Berita Bekasi Nomor Satu

Blangko E-KTP Disetop

ilustrasi KTP-El
ilustrasi KTP-El

RADARBEKASI.ID, BEKASI – Kartu Tanda Penduduk (KTP) masyarakat Indonesia akan benar-benar elektronik, tersimpan di dalam telepon genggam. Pemerintah akan memulainya dengan pendekatan asimetrik, digitalisasi dokumen kependudukan termasuk penerapan Identitas Kependudukan Digital (IKD). Akhir tahun ini ditarget 25 persen penduduk sudah membuat IKD. Dari 1,8 juta penduduk wajib KTP, maka target di Kota Bekasi sebanyak 450 ribu penduduk sampai akhir tahun.

Identitas digital ini disebut sebagai pilihan yang mudah dan ringan biaya. Ditjen Dukcapil Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Zudan Arif Fakrulloh menjabarkan tiga kendala dalam pencetakan KTP-El fisik yang saat ini ada.

Pertama, blangko KTP-El mengambil porsi anggaran cukup besar di Dukcapil. Kedua, biaya yang sudah dikeluarkan dalam jumlah tidak sedikit tersebut belum ditambah dengan biaya untuk menyediakan sarana dan prasarana lainnya. Terakhir, permasalahan jaringan di daerah.

Kendala jaringan membuat pengiriman hasil perekaman KTP-El tidak sempurna, sehingga KTP-El tidak jadi lantaran failed enrollment. Perekaman sidik jari pun gagal karena tidak terkirim ke pusat.

“Maka Pak Mendagri Tito Karnavian memberikan arahan agar menggunakan pendekatan asimetris, yakni dengan digitalisasi dokumen kependudukan termasuk penerapan Identitas Kependudukan Digital (IKD),” kata Zudan dalam keterangan resmi.

Selain itu, ada 11 pemekaran kecamatan, dan 300 desa atau kelurahan, terutama pada Daerah Otonomi Baru (DOB) di Papua. Inilah sederet alasan yang mendasari pemerintah tidak lagi menambah blangko, tapi mendigitalisasi identitas kependudukan, KTP yang selama ini dimiliki masyarakat akan diganti dengan KTP digital.

Sampai akhir tahun ini, ditarget 25 persen dari 277 juta penduduk Indonesia sudah menggunakan IKD. Target ini juga berlaku bagi 514 kabupaten dan kota di Indonesia.

Dengan sekali datang mengaktifkan IKD, warga langsung mendapatkan dokumen kependudukannya di dalam telepon genggam, seperti KTP dan KK. Pendaftaran di aplikasi kata Zudan, harus didampingi oleh petugas Dukcapil, lantaran membutuhkan verifikasi dan validasi yang ketat dengan teknologi face recognition.

“Target tahun ini 25 persen atau 50 juta penduduk Indonesia memiliki KTP digital di hapenya,” tambahnya.

Jika pemerintah pusat memiliki target 50 juta penduduk memiliki IKD sampai akhir tahun, Kota Bekasi memiliki target 450 ribu penduduk sudah memiliki IKD, dari total 1,8 juta wajib KTP. Transformasi IKD di Kota Bekasi sudah berjalan sejak pertengahan tahun kemarin, hasilnya sampai dengan awal bulan Februari kemarin, ada 17 ribu penduduk yang sudah mengaktivasi IKD.

Kepala Disdukcapil Kota Bekasi, Taufik Rahmat Hidayat mengatakan jumlah 17 ribu tersebut masih sangat kecil dibandingkan dengan target 25 persen jumlah penduduk di Kota Bekasi.

“Total wajib KTP di Kota Bekasi 1,8 juta, jadi 450 ribu itu ya harus selesai sampai akhir tahun. Upaya sudah banyak kita lakukan, di seluruh titik layanan,” katanya.

Warga Kota Bekasi dapat mengaktifkan IKDnya di beberapa titik, seperti stasiun, kantor kecamatan, Mall Pelayanan Publik (MPP), dan 12 kantor kelurahan yang peralatannya saat ini sudah lengkap. Salah satu yang menjadi kendala kata Taufik, belum seragamnya kebijakan di semua lembaga layanan, salah satunya yang sering diakses masyarakat adalah perbankan.

