RADARBEKASI.ID, BEKASI – Di tengah pesatnya kemajuan Kota Bekasi, ternyata masih ada ratusan pemuda yang tidak memiliki kemampuan baca tulis. Kondisi ini mempengaruhi kualitas pembangunan pemuda saat kehadirannya diharapkan dapat memberikan bonus demografi.
Berdasarkan Undang-undang (UU) nomor 40 tahun 2009, pemuda adalah warga negara Indonesia yang saat ini berusia 15 sampai 30 tahun. Kelompok pemuda ini yang telah banyak menggoreskan tinta emas, sejak zaman penjajahan sampai reformasi lewat gagasan dan tindakan nyata.
Pada masa pandemi, Indeks Pembangunan Pemuda (IPP) dilaporkan turun, Provinsi Jawa Barat bahkan harus rela menempati urutan ke 29 dari 34 provinsi di Indonesia. Sementara di tingkat kota memang IPP belum memiliki ditentukan ukurannya, tetapi statistik kepemudaan yang diproduksi oleh Badan Pusat Statistik (BPS) bisa menjadi rujukan untuk menilai kualitas pembangunan pemuda di tingkat kota.
Data Profil Pemuda Provinsi Jawa Barat tahun 2021 bisa menjadi rujukan, Data ini menyajikan beberapa komponen dalam penilaian IPP di tingkat kota atau kabupaten, yakni pendidikan, kesehatan dan kesejahteraan, lapangan dan kesempatan kerja, partisipasi dan kepemimpinan, serta gender dan diskriminasi.
Dari total 2,56 juta penduduk Kota Bekasi, 27,99 persennya adalah pemuda, atau 717.926 jiwa dari total jumlah penduduk. Presentase pemuda yang memiliki kemampuan baca tulis di Kota Bekasi 99,88 persen, berada di urutan ketiga paling bawah, di atas Kabupaten Tasikmalaya dan Kabupaten Subang.
Berdasarkan persentase pendidikan tertinggi yang ditamatkan, Kota Bekasi berada di urutan atas pemuda yang menamatkan Pendidikan Tinggi (PT), yakni 16,87 persen, mayoritas menamatkan pendidikan di tingkat Sekolah Menengah Atas (SMA). Sedikit saja di bawah Kota Cimahi dengan persentase 20,49 persen dan Kota Depok dengan persentase 17,93 persen.
Pada sektor kesehatan, ada 23,15 persen pemuda yang mengalami keluhan kesehatan, angka kesakitan pemuda di Kota Bekasi 9,70 persen. Belum semua pemuda memiliki jaminan kesehatan, baru 70,72 persen pemuda yang memiliki jaminan kesehatan.
Sementara pada aspek pekerjaan, tingkat partisipasi angkatan kerja pemuda di Kota Bekasi 63,09 persen, dengan tingkat pengangguran terbuka 19,50 persen. Jenis kegiatan utama 700 lebih pemuda Kota Bekasi mayoritas bekerja, di sektor pertanian 0,3 persen, sektor manufaktur 23,38 persen, dan 76,31 persen di sektor jasa.
Memperhatikan data-data tersebut, Ketua DPD Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) Kota Bekasi, Mardani Ahmad menilai bahwa secara persentase mungkin Kota Bekasi lebih kecil dibandingkan daerah lain lantaran perbedaan jumlah pemuda di tiap wilayah yang berbeda. Meskipun demikian, situasi tersebut tetap perlu disikapi, diperlukan kolaborasi antara pemerintah, organisasi kepemudaan, sektor swasta, hingga masyarakat.
Dari sisi minat baca dan tulis, ia menyebut bahwa kemampuan pemuda melahirkan gagasan sangat dipengaruhi oleh minat membaca. Sebagai upaya untuk mengatasi ini, pihaknya meminta pemerintah daerah untuk menyediakan ruang publik di berbagai tempat sebagai area berkumpul pemuda, dilengkapi dengan perpustakaan. Catatannya, harus mudah diakses, baik dari sisi transportasi maupun proses pinjam meminjam bahan bacaan.
