Berita Bekasi Nomor Satu
Bekasi  

1,5 Juta Kendaraan di Bekasi Terancam jadi Kendaraan Bodong

RADARBEKASI.ID, BEKASI SELATAN – Pemilik kendaraan di Kota dan Kabupaten Bekasi mesti segera menyelesaikan tunggakan pajak. Jika tidak, maka sekitar 1,5 juta Surat Tanda Kendaraan Bermotor (STNK) di Bekasi akan dihapus, akibatnya kendaran tersebut menjadi bodong alias ilegal.

Ketentuan ini diatur dalam Undang-undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ) serta Peraturan Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Berdasarkan data Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Provinsi Jawa Barat, ada 7,4 juta unit kendaraan yang berpotensi dihapus datanya. Dari lima wilayah dengan potensi terbesar, Kota dan Kabupaten Bekasi berada di urutan paling atas, masing-masing 791.850 unit kendaraan di Kabupaten Bekasi dan 773.145 unit di Kota Bekasi.

“Kami dan kepolisian juga tidak langsung melakukan penghapusan data. Upaya sosialisasi dan edukasi terkait kebijakan penerapan penghapusan data kendaraan akan dilakukan secara masif di Jawa Barat. Termasuk upaya dalam melaksanakan program pemutihan pajak pada Juli hingga Agustus lalu,” ujar Kepala Bapenda Jabar, Dedi Taufik, belum lama ini.

Ada dua aturan yang mengatur penghapusan kendaraan ini. Pertama, UU nomor 22 tahun 2009 tentang LLAJ, dimana pasal 74 mengatakan bahwa penghapusan data kendaraan dapat dilakukan jika kendaraan rusak berat sehingga tidak dapat dioperasikan, serta jika pemilik kendaraan tidak melakukan registrasi ulang selama dua tahun setelah masa berlaku Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK) habis.

Ini berarti, kendaraan yang berpotensi dihapus data kendaraannya adalah pemilik yang tujuh tahun berturut-turut tidak melaksanakan kewajiban membayar pajak kendaraan.

Aturan berikutnya adalah Peraturan Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 7 tahun 2021 tentang registrasi dan identifikasi kendaraan bermotor. Sebelum benar-benar dihapus, pemilik kendaraan akan diberikan peringatan tiga kali, masing-masing berjarak satu bulan.

Penghapusan kendaraan benar-benar dilakukan jika satu bulan setelah peringatan terakhir pemilik kendaraan tidak memberikan jawaban. Berbeda dengan pemblokiran, kendaraan yang telah dihapus datanya tidak bisa didaftarkan atau diregistrasi kembali.

Terkait dengan ketentuan ini, Kantor Pusat Pengelolaan Pendapatan Daerah Wilayah (PPPDW) Kota Bekasi belum bisa memberikan penjelasan teknis, termasuk kapan kebijakan ini dilakukan. Sejauh ini, belum ada informasi detail terkait dengan penghapusan data kendaraan ini.

“Kita belum ada arahan terkait itu,” kata Lasi Pendataan dan Penetapan P3DW Kota Bekasi, Muchamad Iqbal, Rabu (26/10).

Belum lama ini pemilik kendaraan di wilayah Provinsi Jawa Barat dapat memanfaatkan program pemutihan pajak, membebaskan denda, bebas Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB) II, bebas tunggakan pajak tahun kelima, serta diskon PKB dan BBNKB I.

Jumlah kendaraan di Kota Bekasi keseluruhan 1,5 juta unit, 28 persen diantaranya kendaraan roda empat. Rencananya Bapenda Provinsi Jawa Barat dalam waktu dekat akan kembali memberikan pembebasan BBNKB II.

“Rencananya kita akan ada pembebasan BBNKB II, sedang menunggu waktu pelaksanaannya,” tambahnya.

Beberapa waktu lalu, Korlantas Polri menginginkan aturan penghapusan ini bisa dilaksanakan secepatnya. Pasalnya, UU nomor 22 tentang LLAJ sudah diteken sejak tahun 2009 silam.

Aturan yang dibuat dengan tujuan meningkatkan disiplin pajak masyarakat ini dinilai tidak bisa serta merta dilaksanakan. Melainkan, harus dipastikan masyarakat telah mendapatkan kemudahan dalam membayar pajak.

Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan MTI Pusat, Djoko Setijowarno mengatakan bahwa masyarakat di berbagai wilayah masih mengeluhkan rumitnya proses pembayaran pajak kendaraan. Sehingga saat ini, pemerintah pusat tengah memulai koordinasi untuk memudahkan masyarakat dalam membayar pajak kendaraan, termasuk balik nama kendaraan bermotor.

“Salah satu masalahnya, orang itu mau membayar pajak, mau balik nama, itu sulitnya minta ampun,” katanya.

Djoko menyebut potensi pajak kendaraan bermotor sangat besar, diperkirakan mencapai Rp200 triliun, tapi nyatanya yang terkumpul hanya Rp40 triliun. Padahal, pendapatan negara dari pajak kendaraan bermotor tersebut bisa digunakan untuk memperbaiki public transport di daerah.

Kebijakan penghapusan data kendaraan ini dinilai baru bisa dilakukan setelah seluruh pemilik kendaraan sudah diberikan kemudahan dalam membayar pajak.

“Saya kira dihapus kalau dia sudah jelas diberikan peluang tidak mau yaudah nggak papa, tapi jangan juga dia (pemilik kendaraan) mau balik nama susah,” tambahnya.

Senada, Ketua Dewan Transportasi Kota Bekasi, Harun Al Rasyid mengatakan bahwa penghapusan data itu bertujuan untuk memberikan sanksi kepada pemilik kendaraan. Aturan ini kata Harun bertujuan untuk mendisiplinkan masyarakat.

Tapi sebelum dilaksanakan, perlu penyesuaian antara satu regulasi dengan regulasi lain. Salah satu contohnya, UU LLAJ tidak menyebut pemilik kendaraan yang tidak membayar pajak sebagai pelanggaran.”Nah itu harus disinkronkan dulu dengan UU lainnya,” ungkapnya.

Selain kesesuaian antara satu regulasi dengan regulasi yang lain, berikutnya juga diperlukan penyesuaian aturan terhadap perkembangan teknologi. Penyesuaian ini dibutuhkan jika kemudahan pembayaran pajak kendaraan bisa dilakukan melalui platform digital, termasuk perubahan pola penindakan dari tilang manual menjadi tilang elektronik.

“Sekarang kan dengan teknologi, bayar pajak tidak harus ke lokasi, bisa menggunakan aplikasi. Persoalannya kan disitu tidak ada pencetakan bukti sudah bayar di STNK, padahal dia sudah bayar pajak, nah ini kan butuh pengaturan,” tambahnya. (sur)