RADARBEKASI.ID, BEKASI – 2023 baru berjalan dua bulan lebih. Meskipun demikian, sudah ada pemutusan hubungan kerja (PHK) di industri wilayah Kabupaten Bekasi.
Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) mencatat, pekerja yang menjadi korban PHK selama Januari-Februari 2023 berjumlah sekitar 500-900 orang. Mereka berasal dari sektor industri otomotif, elektronik, tekstil, logam manufaktur, dan lainnya.
Sekretaris Jenderal Aliansi Buruh Bekasi Melawan Amir Mahfud mengungkapkan, ratusan pekerja terkena PHK di awal tahun ini sebagai dampak Omnibus Law Cipta Kerja. Pasalnya, ada pemangkasan pesangon bagi karyawan yang terkena PHK.
Berdasarkan pasal 44 ayat Omnibus Law Cipta Kerja, “Pengusaha dapat melakukan Pemutusan Hubungan Kerja dan pekerja/buruh berhak atas uang pesangon sebesar 0,5 (nol koma lima) kali ketentuan Pasal 40 ayat (2),”.
“Karena mengejar 0,5 persen itu, mumpung di Omnibus Law sudah disampaikan, diperbolehkan. Hari ini banyak data PHK atas dasar efisiensi, tapi kenyataan di lapangan, ketika dia (perusahaan) melakukan PHK kepada karyawan tetapnya, dia menggantikannya dengan pekerja baru yang kontrak, outsourcing, atau pun magang. Ini dampak dari Omnibus Law,” jelasnya.
Dikatakan Amir, Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Bekasi hanya bicara tentang lowongan kerja. Amir mencontohkan, lowongan kerja bisa menampung 2.000 orang.
Padahal, lowongan kerja itu hanya untuk menggantikan pekerja yang terkena PHK. “Disnaker ini penyakitnya disitu, dia hanya bicara tentang lowongan kerja. Padahal angkanya hampir mencapai ribuan, ya di angka 500 sampai 900 karyawan yang terkena PHK. Karena banyak yang nggak berserikat, tapi minta bantuan hukum, dia ngadu ke kita. Itu lebih banyak,” ucapnya.
Sementara itu, Kepala Hubungan Industrial dan Jamsostek Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Bekasi Nurhidayah Setiawati mengaku, sudah ada PHK di awal tahun ini.
Berdasarkan laporan pada Januari sampai Februari 2023, ada 13 karyawan yang terkena PHK. Dengan rincian pada Januari ada tujuh karyawan dan Februari lima karyawan.
“Ada PHK, tapi nggak banyak, di Januari cuma tujuh dan Februari cuma lima. Itu berdasarkan laporan kita terima,” tuturnya.
Dari laporan yang masuk ke Dinas Tenaga Kerja, mereka yang terkena PHK karena kasus indisipliner atau permasalahan secara personal. Sedangkan untuk PHK massal, dirinya memastikan, tidak ada di Kabupaten Bekasi. Sehingga tidak perlu ada pencegahan.
“Kalau PHK massal saya bilang nggak ada. Jadi bicara pencegahan, ada juga nggak. Yang ada PHK di bulan Januari dan Februari itu semuanya kasus indisipliner, ya mungkin tidak terlalu bermasalah,” katanya.
Sedangkan total pekerja yang terkena PHK sepanjang 2022 di Kabupaten Bekasi berjumlah 108 orang. Buruh yang kena PHK mayoritas bekerja di sektor manufaktur.
Saat ini, diungkapkan, kondisi ekonomi perusahaan masih terbilang relatif. Walaupun pada 2023 ini ada isu resesi. Hal itu diperkuat dengan tidak adanya PHK massal terhadap para karyawan.
“Kasus PHK masih minim, mengingat itu menjadi salah satu indikator kaitan dengan kondisi ekonomi perusahaan-perusahaan,” ucapnya.
Terpisah, Ketua Apindo Kabupaten Bekasi, Sutomo mengaku, belum menerima laporan mengenai kasus PHK di awal 2023 ini. Menurutnya, tidak ada kewajiban untuk perusahaan melaporkan kasus PHK ke Apindo. Perusahaan hanya wajib lapor ke Apindo mengenai penambahan karyawan.
“Nggak ada yang lapor, karena itu laporannya ke kawasan masing-masing, karena hubungannya ke pengelolaan tenant,” katanya. (pra)