Sedangkan dari sisi pendidikan yang ditamatkan oleh para pemuda, pembiayaan pendidikan menjadi masalah yang teridentifikasi sehingga pemuda tidak bisa melanjutkan atau menyelesaikan sampai PT. Ia mengaku telah membicarakan ini dengan Dinas Pemuda dan Olahraga (Dispora) Kota Bekasi untuk memberikan akses beasiswa bagi pemuda untuk melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi.
“Beberapa hari lalu saya bertemu dengan mahasiswa yang kuliahnya di luar Kota Bekasi. Contohnya Bandung, itu hampir ratusan tiap tahun yang kuliah disana, tapi yang menuntaskan sampai akhir nggak banyak, atau 10 persennya gugur, nggak sampai selesai,” katanya.
Menurutnya, ada tiga kunci penting kemandirian pemuda, yakni pendidikan, moral sosial, serta modal finansial. Ketiganya bisa digunakan oleh pemuda untuk membangun kemandirian dan merespon situasi sosial, serta perkembangan zaman.
Kemudian dari sisi peluang kerja, Mardani mengatakan bahwa pemuda Kota Bekasi tidak bisa egois ditengah gelombang urbanisasi. Dengan situasi ini, maka dunia usaha memiliki tuntutan kepada individu dari sisi kualitas, yang terpilih adalah pemuda yang mampu memenuhi tuntutan tersebut.
“Kita dihadapkan dengan persaingan itu, kalau angka pendidikan kita di bawah, kurang maksimal, terus kemudian peluang kerja tidak berpihak kepada kita,” ungkapnya.
Namun, situasi ini kata Mardani bukan tanpa solusi, sektor pekerjaan informal bisa menjadi solusi melalui pemanfaatan berbagai peluang hasil perkembangan teknologi, maupun semangat pemerintah untuk membangun Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). Sisi ini dianggap bisa mengurangi tingkat pengangguran, khususnya pemuda.
Dunia pemuda masih terseok-seok mengarungi era reformasi industri 4.0, saat ini sudah harus dihadapkan dengan perkembangan selanjutnya, reformasi industri 5.0. pada era reformasi industri 4.0, dunia kepemudaan masih memiliki harapan terhadap keahlian dan kepedulian terhadap lingkungan masyarakat serta pemerintahan, hanya saja suaranya saat ini lebih terdengar keras di media sosial.
Maka yang harus diperhatikan adalah kemampuan dalam pemanfaatan media sosial oleh para pemuda dalam berekspresi. Pernyataan ini selaras dengan data penggunaan Teknologi Informasi (TI) Pemuda Kota Bekasi, dimana 98,36 pemuda menggunakan telepon genggam, 39,58 pemuda menggunakan perangkat komputer, serta 97,59 pemuda mengakses internet.
Sedangkan dari sisi kepemimpinan, organisasi kepemudaan kata Mardani memiliki peranan penting untuk menjadi wadah penempaan. Untuk meningkatkan perkembangan pembangunan pemuda di Kota Bekasi, dari sisi gender dan diskriminasi, ia meminta pemuda untuk menjaga keberagaman dengan baik.
“Saya ingin mengambil catatan penting bahwa Kota Bekasi ini kota yang plural, kota yang keragamannya tinggi, maka sudah selayaknya kita sebagai pemuda mebcerminta sikap yang toleran, tidak terjebak pada informasi hoax sehingga tidak terjadi konflik horizontal,” tandasnya.
Berbagai program kepemudaan diakui mengalami penurunan pada masa pandemi. Setelah pandemi Covid-19 mereda, Dispora menyebut telah melakukan sederet kegiatan dalam bentuk sosialisasi berbagai peran yang bisa dilakukan oleh pemuda bersama dengan organisasi kepemudaan, termasuk KNPI.
“Disamping itu juga mengadakan kegiatan pelatihan kepemimpinan,” kata kepala Dispora Kota Bekasi, Ahmad Zarkasih.
Pada sektor kesehatan kata Zarkasih, pihaknya bekerjasama dengan Dinas Kesehatan (Dinkes). Kegiatan yang dilakukan yakni sosialisasi gerakan masyarakat sehat. Sedangkan pada sisi ketenagakerjaan, kerjasama dibangun dengan Disnaker untuk menyediakan peluang kerja bagi pemuda.
“Kami bekerjasama dengan Disnaker untuk pencairan lowongan kerja,” tambahnya. (Sur)