Lembaga layanan pengguna NIK masih mensyaratkan KTP-El fisik. Padahal regulasi yang sekarang ada, baik di Kemendagri maupun Pemkot Bekasi sudah memposisikan KTP digital sebagai identitas kependudukan yang berlaku sama dengan KTP-El fisik.

Terakhir kali, Taufik menggelar pertemuan dengan seluruh layanan pengguna NIK seperti perbankan, lembaga pembiayaan, asuransi, sampai rumah sakit untuk menyeragamkan pemahaman terhadap IKD. Jika lembaga tersebut masih tidak bisa menerima IKD dengan alasan kebijakan kantor pusat, Taufik meminta kepada lembaga yang bersangkutan menyertakan surat penolakan resmi.

Setelah menyasar Aparatur Sipil Negara (ASN) di lingkungan Pemkot Bekasi dan masyarakat umum, sasaran selanjutnya adalah instansi vertikal yang ada di Kota Bekasi. Setiap instansi akan didatangi langsung untuk mengaktifkan IKD.

“Kita sudah sampaikan kemarin jadwal itu sedang kita siapkan, misalnya di kejaksaan, kepolisian, kemudian Kodim, kita sedang siapkan juga jadwalnya,” ungkapnya.

Pemerintah tidak menghentikan pencetakan KTP-El fisik secara langsung, Kota Bekasi juga masih menerima distribusi blangko KTP-El, 10 ribu blangko diterima setiap bulan. Blangko yang diterima tersebut diprioritaskan untuk warga yang melakukan perekaman KTP-El pertama, sedangkan untuk warga yang memohon pencetakan ulang karena hilang, rusak, dan sebagainya dibatasi hanya 150 keping setiap hari.

Kuota perhari yang diberikan untuk pencetakan ulang KTP-El selalu ludes, ditambah dengan kuota yang disiapkan di kantor Disdukcapil setiap hari Jumat malam sebanyak 50 keping juga selalu habis. Jika ditotal, jumlah blangko yang digunakan untuk cetak ulang saja sudah berkisar 4 ribu keping blangko per bulan, atau 40 persen dari total blangko yang diterima dari pemerintah pusat.

“Hampir 4 ribu blangko jatah kita itu habis hanya untuk yang hilang rusak. Makanya, untuk hilang rusak itu kita kuotakan karena kita berharap dengan kuota itu lah nanti orang ke depan sudah tidak ada (pencetakan ulang) hilang rusak karena sudah identitas kependudukan digital,” tambahnya.

Dengan IKD, tidak ada lagi identitas kependudukan hilang, perubahan status, alamat, dan lain sebagainya di dalam dokumen kependudukan juga mudah, langsung berubah di dalam aplikasi, tidak perlu cetak fisik ulang.

Selain memudahkan kata Taufik, IKD juga memakan biaya lebih sedikit dibandingkan dengan identitas kependudukan fisik seperti KTP sekarang. Pemerintah tidak kurang mengeluarkan Rp400 miliar tiap tahun untuk pengadaan blangko KTP-El tiap tahun, untuk kebutuhan di seluruh Indonesia. Biaya ini belum ditambah dengan alokasi dari pemerintah daerah untuk melengkapi sarana dan prasarana lainnya seperti tinta, Kota Bekasi dalam setahun mengalokasikan sekira Rp3 miliar, uang ini sedianya bisa digunakan untuk melengkapi sarana dan prasarana pelayanan administrasi kependudukan yang lain.

Dari sisi keamanan data, Taufik menyebut pemerintah sudah menjamin keamanan data tersebut. Kebocoran data pribadi selama ini juga disumbang oleh pemilik identitas kependudukan. Seperti meninggalkan berkas fotocopy identitas kependudukan di sembarang tempat. Sementara dengan IKD ini, identitas kependudukan hanya akan tersimpan di dalam telepon genggam, tidak bisa diakses selain pemilik, lantaran harus menggunakan sandi. (sur)