RADARBEKASI.ID, BEKASI – Opsi pembayaran dengan dicicil atau ‘beli dulu, bayar nanti’ alias paylater yang ditawarkan oleh perusahaan fintech (financial technology) menjadi semakin popular saat ini, khususnya bagi kalangan muda atau warga yang memiliki keuangan terbatas dalam melakukan transaksi online.
Di Indonesia termasuk di Bekasi, layanan ini kian menjamur dan disediakan oleh banyak fintech seperti Kredivo, Akulaku dan Home Kredit, Dana, Shopeepay dan masih banyak lagi lainnya. Selain itu perusahaan e-commerce juga tidak ketinggalan ikut menawarkan hal serupa seperti Shopee dengan SPayLater.
Dengan kemudahan transaksi berbelanja yang diberikan, masyarakat mesti lebih bijak mengatur keuangan. Jika tidak, maka akan keteteran saat membayar tagihan. Bahkan tidak jarang, konsumen yang telat bayar akan ditagih ke rumah.
Sejumlah survei menyebut, bahwa jumlah pengguna maupun intensitas penggunaan layanan Paylater meningkat. Mayoritas masyarakat bahkan mengaku akan menggunakan Paylater di waktu mendatang sehingga jumlah penggunanya akan terus bertambah.
Perilaku konsumen e-commerce tidak luput dari sederet perubahan perilaku sosial ekonomi masyarakat pada masa pandemi. Hal ini ditunjang oleh penetrasi internet yang terjadi beberapa tahun belakangan, profil internet Indonesia tahun 2022 yang dirilis oleh Asosiasi Penyedia Jasa Internet Indonesia (APJII) menyebut penetrasi internet yang terjadi di Indonesia selama tahun 2021 sampai Q1 2022 mencapai 77,02 persen.
Ditengah manfaat berupa kemudahan penggunaan layanan hingga memudahkan dalam mengatur keuangan, ada yang dirugikan akibat bunga yang dikenakan setiap transaksi, bahkan sampai harus menunggak. Fenomena belanja sampai lupa diri juga menjadi momok menakutkan yang bisa saja terjadi, sehingga tagihan yang harus dibayar semakin besar.
Pengalaman pertama dialami oleh salah satu warga Bekasi, Kristien (30). Warga Kecamatan Bekasi Timur ini mengaku tidak pernah mengatur metode pembayaran angkutan online menggunakan Paylater. Tapi, ia dibuat kaget saat menerima tagihan Paylater, peristiwa ini terjadi sampai dua kali.
“Nggak banyak (tagihannya), tapi kesel karena kena bunga, makanya aku marah banget. Kayaknya ada deh Rp750 ribu (tagihan) mah,” katanya, Senin (31/10).
Keyakinan bahwa ia tidak pernah mengatur pembayaran dengan Paylater in, karena selalu sedia saldo dalam jumlah relatif besar untuk memenuhi biaya transportasi. Saat membayar dengan Paylater, otomatis uang yang dikeluarkan lebih besar, karena ditambah bunga.
Setelah dua kali mengalami kejadian ini, Kristien mengajukan keberatan kepada penyedia layanan, dan sampai saat ini ia tidak lagi menerima tagihan.
Cerita lain dialami oleh keponakannya, karena menggunakan Paylater di aplikasi e-commerce, harus membayar tagihan selama dua tahun. Ia tidak mengetahui persis berapa nominal kredit dan cicilan yang harus dibayar tiap bulan, tapi informasi itu sampai di telinganya.
“Itu keponakan saya kayaknya udah terjerat 2 tahunan. Ceritanya anak saya, tiap bulan dia belanja lagi aja,” tambahnya.
Perilaku membeli tanpa kesadaran maupun pembelian barang tidak sesuai dengan kebutuhan menjadi catatan pengamat ekonomi dalam menggunakan layanan ini. Warga yang lain, Lukman (29) bahkan sengaja membayar cicilannya lewat dari jatuh tempo supaya limit akun Paylater miliknya tidak ditambah, atau bahkan dikurangi menjadi lebih kecil.
Alasannya menjauhi godaan untuk bertransaksi dengan biaya lebih mahal. “Saya tau resikonya denda Rp100 ribu, tapi kan nanti jadi catatan, oh ini sering telat bayar jangan ditambah lagi. Sebulan bisa sampai 3 juta saya tuh,” katanya.
Beberapa kali ia memanfaatkan Paylater untuk membeli barang dengan harga jutaan rupiah. Penggunaan terbesar yang ia cayat sampai Rp15 juta, digunakan untuk membeli kebutuhan berwirausaha, dicicil selama 12 bulan.
Untuk menikmati layanan ini, ia mengaku hanya dikenakan biaya penanganan atau biaya administrasi Rp8 ribu, plus denda jika pembayaran lewat dari tanggal jatuh tempo Rp100 ribu. Beruntung semua kredit yang ia ajukan bisa terbayar.
Jika terjadi keterlambatan dalam waktu yang lama kata Lukman, bisa saja didatangi langsung oleh petugas dari penyedia layanan Paylater, dengan tujuan menagih hutang. Ini pernah terjadi pada temannya.
Ia menceritakan bahwa dengan limit satu juta, temannya tidak berhasil mencicil selama lima bulan berturut-turut. Karena peristiwa tersebut, petugas datang langsung ke rumah.
“Ada teman saya di rumah, itu bisa (hutang) pokoknya saja dia bayar setelah musyawarah dengan petugas. Jadi kayaknya dia melihat kondisi ekonominya juga, akhirnya bisa bayar pokoknya saja,” ungkapnya.
Perkembangan fasilitas kredit memang tidak bisa dihindari, maka ada sejumlah hal yang harus diperhatikan sehingga tidak terjerat hutang. Pengamat ekonomi, Mediati Sa’adah mengatakan bahwa Paylater berfungsi layaknya masyarakat bertransaksi menggunakan kartu kredit, hanya saja Paylater memberikan kemudahan lebih.
Saat menggunakan layanan ini, masyarakat dinilai penting untuk mengetahui besaran bunga, karena produk ini bunganya disebut lebih tinggi dibandingkan dengan produk kredit lainnya yang diberikan oleh bank.
Selain itu, pemberi layanan yang digunakan juga harus dipastikan terdaftar pada Ptoritas Jasa Keuangan (OJK).”Berapa denda yang dikenakan ketika terjadi keterlambatan dalam membayar cicilan,” ungkapnya.
Bagi e-commerce, layanan ini bisa membantu menaikkan tingkat penjualan. Sementara masyarakat mendapat kemudahan lewat metode pembayaran dengan cara mencicil barang yang dibeli.
Namun, ia mengingatkan masyarakat untuk berhati-hati dalam menggunakan layanan ini, terutama saat berbelanja, harus dipastikan sesuai dengan kemampuan ekonomi. Pasalnya, ada bunga hingga penalti atau denda jika terjadi keterlambatan pembayaran.
“Sekali lagi seperti kartu kredit, konsumen harus berhati-hati, karena itu adalah hutang yang harus dibayar. Jadi harus melihat kemampuan konsumen, apa bisa pendapatannya untuk membayar cicilan kreditnya,” tandasnya. (Sur)