RADARBEKASI.ID, BEKASI – Sebagian besar SMA-SMK di wilayah Bekasi belum menjadi tempat yang ramah bagi anak. Dari total 563 SMA/SMK, baru 74 diantaranya yang masuk kategori sekolah ramah anak.
Berdasarkan panduan sekolah ramah anak (2015) yang dibuat oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, definisi konsep sekolah ramah anak adalah bentuk pendidikan formal, nonformal, serta informal. Di mana sekolah memiliki sifat aman, bersih, peduli, dan berbudaya lingkungan hidup, demi menjamin, memenuhi, serta melindungi hak anak serta perlindungan anak sekolah dari segala bentuk diskriminasi dan kekerasan di bidang pendidikan.
Selain melindungi, menjamin, serta memenuhi hak anak, sekolah ramah anak juga turut mendukung partisipasi anak, khususnya dalam hal perencanaan, kebijakan, pembelajaran, pengawasan, serta mekanisme pengaduan yang berkaitan dengan pemenuhan hak dan perlindungannya di sekolah dan dunia pendidikan.
Kepala Kantor Cabang Dinas (KCD) Pendidikan Wilayah III Pendidikan Wilayah III Asep Sudarsono mengungkapkan, pihaknya mendorong seluruh SMA/SMK agar menjadi sekolah ramah anak.
“Saat ini kami tengah mendorong seluruh sekolah untuk menerapkan sekolah ramah anak,” ujar Kepala KCD Pendidikan Wilayah III Asep Sudarsono kepada Radar Bekasi, Kamis (13/10).
Data KCD Pendidikan Wilayah III, SMA/SMK di Kota dan Kabupaten Bekasi berjumlah 563 sekolah. Rincinya, di Kota Bekasi yakni SMA berjumlah 107 sekolah dan SMK berjumlah 142 sekolah. Sedangkan di Kabupaten Bekasi yakni SMA berjumlah 123 sekolah dan SMK berjumlah 191 sekolah.
Adapun SMA/SMK yang masuk kategori sekolah ramah anak di Kota Bekasi yakni SMA berjumlah 6 sekolah dan SMK berjumlah 15 sekolah. Sedangkan di Kabupaten Bekasi yakni SMA berjumlah 38 sekolah dan SMK berjumlah 15 sekolah.
Sementara, SMA/SMK yang didorong menjadi sekolah ramah anak di Kota Bekasi yakni SMA berjumlah 101 sekolah dan SMK berjumlah 127 sekolah. Sedangkan di Kabupaten Bekasi yakni SMA berjumlah 85 sekolah dan SMK berjumlah 176 sekolah.
Untuk mendorong Sekolah Ramah Anak, KCD Pendidikan Wilayah III akan membuat program silaturahmi. Dalam program itu, setiap sekolah diminta mengirim perwakilan siswa berjumlah 10 orang.
Dari hasil pertemuan tersebut, nantinya perwakilan siswa akan menjadi duta ramah anak di masing-masing sekolahnya. Sehingga penerapannya dapat dilakukan dengan maksimal oleh seluruh satuan pendidikan.
“Tapi untuk itu kami akan melakukan proses perencanaan dahulu,” ucapnya.
Untuk menjadi sekolah ramah anak, ungkap Asep, sekolah tentu harus menyiapkan sumber daya manusia (SDM) dan sarana prasarana yang mendukung. “Agar saat penerapannya sekolah tidak menemukan kendala ataupun kesulitan,” katanya.
Sementara Wakil Kepala Sekolah Bidang Humas SMAN 6 Kota Bekasi Sabbiani Manik mengungkapkan, SMAN 6 Kota Bekasi telah menjadi sekolah ramah anak.
“Kami kurang lebih sudah lima tahun menjadi sekolah ramah anak, alhamdulillah dalam pelaksanaannya memang membutuhkan
kesabaran yang sangat luas,” ucapnya.
Selama ini, penerapan sekolah ramah anak di SMAN 6 Kota Bekasi lebih sering diterapkan dengan suatu tindakan meliputi arahan dan solusi. Antara lain melalui program ramah lingkungan, pihak sekolah meminta siswa untuk membawa botol minum dan tempat makan.
“Berarti dalam hal ini kami harus menyediakan air minum, agar siswa tidak membeli minuman di luar. Jadi lebih ke actionnya sekolah,” ucapnya.
Selain itu, dalam memberikan tugas di rumah guru tidak lagi menyampaikan kepada siswa dengan bahasa memberikan pekerjaan rumah (PR). Melainkan memberikan tantangan.
“Karena memang ada beberapa siswa yang trauma dengan kata PR, kalau sudah dengar PR sudah takut aja bawaannya. Nah untuk pergantian kata ini siswa jadi lebih tertantang bukan lagi takut,” katanya.
Tak hanya itu, hukuman yang biasanya diberikan siswa ketika melakukan pelanggaran seperti terlambat sekolah siswa harus berjemur, membersihkan toilet, ataupun pekerjaan keras lainnya, dalam sekolah ramah anak tidak lagi diberlakukan.
“Kami lebih kepada konsekuensi mereka jika melakukan pelanggaran, seperti melakukan salat dhuha dan menugaskan siswa untuk membaca selama beberapa menit di perpustakaan. Hukuman ini akan menjadi sebuah habit yang tanpa sengaja kami bentuk,” tuturnya.
Menurutnya, penerapan sekolah ramah anak membutuhkan penyesuaian yang cukup lama. Saat ini, SMAN 6 Kota Bekasi sudah terbiasa dengan pembiasaan-pembiasaan tersebut.
“Jika sudah menjadi habit akan lebih mudah bagi kami guru, dan siswanya,” ucapnya.
Terkait sarana dan prasarana pendukung juga sangat dibutuhkan. Contohnya dengan menyediakan fasilitas kamar mandi yang sesuai dengan jumlah siswa.
“Terkait sarana kamar mandi itu bisa menjadi kegiatan siswa yang akan menimbulkan kasus bullying, makanya kami memiliki 10 titik lokasi kamar mandiri yang bisa digunakan siswa agar tidak mengantri dan tidak menimbulkan kasus bullying,” katanya.
Terpisah, Wakil Ketua Komisi Perlindungan Anak Daerah (KPAD) Kota Bekasi Rusham menyampaikan, sekolah ramah anak adalah sekolah yang dapat membuat seluruh siswanya nyaman dan aman ketika berada di sekolah.
“Tidak membuat siswa takut ketika berada di sekolah,” tegasnya.
Menurutnya, masih ada beberapa siswa yang takut untuk pergi ke sekolah karena beberapa hal seperti contoh guru yang tidak ramah ataupun lingkungan siswa yang tidak bersahabat.
“Kadang siswa itu takut ke sekolah karena tidak nyaman, contoh karena gurunya galak ataupun lingkungan sekolahnya tidak mendukung seperti masih ada bullying antar kakak kelas dan adik kelasnya,” ucapnya.
Dengan demikian, menurutnya sekolah ramah anak membutuhkan dukungan yang merata, baik kepala sekolah, guru, tenaga pendidik, dan siswa.
“Seluruh stakeholder yang berada di sekolah itu harus bekerjasama agar dapat lebih mudah membangun sekolah ramah anak di lingkungan sekolah tersebut,” tukasnya. (dew)