RADARBEKASI.ID, BEKASI – Penanganan abrasi yang merupakan pengikisan pantai oleh tenaga gelombang laut dan arus laut yang bersifat merusak di Kabupaten Bekasi, belum bisa ditangani oleh Pemerintah Provinsi Jawa Barat (Pemprov Jabar) secara cepat.
Sebab, penanganan abrasi ini butuh kolaborasi dari pemerintah daerah, provinsi, maupun pusat. Untuk sementara, pencegahan dilakukan hanya sebatas penanaman mangrove. Diketahui, ada tiga Kecamatan di Kabupaten Bekasi yang rutin terdampak abrasi setiap tahunnya.
Wakil Gubernur Jawa Barat, Uu Ruzhanul Ulum mengakui, persoalan abrasi di Kabupaten Bekasi, khususnya di Kecamatan Muaragembong belum bisa ditangani, alasannya keterbatasan anggaran.
“Ini menjadi perhatian semua pihak. Tapi harapan kami, masyarakat juga bantu menjaga pantai agar tidak rusak dengan cara tanpa dikomandoi. Sebab disitu ada penanaman mangrove,” ujarnya kepada Radar Bekasi.
Menurut Uu, salah satu cara untuk mencegah terjadinya abrasi, yakni dengan menanam mangrove. Sebenarnya untuk menjaga mangrove itu bisa dilakukan dengan cara pengurugan atau yang lainnya. Itu pun akan dilakukan, jika ada permohonan dari masyarakat Muaragembong. Namun untuk melakukan itu, butuh kolaborasi dari pemerintah.
“Ini perlu kolaborasi dari Pemkab Bekasi, Pemerintah Pusat, dan Pemprov Jabar. Semua ini bisa dilakukan, hanya belum terlaksana,” beber Uu.
Kata dia, anggaran untuk menangani daerah pesisir yang kena abrasi sudah beberapa kali diajukan. Diharapkan, ini bisa dilakukan sebagai bentuk kepedulian Pemprov Jabar kepada lingkungan dan masyarakat.
Sebelumnya, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bekasi, mencari solusi strategis mengatasi persoalan abrasi di wilayah perairan Kecamatan Muaragembong melalui pembahasan forum diskusi sistematis dan terarah yang diinisiasi badan penelitian dan pengembangan daerah.
“Kegiatan FGD (focus group discussion) ini merupakan tindak lanjut hasil kajian abrasi pantai di Muaragembong pada tahun anggaran 2022,” ucap Asisten Daerah III Kabupaten Bekasi, Jaoharul Alam.
Dia menjelaskan, abrasi merupakan bencana yang diakibatkan kondisi alam maupun aktivitas manusia. Mengutip Triatmodjo (1999) abrasi mengancam kondisi pesisir dan dapat menyebabkan mundurnya garis pantai, merusak tambak maupun lokasi persawahan, serta bangunan yang berbatasan langsung dengan laut.
“Pesisir Muaragembong merupakan wilayah pesisir yang langsung berbatasan dengan Laut Jawa, sehingga memiliki kerentanan bencana abrasi ditambah perubahan penggunaan lahan dari lahan mangrove menjadi tambak,” terang Jaoharul.
Berdasarkan hasil pengamatan program Digital Shoreline Analysis System (DSAS) selama tahun 1988-2022, terjadi perubahan garis pantai di 13 zona lokasi pengamatan. Delapan zona mengalami abrasi seluas 2.463,3 hektare dan lima zona mengalami penambahan daratan seluas 317,9 hektare.
“Dengan luasnya daratan pesisir Pantai Muaragembong yang hilang karena abrasi, maka perlu segera diambil langkah strategis dan kebijakan teknik ataupun non teknik oleh pemerintah pusat, provinsi, maupun Kabupaten Bekasi,” harapnya.
Sedangkan Kabid Ekonomi dan pembangunan pada Balitbanda Kabupaten Bekasi, Indra Wahyudi menilai, tujuan forum diskusi ini untuk membahas masalah abrasi yang terus terjadi di Muaragembong, sekaligus mencari solusi penanganan permanen di wilayah paling utara Pulau Jawa itu.
“Abrasi Muaragembong itu sudah terjadi cukup lama, jika dibiarkan maka daratan akan terkikis terus. Sampai saat ini, sudah ribuan hektar tanah terdampak abrasi di sana,” tandasnya.
Indra menuturkan, abrasi tersebut akan mengancam wilayah permukiman hingga sektor mata pencaharian warga setempat, apabila terus dibiarkan. Ekosistem juga turut terancam, termasuk hutan bakau dan lutung jawa yang menjadi habitat asli di sana. (pra)