua, luas wilayah Kabupaten Bekasi mengalami inundasi seluas 1.700 hektar, dan ketiga, 90 persen kawasan hutan di Kabupaten Bekasi, telah mengalami alih fungsi menjadi tambak, sehingga mengancam habitat flora dan fauna.
“Fakta pertama kondisi saat ini garis pantai di tiga desa pesisir Pantai Bahagia, Pantai Bakti dan Pantai Sederhana, terjadi kemunduran dari beberapa abad. Luas area yang dihitung kurang lebih 1.900 hektar, dimana sebagian besar area tersebut dulunya merupakan hutan mangrove yang melindungi garis pantai. Kedua, laju abrasi cukup tinggi, menyebabkan terjadinya banjir rob hingga dua kali sebulan, dan mengakibatkan tergenangnya infrastruktur, rumah, sarana pendidikan dan mata pencaharian masyarakat,” pungkas Dani. (and)