RADARBEKASI.ID, JAKARTA – Pemerintah diminta bertanggung jawab atas merebaknya penyakit gangguan ginjal akut atau acute kidney injury (AKI). Anak-anak yang meninggal akibat penyakit tersebut harus diberi santunan.
Keputusan itu merupakan rekomendasi dari pertemuan Komisi IX DPR bersama Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), serta asosiasi farmasi Rabu (2/11).
Komisi IX juga mendesak Kemenkes lebih serius menuntaskan investigasi penyebab AKI.
Kamis (3/11) Wakil Menteri Kesehatan Dante Saksono Harbuwono menuturkan, rencana pemberian santunan masih dibahas. Sebab, wacana tersebut baru saja muncul. ”Sudah diatur dengan Kementerian Keuangan dan Kementerian Sosial untuk memberikan santunan,” ujarnya. Namun, belum ada rencana detailnya. Yang sudah ada hanya keputusan untuk menanggung seluruh biaya perawatan pasien AKI.
Pemerintah juga berupaya menekan angka fatalitas AKI. Menurut data yang dipaparkan Kemenkes Rabu lalu, ada 178 anak meninggal dari 325 yang mengidap AKI. Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menyatakan, Fomepizole menjadi obat untuk mengatasi AKI. Obat tersebut dapat mengurangi dampak keracunan etilena glikol (EG) dan dietilena glikol (DEG). ”Obatnya dari Singapura. Kami beli lalu diberikan ke pasien di RSCM (RSUP dr Cipto Mangunkusumo, Red),” ujar Budi. Beberapa pasien yang mendapat obat tersebut bisa sembuh.
Pemerintah kini berusaha mencari Fomepizole. Setelah membeli 30 vial dari Singapura, pemerintah mencari di Jepang dan Australia. Dari Negeri Sakura mendapatkan 200 vial, sedangkan dari Negeri Kanguru dapat 16 vial. ’’Penggunaan Fomepizole menunjukkan 95 persen pasien anak di RSCM menunjukkan perkembangan yang terus membaik,” kata Juru Bicara Kemenkes M. Syahril kemarin.
Dari 246 vial Fomepizole yang sudah ada di Indonesia, sekitar 87 persennya berasal dari sumbangan negara lain. Hingga kini, sudah ada 17 rumah sakit di 11 provinsi yang mendapatkan Fomepizole.
Menurut Syahril, WHO sudah mengindikasikan penyebab gagal ginjal karena EG atau DEG. Fomepizole merupakan opsi antidotum atau penawar. ’’Jadi, bukan berdasarkan asumsi semata,” tuturnya.
Pemberian obat tersebut akan membantu mengurangi kefatalan. Didukung kebijakan Kemenkes yang melarang pemberian obat sirup, dia yakin kasus baru akan makin turun. ’’Kenaikan kasus itu sebenarnya karena laporan yang terlambat. Sebagian besar kasus terjadi pada Agustus dan September,” paparnya.
Apakah Fomepizole berbayar? Syahril menyatakan, tidak ada komersialisasi obat dari Kementerian Kesehatan. (jpc)